SENSUS ekonomi 2016 yang diselenggarakan mulai Minggu (1/5/2016) hingga sebulan ke depan akan menentukan kondisi terkini dari dalam negeri. Data tersebut akan menjadi dasar untuk mengakumulai Produk Domestik Bruto (PDB) sampai dengan pelaksanaan sensus selanjutnya, yakni 10 tahun mendatang.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Sensus ekonomi menjadi seÂbuah kewajiban. Tidak hanya oleh Badan Pusat Statistik (BPS) selaku lembaga resmi pemerintah, namun juga terhadap masyarakat yang menjadi responÂden. “Ini kewajiban, tak boleh diÂtolak oleh siapa pun,†tegas Menko Perekonomian Darmin Nasution usai menjadi responden sensus ekonomi di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Minggu (1/5/2016).
Bahkan menurut Darmin, bagi masyarakat yang melakukan penoÂlakan atau memberikan keterangan yang tidak benar terhadap sensus dianggap melanggar Undang-undang (UU). BPS bisa melanjutkan proses hukum kepada pihak berwenang berupa pidana.
“Kalau menolak, itu melanggar UU. Kalau mereka (BPS) proses, huÂkumannya bisa pidana. Jangan samÂpai ada perusahaan supaya jangan disensus malah memberikan ketÂerangan berbelit-belit. Siapa pun tiÂdak boleh menolak untuk disensus,†paparnya.
Akan tetapi, regulasi juga menyÂertakan bahwa data tersebut menÂjadi sebuah kerahasiaan. Termasuk terhadap Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian KeuanÂgan (Kemenkeu). Data yang akan dilaporkan oleh BPS kepada publik hanya berupa akumulasi. “Data ini tidak akan dibuka ke pajak. Tidak akan pernah. Dijamin kerahasianÂnya,†ujar Darmin.
Aktivitas sensus akan berlangÂsung selama Mei 2016. Petugas senÂsus akan menyisir dari rumah ke rumah. Kegiatannya meliputi pengiÂsian kuesioner dan wawancara langÂsung. Waktu yang dibutuhkan juga tidak lama sehingga diharapkan maÂsyarakat dapat kooperatif terhadap aktivitas tersebut.
Data yang dibutuhkan petugas sensus di antaranya adalah nama peÂrusahaan atau nama pemilik usaha, alamat, jenis kelamin pemilik usaha, kegiatan utama, status badan usaha, jumlah tenaga kerja dan identifikasi usaha.
Di samping itu, juga akan didata penggunaan teknologi informasi, pemanfaatan dan jumlah perangÂkat, keberadaan unit penelitian dan pengembangan, pengeluaran untuk pekerja/upah atau gaji, pengeluaran perusahaan dan khusus, pendapaÂtan utama, pendapatan lain (jika ada) dan permodalan. “Kalau tidak punya kegiatan usaha cepat selesai. Makanya saya tadi cepat selesai kan. Saya nggak punya usaha apa-apa,» ujar Mantan Gubernur Bank IndoneÂsia (BI) tersebut.
Rumah pertama yang disurvei BPS adalah milik Menko PerekonoÂmian Darmin Nasution.Survei dilakuÂkan langsung oleh Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito HadiÂwibowo bersama beberapa orang staf. Prosesnya berlangsung sangat cepat, tim dari BPS memasuki rumah Darmin. Kemudian menanyakan keÂpada Darmin, apakah memiliki kegÂiatan usaha atau tidak. “Pak Darmin memiliki kegiatan usaha lain atau tidak?,†tanya Sasmito kepada DarÂmin di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (1/5/2016). “Tidak ada,†jawab Darmin.
Survei pun selesai, karena reÂsponden tidak memiliki kegiatan usaha lain. Bila memiliki kegiatan usaha, maka ada beberapa dafÂtar pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. “Cepat kan, cuma dua menit selesai,» terang Darmin. Sensus akan berlangsung sampai dengan 31 Mei 2016. KemudiÂan data akan diolah dan disampaikan untuk tahap awal pada Agustus 2016 terkait jumlah usaha. Sedangkan unÂtuk keseluruhan disampaikan pada akhir tahun.
Sensus dilakukan setiap 10 tahun. Periode pertama 1986, BPS berhasil memperoleh data 9 juta kegiatan usaha. Kemudian pada 1996 berjumÂlah 19,6 juta usaha, 2006 berjumlah 22,7 juta usaha. Dari survei terakhir, banyak sekali yang berubah di IndoÂnesia.
Demikian diungkapkan Menko Perekonomian Darmin Nasution usai menjadi responden sensus ekonomi di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Minggu (1/5/2016).
“Secara konsep ekonomi, setiap 10 tahun bisa terjadi perubahan dalam hubungan ekonomi. Bahkan bisa terjadi ada kegiatan jenis baru dalam perekonomian,†jelasnya.
Kegiatan usaha yang masuk dalam survei pada 2006 terbagi atas sektor pertambangan dan pengÂgalian, konstruksi, aktivitas keuanÂgan dan asuransi, industri pengoÂlahan, perdagangan, real estate, listrik, pengangkutan, informasi dan komunikasi serta sewa guna usaha. Sektor baru yang akan masuk radar survei adalah e-commerce. “Sensus perlu untuk memperbaharui inforÂmasi kita mengenai jumlah usaha di berbagai bidang. Mulai dari usaha rumah tangga dan yang terbaru usaÂha online seperti Gojek, Grab, jual beli online, itu cerita yang 10 tahun lalu belum ada,» ujarnya.
