Oleh: ARISTA ATMADJATI
owner Arista Travel and Tour, anggota Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) DPC Jakarta Barat, dosen tamu sejumlah PTN dan PTS
Dalam pengertian awam, semua sepakÂat, MEA adalah era perdagangan global bebas intranegara ASEAN yang mulai diberlakukan Desember 2015. Apakah kita meÂmahami sejarah perjalanan awal terbentuknya kesepakatan MEA? Ada baiknya perlu kita lihat kemÂbali awal kesepatan MEA dan prospeknya di masa mendatang.
Sejak dibentuknya ASEAN seÂbagai organisasi regional tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerja sama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan.
Awalnya kerja sama ekonomi difokuskan pada sejumlah program, di antaranya pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usÂaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (compleÂmentation scheme) antarpemerinÂtah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN.
Contohnya, ASEAN Industrial Projects Plan (1976), PreferenÂtial Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial ComplementaÂtion Scheme (1981), ASEAN IndusÂtrial Joint-Ventures Scheme (1983) hingga Enhanced Preferential Trading Arrangement (1987).
Niat itu pun mulai dirintis pada dekade 1980 dan 1990-an. Ketika itu sejumlah negara di berbagai dunia mulai melakukan upaya menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi.
Saat itulah negara-negara angÂgota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerja sama adalah dengan saling membuka perekonomian masing-masing. Harapannya kelak, dapat mencipÂtakan integrasi ekonomi kawasan.
Niat itu kian dipertegas pada KTT ke-5 ASEAN di Singapura pada 1992. Saat itu ditandatanÂgani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic CoÂoperation sekaligus menandai diÂcanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 1 Januari 1993 dengan Common Effective PrefÂerential Tariff (CEPT) sebagai meÂkanisme utama.
Pendirian AFTA memberikan impikasi dalam bentuk penguÂrangan dan eliminasi tarif, pengÂhapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhaÂdap kebijakan-kebijakan fasilitasi perdagangan. Dalam perkemÂbangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi.
Lantas, hal itu kian mengeruÂcut di KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003. Saat itu disepakati pembentukan komunitas ASEAN sebagai pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC). AEC bertujuan unÂtuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terÂampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas.
KTT Bali menetapkan juga sektor-sektor prioritas yang akan diintegrasikan. Antara lain, produk pertanian, otomotif, elekÂtronik, perikanan, produk-produk turunan dari karet, tekstil dan pakaian, produk-produk turunan dari kayu, transportasi udara, e- ASEAN (ITC), kesehatan, hingga pariwisata.
Dalam perkembangannya, taÂhun 2006 jasa logistik dijadikan sektor prioritas ke-12. KTT ke-10 ASEAN di Vientiene 2004, anÂtara lain menyepakati Vientiane Action Program (VAP), panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC tahun 2020.
ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur, Agustus 2006 juga membuat semacam cetak biru (blueprint). Tujuannya untuk menindaklanÂjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC tahun 2015.
Ini menjadi konsisten denÂgan hasil Bali Concord II, yang di dalamnya terdapat target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakoÂmodasikan kepentingan negara-negara anggota ASEAN.
KTT ke-12 ASEAN di Cebu, JanÂuari 2007 juga menghasilkan kesÂepakatan bernama Declaration on the Acceleration of the EstablishÂment of an ASEAN Community by 2015.
Dalam konteks tersebut, para menteri ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun Cetak Biru ASEAN Economic CommuÂnity (AEC).
Isinya, rencana kerja strateÂgis dalam jangka pendek, menenÂgah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya inteÂgrasi ekonomi ASEAN, yaitu: