Untitled-11SALAH satu cara membangkitkam kembali kejayaan Bogor kini dan mendatang, adalah hadirnya pemimpin yang senafas dengan dinamika kepemimpinan dan masyarakat di Bogor sekarang. Terutama, karena seluruh upaya membangkitkan kejayaan Bogor kini dan mendatang, juga memerlukan dukungan dari pemerintah Jawa Barat dan Pemerintah Pusat. Termasuk pemerintah otonom di sekitarnya.

Bang Sem Haesy

BAGI kita, seperti dikemukakan dalam artikel sebelumnya, sudah jelas merujuk pada nilai yang dit­inggalkan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa di Pak­uan Pajajaran (yang terkorelasi dengan Galuh -Pajajaran), Pemimpin Jawa Barat kelak harus mencerminkan pesona dan persona kualita­tif dari insan berperada­ban dan berkeadaban.

Pemimpin Jawa Barat harus merupakan sosok in­sani yang bakal banyak menyelamatkan tata kehidupan sosial masyarakat dan bangsa. Ia kon­sisten menghargai nilai-nilai dasar kehidupan insaniah yang luhur, dalam kehidupan sehari-hari.

Dari sudut pandang ini, dan dari realitas manifestasi nilai-nilai kepe­mimpinan Pakuan Pajajaran kini, rakyat Bogor tak akan kehilangan su­luh ketika melihat fenomena peruba­han yang tengah terjadi dan menyirat­kan kegelapan sosial. Tetapi, rakyat dan pemimpin Bogor tak boleh men­jadi bagian dari kegelapan itu.

BACA JUGA :  Kecelakaan Bus Angkut 35 Orang Terguling usai Tabrak Tebing di Bantul

Sebagaimana pernah dilakukan Prabu Suryakancana, di tengah ke­adaan yang carut marut dan perilaku politik yang mengabaikan etika, in­telektual Bogor perlu mengingatkan siapa saja di sekelilingnya (DKI Ja­karta, Jawa Barat, dan Banten) bahwa dalam kegelapan adab, tidak musta­hil, mereka yang menggunakan jalan licik – bisa saja tampil sebagai peting­gi. Tapi, apabila hal itu terjadi, maka yang akan terjadi adalah kegelapan yang justru akan mematikan bangsa.

Dari Bogor perlu diteriakkan ber­bagai peringatan, bila kegelapan yang akan memayungi tiga wilayah kunci di sekitar Bogor, maka sangat sulit bagi orang cerdas, baik, bekerja keras dan bekerja ikhlas menjalani fungsi kepe­mimpinannya secara baik pula.

Sangat sulit bagi yang sungguh patut memimpin bangsa menjadi pemimpin sungguhan. Karena yang sungguh memegang kebenaran se­benar-benarnya, akan terus dihadang dengan berbagai cara oleh mereka yang lebih suka menyembunyikan kebenaran dan selalu mencari pem­benaran. Amun di bumi, sagala-gala sarwa edan. Eta tandana, tahta teh dicokot ku jelema burung. Anu bener hese mah.. jadi raja bener. Anu bener-bener salalawasna nyekel benerna be­bener kabener.

BACA JUGA :  Rapat Paripurna Terakhir Bima Arya - Dedie Rachim, Sahkan 2 Perda

Bila hal itu terjadi, dari Bogor kita ingatkan, kelak di berbagai sudut negeri, panggung-panggung politik, akademik, dan ekonomi, bakal di­kuasai oleh jelema burung. Sedikit sekali pemimpin yang baik mendapat panggung. Bila kemudian rakyat me­milihnya, begitu memimpin langsung disambar fitnah dan aneka serangan.

Kini, jaman sungsang. Pemimpin yang baik, pekerja keras, cerdas, dan berkomitmen menyejahterakan raky­at, selalu menjadi sasaran penzali­man. Tak habis-habis dizalimi.

Dari Bogor kita serukan: “Ari pamingpin teh mudu bener. Nyaho dibener, nyaho disalah. Nyaho di­hade, nyaho dihenteu pihadeun. Ulah eudeuk digaweeun. Ari nyaho teu pi­hadeeun, teu pihadeeun ka nu diurus. Ulah bener bae pieun nu ngurus. Ulah hade pieun nu ngurus wungkul.”

Pemimpin itu, kudu berani men­egakkan kebenaran dan faham mem­bedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta berkemampuan menjadi teladan atas mereka yang dipimpin.

============================================================
============================================================
============================================================