TUMPANG tindihnya regulasi merupakan salah satu penyebab ketidakpastian hukum di negeri ini. Kondisi ini akan melahirkan situasi hukum yang serba multitafsir, konfliktual, dan tidak taat asas. Hal ini juga mengakibatkan lemahnya efektivitas implementasi regulasi yang pada ujungnya menciptakan tidak harmonisnya antara satu peraturan dan peraturan yang lain.

Oleh: M NASIR DJAMIL
anggota komisi III DPR RI fraksi partai Keadilan Sejahtera

Apalagi, jika regulasi ini berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pergerakan dan per­tumbuhan ekonomi, tentu ini akan berakibat kontra­produktif dengan upaya mencip­takan iklim investasi. Parahnya, problem ini seolah tidak tersele­saikan dari tahun ke tahun sehing­ga regulasi kian menumpuk dan tak terkendali. Munculnya ide re­formasi regulasi yang digulirkan pemerintah melalui strategi nasi­onal reformasi regulasi seolah men­jadi angin segar. Namun, strategi ini patut dipertanyakan, apakah lahir untuk sekadar memuluskan investasi atau secara nyata menin­gkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selama ini kekosongan solusi dalam penyelesaian silang seng­karut regulasi telah melahirkan ketidakpastian penegakan hukum. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembentukan perundang-undan­gan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), seolah tak mampu membendung besarnya keinginan pembentukan perun­dang-undangan yang diajukan oleh pemerintah maupun yang merupakan inisiatif DPR. Alhasil, fungsi sinkronisasi dan harmon­isasi peraturan perundang-un­dangan pun tak berjalan optimal. Masing-masing pihak memiliki ar­gumen yang kuat dalam memper­tahankan suatu peraturan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Prolegnas sendiri semestinya bisa menciptakan perencanaan dan arahan yang sistematis dalam pro­gram pembangunan hukum nasi­onal. Prolegnas sekaligus menjadi pintu utama guna menyaring ke­butuhan peraturan perundang-undangan yang benar-benar men­jadi aspirasi sekaligus kebutuhan hukum masyarakat. Sayangnya, yang terjadi justru faktor ”kepent­ingan”- lah yang didahulukan.

Sistem Regulasi

Kualitas regulasi sangat bergan­tung pada sistem regulasi yang men­jadi landasan formal dalam pemban­gunan hukum nasional. Kegagalan dalam menjaga sistem regulasi na­sional berdampak pada turunnya kualitas regulasi serta tidak terken­dalinya kuantitas regulasi. Padahal, buruknya kualitas dan tidak terkend­alinya kuantitas regulasi akan berim­bas terhadap efektivitas dan efisiensi penegakan hukum.

Jamak diketahui konstitusi memberikan mandat kepada DPR selaku pemegang kekuasaan penuh pembentukan undang-undang, bahkan setiap anggota DPR berhak mengajukan usul ran­cangan undang-undang. Namun, ketentuan Pasal 20 ayat (2) telah memberikan mandat lebih kepada DPR, tidak hanya fungsi legislasi, namun juga memiliki fungsi angg­aran dan pengawasan. Akibatnya, konsentrasi anggota DPR pun kian terpecah, belum lagi direpotkan dengan urusan dinamika internal partai politiknya.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Pembentukan peraturan pe­rundang-undangan seolah men­jadi kiblat utama Indonesia seb­agai negara hukum. Dalam kurun 2000-2015 tercatat pemerintah telah menerbitkan 12.471 regulasi. Dari total jumlah tersebut, regu­lasi yang paling banyak diterbitkan adalah dalam bentuk peraturan setingkat menteri yakni 8.311 regu­lasi. Jumlah terbanyak selanjutnya adalah peraturan pemerintah se­banyak 2.446 regulasi dan paling sedikit peraturan pengganti un­dang-undang sebanyak 49 regulasi.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah melakukan kajian manajemen reformasi regulasi di 24 negara anggota, ditambah Brasil, China, dan Rusia. Kajian ini menunjukkan bahwa program reformasi regulasi yang terstruk­tur dan diterapkan dengan baik serta diikuti dengan langkah-langkah pendukung yang tepat dapat berkontribusi secara sig­nifikan pada kinerja ekonomi dan kesejahteraan sosial yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari ada pertumbuhan ekonomi, pencip­taan lapangan kerja, pendorongan inovasi, peningkatan investasi, penciptaan industri baru, serta membantu penurunan harga dan menciptakan persaingan usaha yang dapat memberikan pilihan yang banyak pada konsumen.