Menurut Darmin, data sensus ekonomi menjadi penting karena akan mengubah tahun dasar dari penentuan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. PDB sekarang maÂsih menggunakan tahun dasar 2006, sementara untuk PDB tahun selanÂjutnya akan menggunakan hasil dari sensus ekonomi 2016. “Sekarang tahun dasar yang digunakan adalah 2006. Nanti yang akan dipergunakan 2016,» tegasnya.
Dari tahun dasar, pengolahan data akan berkembang untuk meÂlihat kenaikan produksi, kemudian daya saing, kebutuhan dunia usaha, proyeksi ekspor impor dan lainnya. Maka selanjutnya akan berujung pada kebijakan yang seharusnya diÂambil oleh pemerintah. “Artinya dari data tersebut anda mencari 1.001 macam ciri dari berbagai kegiatan ekonomi,†imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintahan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) di awal periodenya menargetkan pertumbuÂhan ekonomi harus di atas 7%. Hanya dengan posisi tersebut, lapangan peÂkerjaan dapat diciptakan dan ke deÂpan orang Indonesia tidak perlu lagi menjadi tenaga kerja di luar negeri, khususnya pembantu rumah tangga.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, rata-rata 2,5 juta orang Indonesia mencari peÂkerjaan setiap tahun. Sulit untuk mencukupi kebutuhan itu bila perÂekonomian Indonesia tumbuh denÂgan sangat lambat pada level yang rendah. “Dilihat dengan tingkatkan ekonomi kita itu kita memerlukan pertumbuhan sebenarnya di atas 7% untuk menyerap tambahan angkaÂtan kerja itu. Kalau bisa di atas 7% kita tidak perlu lagi mengharapkan TKI, yang saya maksud itu pembantu rumah tangga,» kata Darmin.
Darmin tidak melarang orang bekerja ke luar negeri. Akan tetapi diharapkan pekerjaan yang didapatÂkan tentu yang lebih mengandalkan sisi kualitas pekerjaan. Tentunya pendapatan bagi orang Indonesia akan lebih besar. “TKI dirancang baÂgus, yang punya sertifikat, perawat, atau di supermarket atau apa,†paÂpar Darmin.
Darmin menjelaskan, untuk merealisasikan ekonomi bisa tumÂbuh sampai dengan 7% sangat sulit. Apalagi dengan posisi perekonomian dunia yang tengah melambat atau dengan kata lain abnormal, sebab banyak negara yang justru menÂgalami resesi. Indonesia pun masih beruntung dengan capaian 4,8% pada 2015. “Kita harus keluar dari situasi abnormal dunia,†tegasnya.
Konsumsi rumah tangga masih bisa terjaga pada level yang tinggi dan berkontribusi besar terhadap perekonomian domestik. Ekspor berada dalam posisi cukup besar, karena rendahnya harga komoditas dan industri manufaktur yang belum berkembang. Belanja pemerintah terbatas, meski sudah dilakukan reÂformasi pada subsidi energi.
Maka pilihan selanjutnya adalah investasi. Darmin menjelaskan, inÂvestasi yang dimungkinkan besar dapat ditarik adalah untuk pembanÂgunan infrastruktur. Bukan manufakÂtur. Meskipun industri manufaktur juga penting untuk dikembangkan. “Kalau kita tak berani mendorong perkembangan infrastruktur, kita sudah pasti ikut arus perlambatan,†imbuhnya.
Pertimbangan investor ketika ingin masuk ke suatu negara untuk membangun infrastruktur adalah kondisi negara tersebut dalam kuÂrun waktu 5-6 tahun lagi. Sekarang ekonomi Indonesia tumbuh masih relatif tinggi dibanding kebanyakan negara lain, jumlah penduduk 250 juta orang dan masih banyak infraÂstruktur yang belum tersedia.
Dengan kondisi tersebut, tidak ada alasan bagi perusahaan multiÂnasional dari negara maju seperti Jepang, Eropa, Amerika Serikat (AS) bahkan China untuk berinvestasi di Indonesia. “Investor asal punya gambaran Indonesia seperti apa, dia lebih berani,» ujar Darmin.
Sementara untuk mengundang investor di bidang manufaktur lebih sulit. Sebab pertimbangan utamanya adalah kondisi perekonomian duÂnia. Bila ekonomi melambat maka permintaan terhadap produk yang dihasilkan tentunya terus berkurang. “Kalau mengundang investor inÂdustri, itu pertimbangannya dunia bagaimana sekarang, permintaan global bagaimana, permintaan InÂdonesia bagaimana. Kalau dibaca situasi sekarang itu tidak abnormal,†tandasnya.
Dampak pembangunan infraÂstruktur terhadap perekonomian memang bertahap. Tahap awal, pengaruhnya baru menyentuh sisi permintaan barang terhadap bahan baku. Seperti semen, besi, baja, dan yang lainnya. Secara penuh dampakÂnya baru terasa setelah selesai, yaitu sekitar 5-6 tahun lagi. “Infrastruktur itu baru full dampaknya kalau dia selesai. Kemudian dari itu menarik kegiatan lain. Kalau jalan tol dilewati oleh produksi lain, truk, mobil, dan lainnya itu baru bekerja,†tandasÂnya. (*)