Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menetapkan kawasan tanpa penyelenggaraan reklame non-permanen seperti spanduk dan umbul-umbul untuk menata kota lebih indah dan rapi dari sampah visual.
Oleh : YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Penetapan kawasan tanpa penyelenggaraan reklame non-permanen dimulai di pusat kota,” kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor Daud Nedo Darenoh usai rapat terkait penataan reklame di Balai Kota, kemarin.
Ia mengatakan penetapan kaÂwasan tanpa penyelenggaraan reklame khusus non-permanen di ruas jalan khusus tersebut tertuang dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan reklame (komerÂsil).
“Upaya ini untuk menertibkan Kota Bogor dari reklame-reklame ilegal yang memasang tanpa aturan, melanggar Perda Nomor 8/2006 tentang ketertiban umum, sehingga merusak keindahan kota,” katanya.
Untuk memantapkan penetapan kawasan tanpa penyelenggaraan reklame ini, Pemerintah Kota BoÂgor membahas kesiapannya dalam rapat koordinasi lintas intansi yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Hadir dalam rapat kepala dinas dan inÂstansi terkait seperti Kepala DispenÂda, Kepala DLLAJ, Kepala Satpol PP, Kepala Bagian Hukum Setdakot, dan Kepala BPPT-PM.
Di dalam rapat tersebut, KasatÂpol PP, Eko Prabowo menyampaiÂkan, bahwa keberadaan reklame non-permanen banyak yang meÂlanggar Perda Ketertiban Umum, umunya dilakukan oleh partai poliÂtik dan organisasi masyarakat.
“Perda reklame ini harus menÂegaskan zona-zona yang boleh dipaÂsang reklame non-permanen khusus untuk ormas dan Partai Politik, diÂmana mereka boleh memasang dan tidak boleh. Jangan sampai perda ini seperti Perda KTR yang masih banÂyak dilanggar,” katanya.
Eko mengatakan, aturan dalam Perda sangat jelas bagi pelanggar Ketertiban Umum, sanksi berupa kurungan minimal selama tiga buÂlan atau denda sebesar Rp50 juta. “Silahkan ormas atau parpol pasÂang spanduk dan umbul-umbul di tepat strategis, tetapi pastikan haÂrus mendapatkan izin dari wali kota yang dikeluarkan oleh Dispenda, dan kalau sudah selesai batas izinÂnya, segera dicabut,” kata Eko.
Sementara itu, Kepala DLLAJ, Achsin Prasetyo mendukung renÂcana Pemerintah Kota Bogor untuk menertibkan reklame non-perÂmanen yang banyak terpasang di sudut-sudut kota. Dan siap menertÂibkan khususnya yang terpasang di rambu-rambu lalu lintas atau lampu merah.
“Kami mendukung dengan adÂanya pembatasan spanduk dan reklame di pusat kota. Karena keÂberadaannya cukup menggagu lalu lintas, ada juga yang memasang di tiang lampu merah. Kami akan awaÂsi khusunya reklame parpol dan orÂmas yang dipasang di rambu-rambu lalu lintas,” katanya.
Wali Kota Bogor, Bima Arya SuÂgiarto, menekankan, spanduk dan plank-plank toko yang tidak perÂmanen harus ditertibkan, seperti di jalan-jalan protokol Jalan Surya Kencana. “Kita sepakat untuk menÂertibkan Bogor dari sampah-samÂpah visual dengan merumuskan titik-titik mana yang boleh difasiliÂtasi pemasangan reklame. Perlu ada penegakan Peda, tertibkan reklame-reklame liar terlebih dahulu,” kata Bima.
Politikus PAN itu mengatakan, solusi agar reklame tetap memberiÂkan PAD kepada Kota Bogor dengan memfasilitasi tempat-tempat yang boleh memasang spanduk atau umÂbul-umbul yang disesuaikan dengan aturan berlaku seperti jumlah tiang pancang dan ukuran tiang umbul-umbul yang diperbolehkan.
“Memfasilitasi bukan berarti bisa memasang reklame seenaknya, tetapi ada aturan-aturannya seperti tinggi tiang yang diperbolehkan, ukuran spanduk dan jumlahnya,” tandasnya.(*).