“SUNGGUH, telah ada pada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allahâ€. (QS. Al- Ahzab (33) :21)
Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor
Rasulullah mendiÂdik manusia bukan dengan ilmunya dan bukan dengan pikiÂrannya yang direka-reka. Sebagai utusan Allah, RasuÂlullah SAW tidak menambah atau mengurangi kehendak Al-Qur’an dalam pendidikan yang diwujudÂkannya. Dalam waktu hanya 23 tahun saja, pendidikan Rasulullah sudah berhasil sampai ke seluruh dunia.
Rasulullah mampu mendidik seorang jagoan kampung semaÂcam Khalid bin Walid sehingga menjadi jenderal. Atau preman semacam Umar bin Khattab yang kemudian menjadi kepala negara yang tiada tandingannya di masa sekarang ini. Bagaimana budak semacam Salman al-Farisi yang sebelumnya hanya mengeÂnal cara menanam dan merawat kurma di Madinah bisa menjadi Gubernur yang sukses di Persia. Dan bagaimana pula pengembala kambing seperti Abdullah bin Mas’ud bisa menjadi ahli tafsir al-Qur’an? Ada beberapa rahasia mendidik yang dilakukan oleh RaÂsulullah SAW.
Pertama, pendidikan yang dibangun atas dasar iman. HingÂga dengan keyakinan inilah, keÂmudian muncul pribadi-pribadi yang bisa mengendalikan diri dan pribadi yang memiliki keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. SegingÂga memmancarkan pribadi yang jujur, bertanggungjawab, amaÂnah dan berakhlak mulia.
Kedua, mengutamakan baÂhasa perbuatan lebih baik dari perkataan. Aisyah menyebut RaÂsulullah SAW sebagai Al Qur’an yang berjalan. Sebutan itu tidak salah, mencermati Sirah NabawiÂyah menjadikan kita menuai keÂsadaran rekonstruksi pemikiran dan tindakan Rasulullah SAW. Beliau berbuat dulu, baru meÂnyerukan kepada kaumnya unÂtuk mengikutinya. Keshalihan individu berhasil membentuk keshalihan kolektif di masyarakat Makkah dan Madinah.
Ketiga, mendidik berbasis miÂnat dan bakat. Rasulullah sangat tahu bahwa masing-masing sahaÂbatnya memiliki kelebihan dan keunikan yang berbeda-beda. Karena itu beliau tidak membeÂbani mereka untuk melakukan sesuatu diluar bakat dan kapasiÂtas alamiah mereka. Hingga akhÂirnya timbullah manusia-manusia istimewa dengan basis bakat alaÂmiah masing-masing.
Khalid bin Walid misalnya. Ia dari awal memiliki bakat kemilitÂeran yang menonjol. Karena itu, Rasulullah SAW membina Khalid agar menjadi panglima perang yang handal. Abdurrahman bin Auf memiliki bakat di bidang perdagangan. Maka beliaupun membinanya hingga akhirnya Abdurrahman bin Auf pun menÂjadi salah satu konglomerat Islam yang banyak memberikan sumÂbangan harta bagi kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Keempat, mendidik dengan do’a. Rasulullah SAW mengaÂjarkan bahwa do’a adalah sesÂuatu yang sangat penting bagi setiap mukmin. Dan Beliau pun memberikan contoh bagaimana berdo’a dalam berbagai situasi dan kondisi. Dengan berdo’a poÂtensi lahiriah yang sebenarnya terbatas dapat dilipatgandakan dayahunanya sehingga dapat meÂlebihi keadaan apabila tidak disÂertai dengan do’a.
Dari semua dasar pendidikan di atas, upaya yang dilakukan RaÂsulullah bukan sekedar lahiriyah saja, namun juga didukung oleh bathiniyah yang memadukan aspek kognitif, afektif dan psikoÂmotorik sehingga kesuksesan dan kejayaan bisa diraih.
Rasulullah SAW sudah memÂberikan teladan itu dengan memÂbangun pendidikan berbasis morÂal dan etik. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pendidikan kita sekarang ini yang penuh denÂgan berbagai masalah, hendaklah kita kembali kepada sistem penÂdidikan Rasulullah SAW, jika kita menginginkan kejayaan dan kesÂuksesan di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam. (*)