Untitled-10PEMERINTAH melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan memberikan insentif bagi para pengembang yang membangun perumahan dengan pola hunian berimbang dalam mendorong program Satu Juta Rumah. Selain itu, mempermudah perizinan pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah bersubsidi di daerah.

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]

Pemerintah ingin agar peraturan terkait pola hunian berimbang ini bisa dilaksanakan secara mu­dah oleh pengembang. Untuk itu, kami akan memberikan insentif dan kemudahan perizinan bagi pengembang yang mampu melaksanakan peraturan pola hunian berimbang tersebut,” ujar Direktur Jenderal Penyediaan Peruma­han Kementerian PUPR, Syarif Burhan­uddin, di Aula Perum Perumnas, Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Syarif menekankan bahwa pola hu­nian berimbang yang diwajibkan bagi para pengembang adalah pembangunan rumah dengan perbandingan 1 : 2 : 3. Hal itu dapat diartikan ketika pengembang membangun satu rumah mewah maka dalam satu kawasan yang sama mereka juga wajib membangun dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana untuk MBR. “Pengembang jangan jadikan pola hunian berim­bang ini menjadi momok yang mena­kutkan untuk dilaksanakan karena memang sesuai dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pe­rumahan dan Kawasan Permukiman. Melalui pola pembangunan tersebut maka MBR juga bisa mendapat kes­empatan memiliki rumah yang layak huni karena harga rumah sederhana sudah ditetapkan oleh pemerintah,” kata Syarif.

Lebih lanjut, Syarif menuturkan, beberapa insentif yang ditawarkan oleh pengembang antara lain pem­bangunan rumah sederhana bisa dimungkinkan tidak dalam satu hamparan mengingat harga tanah yang berbeda-beda di setiap daerah. Selain itu adalah bantuan prasarana sarana dan utilitas (PSU) seperti ja­lan lingkungan, saluran air dan pen­erangan jalan umum di perumahan sederhana yang memang dibangun oleh pengembang.

BACA JUGA :  Sajian Malam Hangat dengan Bakso Udang Kuah Bening yang Gurih dan Mantap, Wajib Coba

“Dari sisi pembiayaan tentunya masyarakat yang membeli rumah sederhana bisa memanfaatkan KPR bersubsidi dari pemerintah. Jadi pengembang jangan hanya men­cari keuntungan saja tapi juga harus melaksanakan kewajibannya untuk membangun rumah bagi MBR,” tan­dasnya.

Pemerintah juga tidak menutup mata adanya kenaikan harga lahan untuk perumahan. Namun, bukan berarti peraturan pola hunian berim­bang tak dilaksanakan.

“Pemerintah daerah perlu meng­gandeng pengembang agar mau membangun dengan pola hunian berimbang ini. Jika hal itu bisa terlak­sana maka program satu juta rumah tahun ini bisa tercapai,” harapnya.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Perumnas Himawan Arief Sugoto menerangkan, Perum Pe­rumnas mendukung pelaksanaan pembangunan tumah dengan pola hunian berimbang ini.

Cuma, pihaknya meminta pemerintah untuk tidak fokus pada pembangunan rumah tapak saja tapi juga rumah susun. “Pola hu­nian berimbang tidak hanya untuk rumah tapak saja tapi juga untuk rumah susun. Perumnas juga ingin agar pemerintah bisa mendorong pengembang besar yang banyak membangun rumah rumah susun atau apartemen untuk ikut memban­gun Rusunami di perkotaan sehing­ga MBR juga bisa tinggal di kota,” ujar Himawan.

Sementara itu, hingga Maret 2016, realisasi fisik pembangunan Satu Juta Rumah yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lewat Direktorat Jenderal Penyediaan Pe­rumahan baru mencapai 0,4%, se­hingga belum ada satu rumah pun yang telah berdiri.

BACA JUGA :  Resep Membuat Soto Ayam Bening Khas Solo yang Sedap dan Nikmat, Bikin Ketagihan

Menurutnya ada beberapa per­masalahan yang dihadapi sehingga perkembangan program sejuta rumah di tahun 2016 berjalan lam­bat. Salah satu masalah yang diha­dapi adalah belum sejalannya antara pemerintah dan pengembang.

Pengembang, kata dia, meng­harapkan Pemerintah memberikan stimulus terlebih dahulu dengan melakukan pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan permu­kiman, baru mereka mau melaku­kan pembangunan rumah.

“Kalau penyediaan jalan diada­kan sebelum rumahnya terbangun, ketika rumah baru akan dibangun jalan tersebut dilewati oleh kenda­raan pengangkut alat barat sehingga menyebabkan jalan menjadi rusak,” kata Direktur Perencanaan Penyedi­aan Perumahan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Deddy Per­madi, kemarin.

Untuk itu, menurutnya, Pengem­bang harus terlebih dahulu meny­elesaikan kewajiban membangun rumah baru Pemerintah menye­diakan jalannya. Tujuannya, agar jalan yang sudah terbangun tidak rusak karena dilewati kendaraan angkut alat berat. “Sekarang kita upayakan rumahnya jadi dulu baru kita bangun jalannya. Sebab ini yang membuat dana program sejuta rumah berkurang dari yang dialoka­sikan sebelumnya,” sambung dia.

Tahun ini ditargetkan dapat ter­bangun sebanyak 112.992 unit rumah yang menjadi bagian pemerintah dalam Program Sejuta Rumah. “Sam­pai sekarang realisasi fisiknya sekitar 0,4%,” kata dia.

Dari sisi serapan anggaran pun terpantau masih belum terlalu sig­nifikan. Dari pagu dana Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR yang sebesar Rp 7,69 triliun, serapannya baru seki­tar 7,6%. “Dana tersebut baru untuk bayar-bayar uang muka pemban­gunan wisma atlet di Kemayoran,” pungkasnya.(*)

============================================================
============================================================
============================================================