RESHUFFLE Kabinet Kerja yang dilakukan Presiden Joko Widodo dimaksudkan untuk menyelematkan perekonomian nasional yang terus melemah. Karena itu, perombakan kabinet ini diharapkan mampu menjawab tiga hal yakni perbaikan ekonomi terutama pangan, perbaikan koordinasi, dan menjaga stabilitas politik.
YUSKA APIYA AJI
[email protected]
Karena itu, sasaran reshuffle Jokowi adalah Menko Perekonomian, Menko Maritim, dan Menko Polhukam. Tiga pos menteri lain yang dirombak adalah Menteri Perdagangan, Menteri PPN/Kepala Bapenas, dan Menteri SekÂretaris Kabinet (Sekab). Di pos Menko Perekonomian dikepercayakan keÂpada Darmin Nasution yang menggantikan Sofyan Djalil, Menko Polhukam diberikan kepada Luhut BinÂsar Panjaitan mengantikan Tedjo Edhy Purdijatno, dan Menko Maritim Rizal Ramli menggantikan Indrojono Soesilo.
Menteri Perdagangan dipercayakan kepada Thomas Lembong mengganÂtikan Rachmat Gobel, Mensekab yang semula dijabat Andi Wijayanto diganti Pramono Anung, dan Menteri/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menggantikan Andrinof Chaniago yang dicopot.
Pelantikan dihadiri oleh Wakil PresÂiden Jusuf Kalla, Ketua Umum PDI PerÂjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Partai NasDem Surya Paloh, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, MenÂteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menko PMK Puan Maharani, serta angÂgota Kabinet Kerja lainnya.
Semua pejabat baru yang dilantik terlihat hadir dalam prosesi. Namun tak semua menteri yang digantikan hadir, misalnya Tedjo Edhy, Andi Wijayanto, Andrinof, dan Rachmat Gobel.
Usai dilantik di Istana Negara JaÂkarta, Rabu (12/8/2015) kemarin, para menteri baru tersebut langsung diajak rapat oleh Presiden Jokowi. Mantan Walikota Solo ini tak mau membiarkan masalah ekonomi kian terpuruk setelah dihantam jurus mabuk devaluasi China, meminta para menteri ekonomi ini bergerak cepat.
Darmin menuturkan, pertemuan tersebut mendengarkan arahan PresÂiden Jokowi untuk mengatasi berbagai persoalan yang tengah dihadapi sekaÂrang. Salah satu yang menjadi fokus utama Jokowi adalah pembenahan sekÂtor pangan.
“Sebagai pesan untuk ya permulaan. Bapak Presiden menjelaskan membiÂcarakan mereview kembali menganai masalah pangan, termasuk persoalan data, termasuk soal kekeringan,†kata Darmin saat meninggalkan Istana NegaÂra, Jakarta, Rabu (12/8/2015)
Kemudian juga disampaikan terkait dengan pencairan anggaran oleh masÂing-masing kementerian lembaga (KL). Saat ini, anggaran tersebut sangat dibuÂtuhkan untuk mendorong pertumbuÂhan ekonomi yang masih lesu. “ Bapak presiden juga membicarakan mengenai pencairan anggaran. pencairan anggaÂran yang perlu didorong supaya terjadi percepatan,†terangnya.
Khusus untuk bidang ekonomi, kata Darmin, fokus Presiden Jokowi adalah terkait dengan upaya untuk mendorong arus modal masuk ke dalam negeri. ApaÂlagi di tengah pasar saham dan nilai tuÂkar rupiah yang tengah anjlok.
“Bapak Presiden menyampaikan perlunya didorong investasi dan arus modal masuk dalam rangka mengatasi persoalan kurs seperti sekarang ini, jawÂabannya adalah perlunya modal masuk dari luar. Itu hal-hal yang perlu dibicaraÂkan dalam waktu dekat,†paparnya.
“Ini juga termasuk pentingnya koorÂdinasi sehingga sebaiknya setiap kemenÂterian itu menyampaikan kebijakan itu sudah dibicarakan dengan kementerian lain,†pungkas Darmin.
