JAKARTA TODAY – Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama mengaku tidak bisa mencalonkan diri menjadi presiden karena dibatasi syarat presidential threshold. Yaitu capres sedikitnya mengantongi dukungan 20 persen suara parpol pemenang pemilu. Gugatan pun dilayangkan ke MK.

Menjawab hal itu, DPR mengatakan presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka dan bukan pelanggaran konstitusi.

“Sudah terang dan jelas, yakni presidential threshold atau ambang batas presiden murni merupakan kebijakan hukum terbuka, open legal policy. Bahwa norma pasal a quo melanggar konstitusi apabila norma tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan, yakni intolerable,” kata Ketua Pansus RUU DPR Lukman Edy.

BACA JUGA :  Tes Kepribadian: Sifat dan Karakter Tersembunyi Seseorang Diungkap dari Bentuk Kaki

Hal itu disampaikan dalam sidang di MK, Kamis (5/10/2017) kemarin, sebagaimana dikutip dari website MK, Jumat (6/10/2017). Lukman mengutip Putusan MK Nomor 51/PUU-VI/2008, 52/PUU-VI/2008, dan 59/PUU-VI/2008 yang menyatakan:

Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal Konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan undang-undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang.

“Meskipun seandainya isi suatu undang-undang dinilai buruk, seperti halnya ketentuan presidential threshold dan pemisahan jadwal pemilu dalam perkara a quo, Mahkamah tetap tidak dapat membatalkannya, sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional. Kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable,” kata Lukman.

============================================================
============================================================
============================================================