BOGOR TODAYÂ – Pemkot Bogor belum bisa mengambil kebijakan terkait gaduh dan kisruh di kantor Unit Layanan PenÂgadaan (ULP) Kota Bogor. Banyak pihak menyebut, ULP kini layak diubah namanÂya menjadi Unit Layanan Preman.
WaliKota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengaku, ia belum bisa menentukan naÂsib kantor Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Bogor yang kerap disusupi preman sehingga membuat situasi tidak kondusif. Selain itu, perihal status pegawai ULP yang bekerja multi tupoksi juga belum disikapi dengan matang.
Merujuk pada Peraturan Presiden ReÂpublik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 disebutkan, pegawai ULP didalamnya memiliki enam syarat yang harus dipatuhi karena tertera pada pasal tersebut.
ULP sendiri merupakan wadah bagi para kontraktor untuk memyediakan baÂrang dan jasanya dalam pembangunan suatu daerah. Tentunya proses lelang ini dilakukan dengan sayembara dan jangan lupa anggaran disetiap pembangunan yang mengunakan jasa kontraktor meruÂpakan uang negara.
Bima Arya menjelaskan, pihaknya seÂdang mengkaji usulan terkait kepegawaÂian ULP itu sendiri. Dirinya mengaku, ada usulan untuk menaikan status pegawai pada ULP Kota Bogor. “Kami sedang memÂbahasnya, mungkin akan direalisasikan taÂhun depan,†kata dia.
Politikus Partai PAN ini, mengatakan, untuk kantor ULP kerap disusupi preman sehingga tidak kondusif. Ia menegaskan, ini bukan hanya pada faktor keamananÂnya tapi harus dibenahi dari hulunya terÂlebih dahulu jangan ujungnya saja yang dibenahi. “Mau dijaga sampai 1000 aparat, selama masih ada potensi kisruh tetap akan terjadi,†akunya. “Jika ingin dijaga permanen kan ada anggarannya, maka harus kita kaji dan dipersiapkan, mungkin pada tahun 2016 bisa direalisasiÂkan,†tambahnya.
Menurut Bima, pihaknya untuk sekaÂrang hanya bisa menghimbau kepada seÂmua pihak untuk meredam agar kantor ULP tetap kondusif. Ia juga mengatakan, kepada semua pihak untuk menghargai proses lelang yang dilakukan ULP Kota Bogor.
Anak kesayangan Hatta Radjasa itu juga menambahkan, proses lelang di ULP memang dilaksanakan secara terbuka dan dapat disaksikan oleh siapa saja. Mungkin itu yang kerap timbul gesekan-gesekan seÂhingga banyak oknum yang tidak bertangÂgung jawab ikut campur dalam pengadaan lelang tersebut. “Proses lelang itu kan terbuka, jadi bisa saja dipergunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan tertentu,†tuntasnya.
(Rizky Dewantara)