DALAM berbagai kitab peraturan memang tidak diketemukan kata istilah selingkuh (cheating). Banyak pakar mengartikan selingkuh sebagai tidak berterus terang, tidak jujur, suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan diri sendiri
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Baoesastra Djawa yang disusun oleh W.J.S. Peorwadarminta , slingkoeh/selingkuh diartikan sebagai ora bares (tidak berterus terang/ada sesuatu yang disembunyikan). Dalam percakapan sehari-hari selingkuh sering disamakan pula dengan kata istilah seleweng atau serong, atau perbuatan sebagaimana layaknya suami istri yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah, dimana salah satu atau keduanya masih terikat oleh tali perkawinan sah dengan wanita / pria lain.
Sejalan dengan pengertian di atas, dalam Kitab Undang – UnÂdang Hukum Pidana (KUHP), selÂingkuh bisa disamakan dengan kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya tentang perbuatan zina (overspel) atau mukah, seÂbagaimana diatur dalam Pasal 284. Pasal tersebut prinsipnya merumuskan, diancam dengan pidana penjara paling lama semÂbilan bulan, seorang pria yang telah kawin melakukan zina dan seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina.
Ketentuan di atas merupakan delik aduan (klach delik) artinya bahwa perbuatan zina baru meruÂpakan tindak pidana manakala diadukan oleh pihak yang berÂhak, dalam hal ini suami atau isÂtri yang sah. Bila mengacu pada ketentuan pasal di atas, maka pria yang berbuat mesum dengan PSK, sepanjang tidak ada pengaduan dari para pihak yang berhak dan berkepentingan, memang bukan selingkuh. Namun demikian, ia telah melakukan tindak pidana kesusilaan yang biasanya sanksinÂya telah dirumuskan dalam perÂaturan yang dibuat oleh tiap – tiap daerah atau yang biasa disebut Peraturan Daerah (Perda).
Misalnya di Kota Bogor telah dituangkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a Perda No. 8 Tahun 2006 Tentang Ketertban Umum, yang berbunyi: “Setiap orang dilarang berada di jalan umum atau temÂpat-tempat yang mudah dilihat umum atau tempat terselubung untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kesÂusilaanâ€. Adapun sanksi pidana atas ketentuan peraturan diatas diatur lebih lanjut pada Pasal 30 ayat (1), yakni pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (*)