NILAI tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus menguat. Namun masih rawan jatuh. Apresiasi yang terjadi pada yuan ternyata cukup membantu pergerakan rupiah, Selasa (12/1/2016) pagi.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Analis MNC Securities, Sharlyta Malique, menuturkan meskiÂpun menguat namun keadaan ini sifatnya hanya temporary. Pasalnya, penguatan yang terÂjadi hari-hari sebelunya lantaran ada interÂvensi juga dari Bank Indonesia (BI).
“Kondisi ekonomi makro kita belum benar-benar baik. Belum ada sentimen positif yang mendukung Rupiah untuk menguat,†jelas dia kepada Okezone di JaÂkarta, Selasa (12/1/2016).
Dia melanjutkan, meskipun Yuan China sempat mendapat apresiasi pada perdaganÂgan kemarin, namun dengan ekonomi ChiÂna yang belum stabil masih akan sulit bagi Rupiah untuk menguat secara konsisten. “Sekarang ekonomi China diperkirakan hanya tumbuh 6-7 persen. Karenanya, jika ekonomi akan direstrukturisasi maka yuan akan melemah lagi,†jelas dia.
Melansir yahoofinance, Rupiah Selasa pagi menguat 25 poin atau 0,18 persen ke Rp13.810 per USD. Yahoofinance menÂcatat, Rupiah berada di tingkat tertinggi Rp13.855 per USD, dengan tingkat terenÂdahnya di Rp13.810 per USD.
Sementara Bloomberg Dollar Index, pada perdagangan non-delivery forward (NDF) menguat 24 poin atau 0,1 persen ke Rp13.838 per USD. Pagi ini, RuÂpiah bergerak di kisaran Rp13.813- Rp13.898 per USD.
Pergerakan nilai tukar RuÂpiah saat ini masih berada di bawah tekanan. Diperkirakan tekanan ini masih terus berlanjut dengan sedikit poÂtensi penguatan.
Kepala Riset NH Korindo Securities, Reza Priyambada, menjelaskan meÂmang saat ini Rupiah tertolong dengan terapresiasinya mata uang Yuan China dan beberapa mata uang lainnya. Namun jelang pengumuman rilis data ekonomi dalam negeri menjadi sentimen negatif tersendiri.
“Jelang rilisnya data-data ekonoÂmi Indonesia kami memperkiÂrakan laju Rupiah akan berada di support Rp14.050 per USD dan resisÂtance Rp13.850 per USD. Namun berpeluang kembali menguat sehingga menemÂbus support,†kata Reza, Selasa (12/1/2016).
Dia menjelaskan, saat ini kembalinya harga minyak mentah dunia yang memasuki level psikologis di area USD32,57 per barel cukup menghantui para pelaku pasar forex. Namun hal itu tertolong dengan adanya rebound dari mata uang yuan.
Meski demikian, tukas Reza, investor masih dibayangi oleh data ekonomi Tiongkok yang kian memburuk atau di bawah ekspektasi konsensus. “Seperti Inflasi Tiongkok yang hanya 1,6 persen di tahun 2015 atau hanya 50 persen dari target pemerintah yakni 3 persen. Ini membuat para investor dilanda kekhawatiran karena sebelumnya data manufaktur TiongÂkok juga di bawah ekspektasi,†pungÂkasnya.
(Okez)