JAKARTA TODAYÂ – Gabungan PerseriÂkatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan industri rokok kretek nasional bakal menyetor sekitar Rp 20 triliun kepada negara tahun ini. Jumlah itu terdiri dari pembayaran cukai hasil tembakau (CHT), pajak pertambahan niÂlai, pajak daerah, dan retribusi pendapaÂtan daerah.
Ketua Gappri Ismanu Soemiran menjelaskan tingginya setoran industri hasil tembakau (IHT) tahun ini disebabkan oleh berlakunya Peraturan Menteri KeuanÂgan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan IHT membayar cukai di muka sebelum waktunya.
Pembayaran pita cukai Desember yang sebelumnya bisa berlaku mundur pada Januari atau Februari, mulai tahun ini sudah harus lunas pada Desember 2015 akibat pemerintah ingin mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan negara. “JumÂlahnya pun sangat besar dan dipastikan akan mengganggu arus kas perusahaan (cash flow). Negara ini seperti disubsidi IHT ,†ujar Ismanu melalui keterangan pers, dikutip Kamis (26/11/2015).
Meski instruksi Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro tersebut pada akhirnya dipenuhi, Ismanu masih tak habis pikir dengan sikap pemerintah yang memaksa IHT untuk menyetorkan cukai lebih awal. Pasalnya kebijakan itu dinilai memberatkan IHT karena harus menyediakan uang banyak di akhir taÂhun guna membayar cukai di depan. “Dengan instrumen kebijakan dan siasat apa yang akan digunakan oleh IHT unÂtuk memenuhi target tersebut? Bisa tidak pemerintah mencarikan cara bagaimana IHT menyetorkan cukai yang nilainya sebesar 2,5 kali nilai transaksi satu buÂlan,†kritik Ismanu.
Dengan nada sinis, Ismanu menÂgatakan sudah sepatutnya pemerintah memberikan status ‘Pejuang Ekonomi Bangsa’ bagi IHT. Sebab kewajiban untuk membayar pajak di depan muncul saat pelaku industri menghadapi tekanan di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Tanpa beban cukai tambahan di akhir tahun, kinerja IHT terus melemah sehingÂga harus memutus hubungan kerja dengan puluhan ribu karyawannya. Tahun lalu, IHT sudah mem-PHK setidaknya 10 ribu pekerja. Tahun ini jumlahnya bertambah menjadi 15 ribu pekerja. “Diperkirakan jumlahnya akan melonjak sangat besar di tahun depan,†kata Ismanu.
Jumlah pabrik rokok pun menyusut drastis. Pada 2009 ada 4.900 pabrik roÂkok. Dengan kenaikan tarif cukai tiap taÂhun, sampai akhir 2014 hanya tinggal 600 pabrik. “Itu pun yang aktif mengajukan pita cukai hanya 100, sisanya 500 hampir koÂlaps,†pungkas Ismanu.
(Yuska Apitya/net)