JAKARTA TODAY – Menyusul penÂgumuman aliansi militer 34 negara Islam yang dipimpin Arab Saudi unÂtuk memerangi terorisme, KementeÂrian Luar Negeri RI masih menunggu penjelasan lebih lanjut soal aliansi militer ini dari Saudi. Penjelasan dari Saudi diperlukan sebagai pertimbanÂgan sebeluum Indonesia memutusÂkan dapat memberi dukungan untuk aliansi ini.
Juru bicara Kemenlu RI, ArrmÂanatha Christiawan Nasir memaparÂkan bahwa beberapa hari lalu Menlu Arab Saudi meminta Indonesia unÂtuk bergabung dalam pusat penangÂgulangan terorisme global atau CenÂter to Coordinate Against Extremism and Terrorism.
Namun, menurut Tata, dan kerangka kerja (term of reference/TOR) diperlukan untuk mempelajari upaya penanggulangan terorisme tersebut sehingga Indonesia dapat mempertimbangkan dukungan atau keikutsertaan Indonesia dalam upaÂya tersebut. “Kita meminta TOR dan Modalitas dari rencana Arab Saudi untuk membentuk center tersebut,†kata Tata, sapaan akrab Arrmanatha, Rabu (16/12/2015).
Tata mamaparkan bahwa IndoÂnesia kerap mendukung upaya unÂtuk menanggulangi ekstremisme dan terorisme. Tata menyebutkan sejumÂlah pusat penanggulangan terorisme juga telah dibangun di Indonesia, seperti Jakarta Center for Law EnÂforcement Cooperation (JCLEC).
Hingga saat ini, Indonesia belum mendapat kerangka kerja dari renÂcana pembentukan pusat penangÂgulangan terorisme tersebut. Tak lama berselang, tepatnya pada Selasa (15/12) Saudi mengumumkan aliansi militer 34 negara Islam memerangi terorisme.
Menlu Arab Saudi kemudian kembali meminta dukungan IndoÂnesia karena akan segera menguÂmumkan rencana tersebut. Namun, Kemlu RI kembali meminta TOR dan baru bisa menanggapi permintaan setelah mendapat dan mempelajari TOR tersebut.
“Yang diumumkan Arab Saudi adalah Aliansi Militer, bukan ‘CenÂter to Coordinate Against Extremism and Terrorism’ maka semakin pentÂing untuk Indonesia terlebih dahulu mendapatkan TOR dan Modalitas seÂbelum memutuskan dapat memberiÂkan dukungan, agar dapat sejalan dengan prinsip prinsip politik luar negeri Indonesia,†ujar Tata.
Ketika ditanya apakah Indonesia akan ikut memberikan dukungan miÂliter jika Saudi memberikan kerangÂka kerja aliansi tersebut, Tata menÂjawab, “Aliansi militer itu kan hanya namanya, bukan berarti dukungan yang diminta nanti akan berupa banÂtuan militer juga.â€
Tata menegaskan Indonesia tidak dapat memutuskan sikap apa pun terhadap aliansi militer yang diumumkan Saudi, sebelum mendapat penjelasan soal bentuk dukungan dan mekanisme kerja aliansi tersebut.
Saudi mengumumkan aliansi militer 34 negara untuk memerangi terorisme pada Selasa (15/12) melalui pernyataan resmi yang dipublikaÂsikan di kantor berita Saudi Press Agency, SPA.
Pernyataan itu merinci daftar panjang negara-negara Arab seperti Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, bersÂama-sama dengan negara-negara IsÂlam lainnya, seperti Turki, Malaysia, Pakistan dan negara-negara Teluk Arab dan Afrika.
Dalam konferensi pers di RiÂyadh yang jarang digelar pada Selasa (15/12), putra mahkota Saudi, MoÂhammed bin Salman, 30, yang juga menjabat sebagai Menteri PertahÂanan menyatakan bahwa kampanye akan “mengkoordinasikan†upaya untuk memerangi terorisme di Irak, Suriah, Libya, Mesir dan AfghaniÂstan, tapi menawarkan beberapa indikasi konkret soal kemungkinan upaya militer dilanjutkan.â€
“Akan ada koordinasi internaÂsional dengan negara-negara besar dan organisasi internasional, dalam hal operasi di Suriah dan Irak. Kita tiÂdak dapat melakukan operasi ini tanÂpa berkoordinasi dengan masyarakat internasional,†kata Salman tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Ketika ditanya apakah koalisi miÂliter akan fokus hanya pada kelomÂpok militan ISIS, Salman menyatakan koalisi ini siap menghadapi bukan hanya ISIS tetapi juga “organisasi teroris yang muncul di depan kami.â€
Republik Islam Iran tidak diseÂbutkan dalam daftar negara-negara Islam tersebut. Sebagian besar penÂduduk Iran merupakan Muslim Syiah dan dikenal sebagai salah satu sainÂgan terbesar Saudi.
(Yuska Apitya/net)