NILAI tukar rupiah bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dalam dua hari terakhir. Bahkan USD kemarin menyentuh level Rp 13.300-an. Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis, kondisi ini akan merangsang iklim investasi di daerah. Bagaimana di Bogor?
ABDUL KADIR|RISHAD|YUSKA
[email protected]
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo menilai, ada dua penyebab turunnya USD. Pertama, faktor eksternal, meliÂputi pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), Janet Yellen terkait rencana kenaikan suku bunga acuan.
Sebelumnya, banyak pihak yang memÂprediksi suku bunga acuan AS akan terus naik secara bertahap di 2016, bisa tiga mauÂpun empat kali. Namun dengan kondisi perÂekonomian terakhir yang belum membaik, kenaikan suku bunga acuan bisa tertahan. “Sebelumnya diperkirakan Fed Fun Rate akan bisa empat kali setaÂhun, tapi kemudian menurun menÂjadi dua kali setahun, dan bisa jadi sekarang satu kali setahun,†ungkap Agus di Hotel Aston, Kupang, Kamis (11/2/2016).
Faktor kedua, dari dalam negeri. Pada Januari 2016, inflasi tercatat mencapai 0,51%. Menurut Agus, capaÂian tersebut memberikan optimisme terhadap investor. “Di dalam negeri, tentang perkembangan inflasi juga, mendatangkan rasa optimisme,†terangnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, penguatan rupiah itu terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah ketidakpastian bank sentral Amerika Serikat (AS), The FedÂeral Reserve (The Fed), soal kenaikan suku bunga. “Ya dua-duanya (internal dan eksternal), intinya kalau saya liÂhat persepsi terhadap Indonesia saat ini sedang bagus-bagusnya karena di antara banyak emerging ekonomi, Indonesia dianggap salah satu yang paling tidak manajemen makro ekoÂnominya relatif prudent stabil,†kata Bambang di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (11/2/2016).
“Kita juga tidak terlalu terekspos dengan turunnya harga minyak. Jadi itu berpengaruh terhadap semua tiÂdak hanya rupiah tapi variabel makro ekonomi kita,†ujarnya.
Pada perdagangan kemarin, ruÂpiah kembali menguat terhadap USD. Posisi The Greenback bisa diÂtekan hingga ke kisaran Rp 13.300 dari posisi kemarin di atas Rp 13.400. “Penguatan rupiah itu menunjukkan masih kuatnya perekonomian domesÂtik,†kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, Kamis (11/2/2016).
Ia menambahkan bahwa paket Kebijakan Ekonomi Jilid X yang akan segera dirilis dapat menambah sentiÂmen positif bagi perekonomian doÂmestik sehingga dapat menjaga senÂtimen penguatan mata uang rupiah ke depannya. “Perekonomian AS dan global yang cenderung masih melamÂbat menyebabkan penundaan kenaiÂkan uku bunga AS (Fed fund rate),†katanya.
Selanjutnya, Rangga Cipta meÂnambahkan bahwa fokus pelaku pasÂar uang di dalam negeri akan beralih ke kebijakan Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pekan depan.
Pengamat pasar uang Bank HimÂpunan Saudara, Rully Nova menamÂbahkan bahwa aliran dana asing yang masih cenderung terus masuk ke dalam negeri melalui surat utang negara (SUN) menjadi salah satu fakÂtor pendorong bagi mata uang rupiah untuk bergerak menguat.
Menurut Rully Nova, tren masuk aliran dana asing ke dalam negeri itu tidak lepas dari prospek fundamental ekonomi Indonesia pada tahun 2016 ini yang akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara, menurut Kepala EkseÂkutif Pengawas Pasar Modal OtoriÂtas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, perbaikan dan penguatan nilai tukar rupiah akan memberikan dampak yang baik terhadap investasi. MeskiÂpun demikian, dampak penguatan ini masih harus dilihat lebih lanjut secara terperinci. “Kalau nilai tukar kita membaik, tentu nanti iklim investasi akan membaik,†kata Nurhaida di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Namun demikian, Nurhaida tak bisa menjelaskan berapa lama penÂguatan rupiah akan bertahan. PasalÂnya, kondisi nilai tukar rupiah amat terpengaruh kondisi perekonomian global yang masih bergejolak.
