Untitled-6MANIAK membaca, kutu buku dan cengeng saat membaca buku novel mem­buat orang sering menilai Maria Nova Sitanggang sebagai wanita dewasa yang masih kekanak-kanakan. Apalagi ia sangat mencintai komik dan novel-novelnya Mira W, yang bisa di­katakan buku bacaan yang sangat tidak Alkitabiah.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Sebenarnya saya kasihan pada orang-orang yang menilai saya itu. Mereka kan tak tahu bahwa saya juga mencintai kitab suci saya. Masak saya mau baca kitab suci sam­bil jalan? Kalau baca novel kan bisa,” kata wanita peranakan Tionghoa-Sumatera Utara ini.

Sebenarnya ada beberapa level membaca, sambung dia, namun kepuasannya sama saja dan baginya membaca adalah kesenangan. Menurut dia dengan membaca, banyak yang bisa digali dan menemukan banyak informasi.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 19 April 2024

“Kesenangan membaca menaikkan level ba­caan saya menjadi, membaca untuk informasi. Apa yang saya temukan di novel, atau fiksi, saya gali dan cari, ini real-nya bagaimana. Di sinilah, membaca tak lagi bermakna kesenangan, tetapi mencari informasi,” ungkapnya.

Tak berhenti sampai di situ, kini membaca baginya sudah sampai di level membaca untuk aplikasi. Artinya apa yang dia baca, dia refleksi­kan mana yang bisa diterapkan dalam kehidu­pannya. “Terkadang saya ingin berkisah tentang fiksi yang baru saya nikmati melalui media sosial. Kadang saya bingung bagaimana meng­utarakan terimakasih pada penulis-penu­lis fiksi itu,” terangnya sambil tertawa.

Maria menambahkan, apapun buku yang dibaca meskipun tidak menyesatkan, adalah ilmu yang sedang diserap, meskipun hanya sebatas komik dan juga buku novel. Bahkan ia mampu menilai antara orang yang gemar membaca buku dengan yang tidak dari cara bicara mereka.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Ingatkan PPPK untuk Melayani Masyarakat Kabupaten Bogor Secara Optimal

“Kalau orang suka baca buku pasti kosakat­anya banyak dan selalu update, selain itu mereka yang membaca ini selalu bertutur sangat sopan dan terdidik. Sedangkan bagi yang jarang mem­baca buku, biasa-biasa saja saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya, malahan cenderung ti­dak beraturan kosakatanya,” ujarnya.

Ia menilai, di Indonesia sendiri minat mem­bacanya kurang, itulah mengapa banyak penulis-penulis yang Knockout (KO) setelah meluncur­kan satu atau dua buku. Tidak banyak penulis yang mampu bertahan dengan masayarakat yang kurang minat membacanya.

============================================================
============================================================
============================================================