Untitled-14NILAI tukar rupiah bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dalam dua hari terakhir. Bahkan USD kemarin menyentuh level Rp 13.300-an. Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis, kondisi ini akan merangsang iklim investasi di daerah. Bagaimana di Bogor?

ABDUL KADIR|RISHAD|YUSKA
[email protected]

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo menilai, ada dua penyebab turunnya USD. Pertama, faktor eksternal, meli­puti pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), Janet Yellen terkait rencana kenaikan suku bunga acuan.

Sebelumnya, banyak pihak yang mem­prediksi suku bunga acuan AS akan terus naik secara bertahap di 2016, bisa tiga mau­pun empat kali. Namun dengan kondisi per­ekonomian terakhir yang belum membaik, kenaikan suku bunga acuan bisa tertahan. “Sebelumnya diperkirakan Fed Fun Rate akan bisa empat kali seta­hun, tapi kemudian menurun men­jadi dua kali setahun, dan bisa jadi sekarang satu kali setahun,” ungkap Agus di Hotel Aston, Kupang, Kamis (11/2/2016).

Faktor kedua, dari dalam negeri. Pada Januari 2016, inflasi tercatat mencapai 0,51%. Menurut Agus, capa­ian tersebut memberikan optimisme terhadap investor. “Di dalam negeri, tentang perkembangan inflasi juga, mendatangkan rasa optimisme,” terangnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, penguatan rupiah itu terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah ketidakpastian bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed­eral Reserve (The Fed), soal kenaikan suku bunga. “Ya dua-duanya (internal dan eksternal), intinya kalau saya li­hat persepsi terhadap Indonesia saat ini sedang bagus-bagusnya karena di antara banyak emerging ekonomi, Indonesia dianggap salah satu yang paling tidak manajemen makro eko­nominya relatif prudent stabil,” kata Bambang di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (11/2/2016).

“Kita juga tidak terlalu terekspos dengan turunnya harga minyak. Jadi itu berpengaruh terhadap semua ti­dak hanya rupiah tapi variabel makro ekonomi kita,” ujarnya.

Pada perdagangan kemarin, ru­piah kembali menguat terhadap USD. Posisi The Greenback bisa di­tekan hingga ke kisaran Rp 13.300 dari posisi kemarin di atas Rp 13.400. “Penguatan rupiah itu menunjukkan masih kuatnya perekonomian domes­tik,” kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, Kamis (11/2/2016).

Ia menambahkan bahwa paket Kebijakan Ekonomi Jilid X yang akan segera dirilis dapat menambah senti­men positif bagi perekonomian do­mestik sehingga dapat menjaga sen­timen penguatan mata uang rupiah ke depannya. “Perekonomian AS dan global yang cenderung masih melam­bat menyebabkan penundaan kenai­kan uku bunga AS (Fed fund rate),” katanya.

BACA JUGA :  Pemudik Wajib Tahu! Tips Agar Dapat Tiket Pesawat Murah

Selanjutnya, Rangga Cipta me­nambahkan bahwa fokus pelaku pas­ar uang di dalam negeri akan beralih ke kebijakan Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pekan depan.

Pengamat pasar uang Bank Him­punan Saudara, Rully Nova menam­bahkan bahwa aliran dana asing yang masih cenderung terus masuk ke dalam negeri melalui surat utang negara (SUN) menjadi salah satu fak­tor pendorong bagi mata uang rupiah untuk bergerak menguat.

Menurut Rully Nova, tren masuk aliran dana asing ke dalam negeri itu tidak lepas dari prospek fundamental ekonomi Indonesia pada tahun 2016 ini yang akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara, menurut Kepala Ekse­kutif Pengawas Pasar Modal Otori­tas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, perbaikan dan penguatan nilai tukar rupiah akan memberikan dampak yang baik terhadap investasi. Meski­pun demikian, dampak penguatan ini masih harus dilihat lebih lanjut secara terperinci. “Kalau nilai tukar kita membaik, tentu nanti iklim investasi akan membaik,” kata Nurhaida di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Namun demikian, Nurhaida tak bisa menjelaskan berapa lama pen­guatan rupiah akan bertahan. Pasal­nya, kondisi nilai tukar rupiah amat terpengaruh kondisi perekonomian global yang masih bergejolak.