Seperti diketahui saat ini pemerinÂtah dihadapkan dengan persoalan keÂnaikan harga daging sapi. Masalah stok sapi impor dan lokal menjadi perdeÂbatan, untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri, di sisi lain pemerintan menargetkan swasembada daging sapi.
Menurut Darmin, sejak masa pemerÂintahan Presiden Soeharto ekonomi InÂdonesia tumbuh lebih baik ketimbang sekarang ini yaitu sekitar 7-8%. PertumÂbuhan bagus tapi dengan transaksi berÂjalannya yang selalu defisit, sekitar 0,5% dari PDB.
“Walau pun tidak besar, dianggap defisit ringan yang tidak akan menimÂbulkan risiko, dulu gejolak ekonomi duÂnia tidak seperti sekarang,†ujar Darmin usai serah terima jabatan dengan Sofyan Djalil di Kementerian Ekonomi Lapangan Banteng, Jakarta.
Ia mengatakan, Indonesia pernah dua kali mengalami lonjakan defisit transaksi berjalan di masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada 1983 dan sekitar 1994-1995.
“Waktu 1983 saya belum masuk pemerintah. Waktu itu pemerintah melakukan perombakan besar-besaran, tadinya berorientasi ke dalam dirombak ke luar,†ujarnya.
Pada rentang 1994-1995 defisit IndoÂnesia hampir mencapai 3,5% dari PDB. Ini yang akhirnya berbuntut kepada kriÂsis moneter di 1998.
“Sekarang juga walaupun jauh denÂgan krisis kita mengalami situasi ekoÂnomi yang tidak begitu nyaman, kantor Kemenko dan BI selalu dikritisi terus kalau terjadi fluktuasi seperti sekarang ini,†katanya.
Padahal, kata Darmin, ia percaya pemerintah sudah bekerja dan mengeÂlola sektor keuangan Indonesia dengan baik. Sayangnya, penilaian masyarakat selalu memberatkan pemerintah.
“Dalam situasi seperti sekarang ini bagaimana pun daya kritis masyarakat itu yang kurang bagus dianggap tidak bagus, oleh karena itu saya mengajak teÂman-teman untuk lebih akurat,†ujarnya.
Ketidakakuratan ini, kata Darmin, disebabkan oleh data yang tidak jelas. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa memberikan data yang jelas dan transparan.
“Kelihatannya ya harus dimulai denÂgan data yang akurat, kalau datanya salah pasti kesimpulannya salah. Oleh karena itu, yang pertama dan penting adalah kalibrasi data, tidak bisa kita keÂmudian data untuk suatu hal sederhana ada 3-4 macam, itu mesti salah kesimpuÂlannya,†katanya.
Sebagai Menteri Koordinator EkonoÂmi, Darmin Nasution langsung bergerak cepat dengan menetapkan 3 prioritas sekaligus di awal masa jabatannya. ManÂtan Gubernur Bank Indonesia ini akan langsung fokus pada persoalan pangan, termasuk polemik harga daging dan imÂpor sapi yang sampai saat ini belum bisa terurai.
“Pertama, persoalan mengenai panÂgan dan sangkut pautnya dengan inflasi. Tentu juga sangkutan dengan masalah kekeringan. Nanti bisa bicara harga dagÂing macam-macam. Intinya salah satunÂya adalah mengenai pangan dan inflasi,†kata Darmin ditemui usai serah terima jabatan di kantor Menko Ekonomi.
Kedua, mempercepat serapan APBN guna mendorong peningkatan infraÂstruktur peningkatan pangan. Darmin menyebut, stimulus dari fiskal sangat penting untuk menuntaskan masalah pangan saat ini.
“Seperti bangun waduk penting. Itu kan nggak mungkin 6 bulan, pasti berÂtahun-tahun. Juga bangun irigasi tersier, hubungannya sama fiskal, tergantung di APBN uangnya (dipakai) seperti apa,†katanya.
Ketiga, kata Darmin, menata arus investasi di dalam negeri yang saat ini dinilainya masih seret. “Karena sekaÂrang ini kita agak kekurangan capital inflow. Itu sebabnya kemudian kursnya agak fluktuatif,†jelasnya. (*)