Untitled-4Pelemahan ekonomi nasional akibat krisis keuangan global, telah berdampak negatif terhadap sektor ril di Indonesia. Kondisi ini diperburuk oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Pertumbuhan ekonomi pun jati taruhan.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Untuk menyelamatkan sektor ril dari keterpurukan akibat tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap USD, berb­agai kalangan termasuk Presiden Joko Widodo minta agar Bank Indonesia (BI) menu­runkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate). Namun hingga saat ini, BI belum memenuhi permintaan tersebut. Hanya saja bank sentral tampaknya sudah mulai membuka peluang untuk melonggarkan kebijakan di sisi moneternya melalui penurunan suku bunga acuan atau BI rate.

Peluang penurunan BI rate bisa dilakukan jika berbagai indika­tor makro ekonomi mendukung seperti tingkat inflasi yang rendah dan terjaganya nilai tukar rupiah di batas ‘aman’.

BI memperkirakan angka inflasi di tahun ini di kisaran 3,6% atau lebih rendah dari perkiraan awal di angka 4% plus minus 1%.

BACA JUGA :  Menu Diet dengan Sup Sayuran Kuah Bening yang Rendah Lemak

Meskipun nilai tukar rupiah terhadap USD masih naik-turun, namun di bulan Oktober lalu sem­pat mengalami perbaikan. Rupiah sempat menguat tajam di kisaran Rp 13.200/USD. Padahal, sebel­umnya USD sempat melesat nyaris ke level Rp 14.000.

Namun, secara akumulasi, rupi­ah masih melemah sekitar 10% di sepanjang tahun ini. Posisi rupiah yang dinilai belum ‘aman’ ini mem­buat BI ‘tarik-ulur’ menentukan arah suku bunganya.

Jika BI rate diturunkan, ada kekhawatiran aliran dana asing ‘ka­bur’ dari Indonesia sehingga akan menekan rupiah. Namun, di sisi lain, sektor riil juga perlu dijaga. Jika BI rate diturunkan, ini akan membuka peluang penurunan tingkat suku bunga oleh kalan­gan perbankan. Hal ini akan men­dorong tumbuhnya sektor riil.

“Dalam situasi sekarang me­mang kita lihat tekanan di mata uang. Tapi kita harus selamatkan sektor riil kita. Yakni dari infrastruk­tur yang dibangun, insentif. Dunia usaha yakni UMP atau upah sek­toral, juga pembiayaannya,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dalam media briefing, di Hotel Harris, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (8/11/2015).

BACA JUGA :  Minuman Segar dengan Es Madu Lemon Blewah yang Enak Dinikmati saat Cuaca Panas

Menurutnya, sektor riil saat ini perlu terus digenjot untuk bisa merangsang pertumbuhan ekono­mi. Penurunan BI rate akan sangat membantu. “Kalau memang ada ruang agar pembiayaan sektor riil kita lebih murah ya kami dukung. Apalagi, kami ingin putar ekonomi. Meskipun faktor-faktornya harus diperhatikan. Ruang (pelonggaran) kami sepakat ada. Tapi pertim­bangkan variabelnya. Inflasi, sudah kondusif. Tapi perlu perhatikan risikonya,” jelas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pembiayaan dan Pengelo­laan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menambahkan, dengan penurunan BI rate justru akan menambah likuiditas di sek­tor perbankan. Suku bunga kredit turun, akan menarik banyak pinja­man.

“Itu bisa dimanfaatkan sektor riil. Ini malah menambah likuiditas seharusnya,” imbuh Robert. (net)

============================================================
============================================================
============================================================