Kesaksian Mantan Sekertaris Dewan (Sekwan), Subur Herdiman dihadapan Majelis Hakim nampaknya terkesan seperti angkat tangan dalam menyikapi soal perbedaan harga lahan Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor di antara Pemkot Bogor dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bogor.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Didalam sidang lanjuÂtan Pengadilan NegÂeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung pada Rabu (3/8) lalu, ketika ditanyakan Jaksa PenunÂtut Umum (JPU) soal keterkaiÂtan Notulensi (Catatan, Red) sisa dana bagi salur senilai Rp 31,9 miliar yang ditambahkan dengan dana APBD hasil dari evaluasi Gubernur Jawa Barat, Subur Herdiman mengklaim tiÂdak mengetahui hal itu.
Permasalahan ini mengeruÂcut karena ada perbedaan nilai anggaran yang dikeluarkan SK Ketua DPRD, Untung Maryono senilai Rp 17,5 miliar dengan Perda Nomor 7 Tahun 2014 yang dikeluarkan Walikota BoÂgor, Bima Arya tentang pembeÂlian lahan untuk relokasi PKL Ma Salmun yang tertera Rp 43,1 miliar.
“Tidak tahu, kalau yang ada di KUPPAS, nilai kajiannya sebesar Rp 200 juta. Dari situ baru tahu ada SK dari Ketua Dewan untuk pembelian lahan Jambu Dua sebesar Rp 17,5 milÂiar,†paparnya.
Penasehat hukum dari terÂdakwa Hidayat Yudha Priatna, Aprian Setiawan langsung mengklaim hal itu merupakan fakta baru yang telah diakui oleh para saksi, terutama pada saksi Sekwan yakni Subur Herdiman.
“Di kesaksiannya dia menÂgaku tidak tahu soal notulen yang dimaksud saksi Lorina tentang perbedaan nilai pemÂbelian lahan Jambu Dua. SeÂmentara SK DPRD Rp 17,5 milÂiar dan Perda yang ditetapkan oleh Walikota terkait pembeÂlian lahan di warung jambu itu tertuang Rp 49 miliar,†terangÂnya.
Terkait hal itu, Aprian menÂgatakan bahwa kesaksian para saksi yang sudah dihadirkan dalam sidang sudah meruntut kepada pimpinan daerah yang artinya kliennya dirasa tak berÂsalah dalam perkara Jambu Dua ini.
“Para saksi selama ini sudah merujuk ke atas yah. Jadi saksi selanjutnya pasti makin seru dan makin terang benderang masyarakat bisa mengetahui siapa aktor dibalik perkara ini,†katanya.
Sedangkan Sekjen P5KP, Rudi Jaenudin menganggap keterangan para saksi sudah mulai terang bahwa apa yang disampaikan lebih mengarah pada pertemuan pada tanggal 27 Desember 2014 di ruang Walikota Bogor.
“Dimana pada saat itu (27 Des 2014) hadir Walikota, SekÂda, Angkahong dan SekertarisÂnya. Sementara Pak Wakil dan Pak Yudha hadir tapi telat,†katanya.
Menurut Rudi, patut diÂduga ada skenario yang dibuat oleh seseorang. Maka dari itu, jika merujuk pada pengakuan saksi-saksi sudah sepatutnya masyarakat membuka mata bahwa kasus pembelian lahan di Jambu Dua lebih mengarah pada pimpinan baik di eksekuÂtif maupun legislatif.