Untitled-13JAKARTA, TODAY — Rupiah kembali mencetak rekor baru sejak setahun terakhir. Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) ditutup menguat 7 poin atau 0,05 persen ke posisi 13.375 per dolar Amerika Serikat pada Senin (29/2/2016). Ini merupakan titik terkuat sejak 22 Juli 2015. Optimisme atas perkembangan ekonomi Indonesia mendorong rupiah menguat tajam pada Februari ke titik ter­kuat dalam 8 bulan terakhir. Mata uang Garuda telah terapresiasi 2,92 persen sepanjang Februari. Ini merupakan pen­guatan paling tajam sejak lonjakan 6,61 persen pada Oktober tahun lalu.

“Rupiah, yang sempat melemah dalam satu minggu terakhir, mulai mengembalikan momentum penguatan untuk menuju kisaran Rp 13.300, seir­ing dengan sentimen positif di IHSG dan SUN,” kata Rangga Cipta, ekonom dari Samuel Sekuritas, Senin (29/2/2016).

Akselerasi pertumbuhan PDB pada kuartal IV 2015 dan tingkat inflasi yang rendah memicu aliran masuk modal ke Indonesia. Hal ini didorong optimisme pasar atas prospek ekonomi Indone­sia. Investor asing membukukan net buy lebih dari Rp 4 triliun pada Febru­ari setelah menarik sekitar 2,32 triliun dari bursa saham Jakarta pada Januari. Kepemilikan asing atas Surat Utang Neg­ara naik Rp 13,81 pada 1-24 Februari, se­hingga membuat aliran modal asing ke pasar obligasi pemerintah menjadi Rp 33,6 triliun sepanjang 2016.

BACA JUGA :  Makan Banyak saat Lebaran Naikan Berat Badan? Ini Dia 5 Minuman Bantu Turunkan BB

Ekonomi Membaik

Sementara itu, para ekonom mem­prediksi pertumbuhan ekonomi di kisa­ran 5,1-5,2 persen. Sementara nilai tukar rupiah diproyeksikan berkutat pada Rp13.000-Rp13.500 per USD. “Nilai tu­kar rupiah bahkan bisa menguat lagi,” ujar ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono, Senin (29/2/2016).

Penguatan nilai tukar rupiah terjadi karena perekonomian dunia di awal 2016 mulai membaik. Kondisi ini mam­pu mendongkrak sentimen positif per­ekonomian Indonesia. Seiring dengan itu, daya beli masyarakat Indonesia pun diprediksi meningkat dan akan lebih konsumtif dibanding 2015. “Tahun lalu dolar menguat sehingga orang malas be­lanja. Lebih hemat dan menunda penge­luaran. Tapi tahun ini mereka baru be­lanja lagi kerena dolar melemah,” jelas Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebi­jakan Publik UGM itu.

BACA JUGA :  Rendang Ayam Kampung, Menu Lezat untuk Santapan Keluarga Tercinta

Sementara, tingkat inflasi selama 2016 diprediksi di angka 4,5 persen. Se­dangkan suku bunga Bank Indonesia, Tony optimistis, akan turun lagi seban­yak 25 basis poin dari 7 persen. “Sangat mungkin BI menurunkan BI rate di ang­ka 6,75 persen karena perekonomian In­donesia dan dunia yang semakin mem­baik,” tutur dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM itu.

Namun, penurunan BI rate bisa ter­jadi jika ditopang dengan perbaikan fak­tor ekonomi lainnya. Antara lain, pen­ingkatan aliran modal, tingkat inflansi, dan nilai tukar rupiah.

Terpisah, Ekonom Institut Perta­nian Bogor (IPB), Muhammad Findi, memprediksi nilai tukar rupiah terha­dap dolar AS pada 2016 ada di kisaran Rp13.000-Rp 13.600. “Perhitungan kami bahkan bisa menguat hingga Rp12.600,” ujarnya kepada BOGOR TODAY, kemarin petang.

Sementara untuk BI rate, ia men­gaku pesimistis bisa turun di bawah 7 persen. “Suku bunga sepertinya belum turun. Kami melihat ini terjadi karena struktur neraca perdagangan, komodi­tas primer belum menunjukkan pertum­buhan yang optimal,” tutupnya.

(Yuska Apitya/dtkf)

============================================================
============================================================
============================================================