BOGOR TODAYÂ – Permasalahan panjang semakin menyeruak dan muncul kepermukaan terÂkait rencana pembangunan kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) di Kota BoÂgor. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2015 tentang LRT diseÂbutkan bahwa lokasi titik akhir LRT di Kota Bogor adalah terÂminal Baranangsiang, Namun dalam perjalanan akan menuju ke realisasi pembangunan, tiba tiba Pemerintah Kota Bogor dan Walikota Bogor mengajuÂkan usulan merubah jalur LRT ke kawasan Tanah Baru dan Kedung Halang. Otomatis siÂkap Walikota tersebut melawan keputusan Presiden Jokowi yang sudah diturunkan.
Berbagai kecaman dan sorotan berdatangan dari berÂbagai kalangan terkait langÂkah dan sikap Walikota Bima Arya itu, namun Walikota seoÂlah tidak bergeming dengan perkembangan dinamika soal LRT, bahkan politisi PAN itu terkesan tutup mata serta telinÂga dengan keputusannya yang akan melawan Perpres.
Ketika ditemui PAKAR di ruang kerjanya, Walikota Bogor Bima Arya enggan berkomentar banyak soal perkembangan LRT. Bima juga mengungkapkan bahwa soal perubahan jalur LRT dari terÂminal Baranangsiang ke TaÂnah Baru dan Kedung Halang, merupakan permintaan dari piÂhak Kementrian, baik KemenÂtrian PU maupun Kementrian Perhubungan.
“Kementerian yang meÂminta untuk dialihkan ke TaÂnah Baru dan Kedung Halang, jadi Pemkot masih mempertimÂbangkan soal peralihan jalur LRT tersebut,†ungkap Bima.
Bima menjelaskan, keingiÂnan dari Kementrian soal peÂrubahan jalur sangat sejalan dengan keinginan Pemkot BoÂgor. Jadi Pemkot juga setuju diaÂlihkan ke Tanah Baru, karena disana nantinya akan dibangun konsep pengembangan baru Kota Bogor. Akan ada kawasan terintegrasi di lokasi Tanah Baru, selain ada terminal tipe A.
“Kita sebetulnya ingin LRT itu ke Tanah Baru sesuai denÂgan konsep pengembangan Kota Bogor, dan Kementrian juga setuju LRT dialihkan ke Tanah Baru. Tapi semuanya masih dalam kajian,†jelasnya.
Terpisah, pernyataan WaÂlikota yang melemparkan ke Kementrian soal peralihan jalur LRT, mendapat sorotan tajam dari jajaran legislatif di gedung DPRD Kota Bogor.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono menÂgatakan, tidak mungkin KemenÂtrian mau melawan keputusan Presiden, karena Perpres itu justru yang membuat berbagai pihak, dari mulai Kementrian-kementrian, pihak Gubernur, Walikota maupun Bupati. Jadi sangat aneh kalau ada KemenÂtrian yang mau melawan kepuÂtusan Presiden.
“Masa Kementrian mau melawan Kepres, jadi soal peraÂlihan itu pasti murni usulan dari Pemkot Bogor, dan harus dicari tahu, motifnya apa peralihan itu, kepentingannya apa serta bagaimana berbagai persiapan serta kajiannya kalau dialihÂkan, termasuk persiapan untuk merubah Perpres,†tegasnya.
Menurut Heri, Pemerintah Kota Bogor mencari masalah baru dan mencari konflik horiÂzontal dengan melawan PerÂpres soal LRT, dengan menguÂsulkan pemindahan jalur rute LRT dari terminal BaranangÂsiang ke Tanah Baru dan KeÂdung Halang. Langkah Pemkot Bogor itu juga sebagai bentuk upaya untuk menghilangkan fungsi terminal Baranangsiang, padahal sudah jelas bahwa terminal Baranangsiang itu di programkan menjadi pusat penanganan transportasi dan angkutan di Kota Bogor, seÂdangkan kawasan Tanah Baru adalah untuk pembangunan terminal tipe A.
“Pemkot mencari mati denÂgan melawan Perpres soal LRT. Kami di DPRD menyarankan agar Walikota dan Pemkot BoÂgor mengikuti Perpres yang ada, karena lokasi yang ditenÂtukan oleh Perpres itu sudah tepat dan sangat sesuai untuk disinkronkan dengan terminal Baranangsiang sebagai pusat transportasi Kota Bogor kedeÂpan,†jelasnya.
Sebagai bentuk efisiensi dan dukungan penuh terhadap program pemerintah pusat, Pemerintah Kota Bogor sebaiÂknya mengikuti Perpres yang sudah ada, dan menyiapkan lokasi terminal Baranangsiang. Sedangkan untuk kawasan TaÂnah Baru harus sudah dimulai proses pembebasan lahannya, karena anggaran pembebeÂsan lahan sudah disediakan di APBD 2016 sebesar Rp15 miliar.
“Kalau Tanah Baru itu unÂtuk terminal tipe A sudah ada dalam RPJP dan RPJMD, jadi rencana pembangunan termiÂnal tipe A harus terus berjalan, tetapi soal LRT, Pemkot haÂrus tegas bersikap dan jangan berani mengambil kebijakan melawan aturan Presiden, seÂbab nanti ujungnya akan meÂnimbulkan berbagai masalah. Kalau sudah menjadi masalah, semua pihak akan ikut terkÂenda dampaknya, terutama masyarakat Kota Bogor,†tanÂdasnya.
(Abdul Kadir|Yuska Apitya)