JAKARTA, TODAYÂ – Nilai tukar rupiah terÂhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada bursa perdagangan Rabu (30/3/2016) ditutup menguat dibandingkan posisi sehari sebelumnya.
Mengacu data BloomÂberg, rupiah di pasar spot exchange ditutup sebesar Rp 13.258 per dolar AS atau menguat 137,5 poin (1,02 persen) dari penutupan sebelumnya. Rupiah kemarin diperdagangkan denÂgan kisaran Rp 13.217-Rp 13.377 per dolar AS.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah Rabu (30/3/2016) berada di posisi Rp 13.359 per dolar AS atau menguat dari posisi kemarin sebesar Rp 13.363 per dolar AS dengan kisaran perdagangan Rp 13.426- Rp 12.292 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova mengatakan bahwa sentimen paket kebijakan ekonomi jilid XI yang diumumkan kemarin (Selasa, 29/3) kembali direÂspons positif oleh pelaku pasar uang di dalam negeri sehingga nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. “Di tengah minimnya sentimen positif yang beredar lalu muncul penÂgumuman paket kebijakan itu langsung direspon pelaku pasÂar uang sehingga mengurangi tekanan nilai tukar rupiah yang hampir sempat menyenÂtuh level 13.400 per dolar AS pada perdagangan sebelumÂnya,†katanya, kemarin.
Di sisi lain, lanjut dia, harÂga minyak mentah dunia yang mulai bergerak naik juga akan berdampak positif bagi komoÂditas lainnya yang akhirnya dapat menjaga stablitas nlai tukar rupiah. “Meski kenaikan harga komoditas tidak terlalu cepat, namun cukup direspon positif,†katanya.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Rabu (30/3/2016) petang keÂmarin, berada di level 39,00 dolar AS per barel, naik 1,88 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 39,81 dolar AS per barel, menguat 1,71 persen.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa doÂlar AS mengalami tekanan cukup tajam terhadap mayÂoritas mata uang utama duÂnia setelah Ketua Federal ReÂserve Janet Yellen menyatakan proses kenaikan suku bunga acuan AS akan dilakukan seÂcara hati-hati. “Pernyataan itu terbawa ke pasar uang global, mengindikasikan kenaikan suku bunga AS tidak dalam waktu dekat ini,†katanya.Sementara itu, Bank IndoneÂsia meyakini, selama 2016, niÂlai tukar rupiah masih berada dalam tren menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Terhitung 14 Maret 2016, ruÂpiah menguat sampai dengan 5,26% (year to date/ytd) seiring dengan derasnya aliran modal masuk ke Surat Berharga NegaÂra (SBN) dan pasar saham.
“Nilai tukar kita relatif membaik, dengan terapresiasi sebesar 5,26% secara ytd,†ujar Deputi Gubernur Bank IndoneÂsia (BI), Hendar, kemarin.
Akan tetapi, bukan berarti kondisi ini tanpa risiko. TeruÂtama terhadap perusahaan dengan utang luar negeri yang sangat besar. Diharapkan peÂrusahaan mau melakukan lindung nilai terhadap mata uang atau hedging, agar tidak menjadi kerugian di kemudiÂan hari. Baik terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta. “Di tengah sentimen positif yang terus berlangsung di pasar keuanÂgan, tentunya kita tidak boleh terlena,†tegasnya.
Hendar mengingatkan keÂtika periode 2013, saat tiba-tiba rupiah melemah signifikan. Sehingga membuat banyak perusahaan yang mengalami kerugian akibat selisih kurs. PT PLN persero rugi Rp 29,56 triliun, Krakatau Steel Rp 777 miliar. Kemudian Garuda InÂdonesia dengan keuntungan turun menjadi Rp 6,84 miliar dari Rp 1,4 triliun pada 2012. “Masih banyak tantangan beÂsar yang perlu dicarikan solusi bersama-sama agar lindung nilai dapat berjalan dengan baik. Meski volume transaksi di pasar derivatif mulai meÂningkat, jumlah likuiditas vaÂlas domestik masih harus kita tingkatkan agar lebih liquid dan menghasilkan harga yang efisien,†tandasnya.
(Yuska Apitya/dtkf)