PIALANG minyak yang ikut dalam lobi perpanjangan kontrak kerjasama PT Freeport Indonesia (PFI), Riza Chalid hingga kini tak pernah memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sosoknya hingga kini belum tersentuh lembaga hukum.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Jaksa Agung M PraÂsetyo meminta taipan minyak tersebut unÂtuk kooperatif. Jika tak memenuhi pangÂgilan, Riza terancam dipangÂgil paksa. “Kita harap yang bersangkutan mendengar ini, dan punya kesadaran untuk datang. Jadi tidak perlu panggil paksa, atau ada red notice dan tak perlu bantuan polisi serta melibatkan interpol,†ungkap Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, JakÂsel, Rabu (30/12/2015).
Pemanggilan yang dilakuÂkan kemarin juga tak memÂbuahkan hasil. Riza lagi-lagi tak memberi kabar berita akan ketidakhadirannya. Padahal, kata Prasetyo, Kejagung sudah melayangÂkan surat pemanggilan ke sejumlah rumahnya. “Sampai sekarang dia beÂlum hadir. Kita sudah undang ke semua alamatnya. Ternyata rumahnya tidak hanya satu, ada 3-4. Riza Chalid sekaÂrang konon dia sedang di luar negeri, saya dapat informasi dari Menkum HAM,†jelasnya.
Jika terus mangkir, tidak menutup kemungkinan Kejagung akan melibatÂkan sejumlah instansi lain untuk menÂcari Riza. Namun karena kasus dugaan pemufakatan jahat ini baru pada tahap penyelidikan dan belum penyidikan, Kejagung belum bisa berbuat banyak. “Saya sudah bicara dengan Kapolri bagaimana untuk memanggil dia di luar negeri. Tapi kita harus tunggu staÂtus hukumnya yang jelas. Kami masih kumpulkan bukti-bukti yang cukup. Kita jalan terus,†tegas Prasetyo. “Kita harus ada bukti dan fakta yang kuat. Saya minta masyarakat bersabar. Kita tidak pernah takut,†tutupnya.
Prasetyo mengaku telah mengecek ke seluruh rumahnya di Indonesia. Hingga kini, sudah empat rumah diÂperiksa. Kata dia, jika Riza warga negÂara baik, tentu akan segera datang ke kejaksaan.
Karena Riza telah berada di luar negeri, Prasetyo mengatakan, piÂhaknya harus menetapkan status keÂpada Riza Chalid. Status ini berguna untuk memanggil Riza melalui banÂtuan Interpol. Karena itu, ia berencana untuk meminta bantuan kepolisian agar berkoordinasi dengan Interpol menangkap Riza. “Penangkapan kan harus ada statusnya, nah sekarang ini masih kami selidiki.â€
Prasetyo sadar penyelidikan kaÂsus ini tidak mudah. Kejaksaan perlu menyiapkan jeratan dan bukti-bukti yang menguatkan. Agar tidak bisa dikaÂlahkan saat pelaku nanti mengajukan praperadilan. Ia mengakui saat ini maÂsyarakat telah berpersepsi kejaksaan harusnya segera menetapkan Riza sebÂagai tersangka.
Nasib Setya di Tangan Jokowi
Sementara, mengenai nasib Setya Novanto (bekas Ketua DPR RI), KejakÂsaan Agung juga sedang melayangkan permohonan kepada Presiden Jokowi.
Prasetyo membeberkan, pihaknya telah memeriksa 16 saksi kasus dugaan kasus papa minta saham, di antaranya adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, DirekÂtur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, sekretaris Setya, pakar pidana, pakar perdata, dan ahli dari biÂdang teknologi informasi.
Kasus dugaan pemufakatan jahat ini pertama kali muncul saat Maroef menÂgadu ke Menteri Sudirman bahwa Setya dan Riza meminta saham Freeport sebesar 20 persen untuk jatah presiden dan wakilnya. Sudirman kemudian melaporkan Setya ke Mahkamah KeÂhormatan Dewan, dan akhirnya Setya mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Sampai saat ini kejaksaan masih terus mengusut kasus dugaan korupsi ini.
Presiden Jokowi masih belum memÂberikan tanggapan resmi terkait perÂmohonan dari Kejaksaan Agung untuk memeriksa Setya Novanto. Kini surat tersebut tengah ditelaah oleh MenÂsesneg dan Seskab.
“Ya surat nomor R78 tertanggal 23 Desember 2015, kemudian Surat itu diterima 1 hari sebelum natal. Dan Presiden seperti kita ketahui bersaÂma, kan sudah tak ada di Jakarta, beÂliau ada di Solo kemudian ke Kupang. Kemarin balik sebentar, membuka (peresmian gedung) KPK dan langsung ratas dan berangkat ke Papua,†kata Seskab Pramono Anung di Gedung III Setneg, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).
Presiden Jokowi disebut akan memÂbaca substansi surat itu setelah kembali dari Papua. Tetapi seperti pada surat-surat lainnya maka akan ada catatan dari Mensesneg maupun Seskab. “SeÂbelum Presiden membaca mengenai surat tersebut, selalu ada yang namanÂya memo, memorandum dari Seskab maupun Sesneg. Nanti memorandum ini yang akan disampaikan kepada Presiden mengenai hal tersebut. Yang jelas pada saat ini surat tersebut di SetÂneg maupun di Setkab ditelaah dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang ada,†kata Pramono.
Presiden Jokowi dijadwalkan akan kembali ke ibukota pada Sabtu (2/1/2016). Kemungkinan pertimbanÂgan Presiden baru dapat disampaikan setelah itu. (*)