Apalagi, lanjut dia, ada beberapa faktor di sektor finansial dunia yang juga akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Contohnya, suku bunga acuan Federal Reserve atau Fed fund rate yang diperkirakan akan mengalami penyesuaian dalam waktu dekat.
Menurut Nurhaida, hal yang pentÂing dalam menjaga kestabilan rupiah adalah sinergi antara otoritas terkait. Dengan demikian, iklim investasi terÂmasuk pasar modal, dapat membaik. “Kita lihat pertumbuhan pasar modal pada semester II 2015 sudah lebih baik dibandingkan semester I. Di awal 2016, sektor pasar modal juga tumbuh bagus. Tantangannya adalah bagaimana kemudian kita bisa menÂjaga agar pertumbuhan ini berkelanÂjutan,†kata dia.
Sementara, Muhammad Findi Alexandi, pengamat Kebijakan PubÂlik Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, menÂgatakan, penguatan rupiah pada hari ini lebih disebabkan karena adanya intervensi BI terhadap cadangan USD. “Pertama, memang karena adanya intevensi Bank Indonesia terhadap cadangan USD. Dalam hal ini OtomaÂtis rupiah akan menguat,†kata Findi ketika dihubungi BOGOR TODAY keÂmarin.
Di samping itu, Findi pun meÂnyatakan, penguatan rupiah yang cukup signifikan karena nilai ekspor Indonesia semakin bertambah jumÂlahnya. Akan tetapi, ia dalam hal ini perlu memastikan seberapa banyak jumlah ekspor Indonesia saat ini. “Kedua, karena jumlah ekspor IndoÂnesia bertambah, semakin bertambah nilai ekspor Indonesia maka akan diiÂkuti penguatan rupiah,†jelas dia.
Findi mengaku tidak bisa memasÂtikan apakah penguatan rupiah terseÂbut dapat berlangsung lama. Akan tetapi, kalau nilai ekspor terus meninÂgkat, maka ada kemungkinan rupiah juga akan tergiring ke penguatan.
Terpisah, Erik Irawan Suganda, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bogor, membenarkan hal tersebut. Pihaknya mengatakan ekspor dan impor di Indonesia meÂmang sedang bagus. Hal ini dikareÂnakan nilai suku bunga menurun sehingga investasi terus meningkat dan semakin membaik. “Kenaikan investasi di Indonesia terus berlangÂsung sampai bulan Februari ini, bahÂkan menyentuh angka 40 persen, ini merupakan surga bagi para investor ditanah air,†pungkasnya.
Terpisah, Kepala Bidang PenanaÂman Modal pada Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor, Joner K Marpaung mengungkapkan, dengan menguatnya nilai tukar rupiah, target realisasi investasi tahun 2016 senilai Rp 5 triliun dapat lebih mudah tercaÂpai.
“Tahun 2015 saja, realisasi kita Rp 10,77 triliun dari target Rp 4,5 triliun. Nah, kalau rupiah menguat, sangat besar kemungkinannya untuk mencaÂpai nilai lebih tinggi,†kata Joner.
Ia menambahkan, iklim investasi di Bumi Tegar Beriman memang cenÂderung menurun akhir-akhir ini. MesÂki realisasi tahun lalu surplus cukup besar, namun itu terjadi pada triwuÂlan terakhir tahun 2015.
“Kabupaten Bogor ini seksi untuk investasi sebenarnya. Karena kita inÂgin menghidupkan perekonomian, khususnya di Cibinong. Untuk meÂnarik minat orang dari luar Bogor datang ke sini dan membelanjakan uangnya di sini,†lanjutnya.
Menurutnya, banyak orang Bogor bekerja di luar kota dan membelanÂjakan uangnya juga di luar kota. “DenÂgan banyaknya pusat perbelanjaan, misalnya, maka orang yang kerja di Jakarta, rela menghabiskan uangnya di Cibinong. Jadinya ekonomi bisa tumbuh,†tutupnya. (*)