MANIAK membaca, kutu buku dan cengeng saat membaca buku novel memÂbuat orang sering menilai Maria Nova Sitanggang sebagai wanita dewasa yang masih kekanak-kanakan. Apalagi ia sangat mencintai komik dan novel-novelnya Mira W, yang bisa diÂkatakan buku bacaan yang sangat tidak Alkitabiah.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Sebenarnya saya kasihan pada orang-orang yang menilai saya itu. Mereka kan tak tahu bahwa saya juga mencintai kitab suci saya. Masak saya mau baca kitab suci samÂbil jalan? Kalau baca novel kan bisa,†kata wanita peranakan Tionghoa-Sumatera Utara ini.
Sebenarnya ada beberapa level membaca, sambung dia, namun kepuasannya sama saja dan baginya membaca adalah kesenangan. Menurut dia dengan membaca, banyak yang bisa digali dan menemukan banyak informasi.
“Kesenangan membaca menaikkan level baÂcaan saya menjadi, membaca untuk informasi. Apa yang saya temukan di novel, atau fiksi, saya gali dan cari, ini real-nya bagaimana. Di sinilah, membaca tak lagi bermakna kesenangan, tetapi mencari informasi,†ungkapnya.
Tak berhenti sampai di situ, kini membaca baginya sudah sampai di level membaca untuk aplikasi. Artinya apa yang dia baca, dia refleksiÂkan mana yang bisa diterapkan dalam kehiduÂpannya. “Terkadang saya ingin berkisah tentang fiksi yang baru saya nikmati melalui media sosial. Kadang saya bingung bagaimana mengÂutarakan terimakasih pada penulis-penuÂlis fiksi itu,†terangnya sambil tertawa.
Maria menambahkan, apapun buku yang dibaca meskipun tidak menyesatkan, adalah ilmu yang sedang diserap, meskipun hanya sebatas komik dan juga buku novel. Bahkan ia mampu menilai antara orang yang gemar membaca buku dengan yang tidak dari cara bicara mereka.
“Kalau orang suka baca buku pasti kosakatÂanya banyak dan selalu update, selain itu mereka yang membaca ini selalu bertutur sangat sopan dan terdidik. Sedangkan bagi yang jarang memÂbaca buku, biasa-biasa saja saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya, malahan cenderung tiÂdak beraturan kosakatanya,†ujarnya.
Ia menilai, di Indonesia sendiri minat memÂbacanya kurang, itulah mengapa banyak penulis-penulis yang Knockout (KO) setelah meluncurÂkan satu atau dua buku. Tidak banyak penulis yang mampu bertahan dengan masayarakat yang kurang minat membacanya.