Apalagi, lanjut dia, ada beberapa faktor di sektor finansial dunia yang juga akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Contohnya, suku bunga acuan Federal Reserve atau Fed fund rate yang diperkirakan akan mengalami penyesuaian dalam waktu dekat.

Menurut Nurhaida, hal yang pent­ing dalam menjaga kestabilan rupiah adalah sinergi antara otoritas terkait. Dengan demikian, iklim investasi ter­masuk pasar modal, dapat membaik. “Kita lihat pertumbuhan pasar modal pada semester II 2015 sudah lebih baik dibandingkan semester I. Di awal 2016, sektor pasar modal juga tumbuh bagus. Tantangannya adalah bagaimana kemudian kita bisa men­jaga agar pertumbuhan ini berkelan­jutan,” kata dia.

Sementara, Muhammad Findi Alexandi, pengamat Kebijakan Pub­lik Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, men­gatakan, penguatan rupiah pada hari ini lebih disebabkan karena adanya intervensi BI terhadap cadangan USD. “Pertama, memang karena adanya intevensi Bank Indonesia terhadap cadangan USD. Dalam hal ini Otoma­tis rupiah akan menguat,” kata Findi ketika dihubungi BOGOR TODAY ke­marin.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Bahas Optimalisasi Pemanfaatan Command Center 

Di samping itu, Findi pun me­nyatakan, penguatan rupiah yang cukup signifikan karena nilai ekspor Indonesia semakin bertambah jum­lahnya. Akan tetapi, ia dalam hal ini perlu memastikan seberapa banyak jumlah ekspor Indonesia saat ini. “Kedua, karena jumlah ekspor Indo­nesia bertambah, semakin bertambah nilai ekspor Indonesia maka akan dii­kuti penguatan rupiah,” jelas dia.

Findi mengaku tidak bisa memas­tikan apakah penguatan rupiah terse­but dapat berlangsung lama. Akan tetapi, kalau nilai ekspor terus menin­gkat, maka ada kemungkinan rupiah juga akan tergiring ke penguatan.

Terpisah, Erik Irawan Suganda, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bogor, membenarkan hal tersebut. Pihaknya mengatakan ekspor dan impor di Indonesia me­mang sedang bagus. Hal ini dikare­nakan nilai suku bunga menurun sehingga investasi terus meningkat dan semakin membaik. “Kenaikan investasi di Indonesia terus berlang­sung sampai bulan Februari ini, bah­kan menyentuh angka 40 persen, ini merupakan surga bagi para investor ditanah air,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Bidang Penana­man Modal pada Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor, Joner K Marpaung mengungkapkan, dengan menguatnya nilai tukar rupiah, target realisasi investasi tahun 2016 senilai Rp 5 triliun dapat lebih mudah terca­pai.

“Tahun 2015 saja, realisasi kita Rp 10,77 triliun dari target Rp 4,5 triliun. Nah, kalau rupiah menguat, sangat besar kemungkinannya untuk menca­pai nilai lebih tinggi,” kata Joner.

Ia menambahkan, iklim investasi di Bumi Tegar Beriman memang cen­derung menurun akhir-akhir ini. Mes­ki realisasi tahun lalu surplus cukup besar, namun itu terjadi pada triwu­lan terakhir tahun 2015.

“Kabupaten Bogor ini seksi untuk investasi sebenarnya. Karena kita in­gin menghidupkan perekonomian, khususnya di Cibinong. Untuk me­narik minat orang dari luar Bogor datang ke sini dan membelanjakan uangnya di sini,” lanjutnya.

Menurutnya, banyak orang Bogor bekerja di luar kota dan membelan­jakan uangnya juga di luar kota. “Den­gan banyaknya pusat perbelanjaan, misalnya, maka orang yang kerja di Jakarta, rela menghabiskan uangnya di Cibinong. Jadinya ekonomi bisa tumbuh,” tutupnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================