Fungsi Regulasi

Pada dasarnya regulasi memi­liki tiga fungsi utama. Pertama, se­bagai sarana ketertiban atau pedo­man perilaku, sebagai pedoman untuk terselenggaranya dinamika sosial, dalam hal ini baik terhadap kegiatan formal maupun informal. Kedua, sebagai instrumen pem­bangunan; regulasi menggerak­kan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetap­kan. Ketiga, sebagai faktor inte­grasi, regulasi mengintegrasikan wilayah maupun kebijakan-kebi­jakan dalam rangka penyeleng­garaan negara dan pembangunan ke dalam suatu sistem regulasi na­sional yang merupakan agregasi dari semua regulasi yang ada.

Sebagai komponen utama di dalam kegiatan penyelenggaraan negara, kualitas dan kuantitas regulasi harus dikelola dengan baik supaya mampu menghasil­kan regulasi yang sederhana dan tertib. Reformasi regulasi dimak­sudkan untuk mewujudkan sistem regulasi nasional yang berkuali­tas, sederhana, dan tertib. Dengan begitu, regulasi akan dapat lebih mampu untuk bekerja secara efek­tif dan efisien dalam mendukung upaya mewujudkan tujuan ber­negara sebagaimana yang ditetap­kan di dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.

Sebagai tolok ukur menilai kualitas regulasi, dapat dilihat dari jumlah pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Tren pengajuan uji materi ini menun­jukkan ada peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari jum­lah permohonan yang masuk pada 2010 ada 81 permohonan, pada 2011 ada 86 permohonan, pada 2012 ada 118 permohonan, pada 2013 ada 109 permohonan, dan pada 2014 ada 140 permohonan.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Reformasi Regulasi

Konsep reformasi regulasi sendiri menawarkan beberapa metode. Pertama, simplifikasi regulasi yakni dengan cara meng­inventarisasi regulasi yang ada, mengidentifikasi masalah dan pe­mangku kepentingannya, melaku­kan evaluasi regulasi yang berma­salah, dan mencabut yang tidak perlu. Kedua, rekonseptualisasi tata cara pembentukan regulasi yakni dilakukan dengan cara me­lihat kembali (review) dan menata kembali tata cara pembentukan regulasi agar proses pembentukan regulasi menjadi lebih kompre­hensif dan lebih mampu meng­hasilkan regulasi yang berkualitas.

Ketiga, sinergi pengelolaan kebijakan dan regulasi yakni den­gan cara mengintegrasikan kelem­bagaan pembentuk regulasi yang ada selama ini. Keempat, pengua­tan kapasitas perumus kebijakan dan perancang regulasi adalah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia pembentuk regulasi (perumus kebijakan dan perancang regulasi) agar menghasilkan regu­lasi yang mampu melihat dimensi kenegaraan secara lebih luas (ben­tuk negara kesatuan, keberagaman/ pluralisme, dan sebagainya) dalam perumusan kebijakan dan pemben­tukan regulasi.

Kendati demikian, paradigma hak asasi manusia dan subversi atas tafsir keadilan dalam konteks pembaharuan hukum selama ini justru lahir sebagai model ”pesan­an” yang ramah terhadap pasar bebas (market friendly). Fak­tanya, agenda reformasi hukum yang dibangun selama ini tidak sungguh-sungguh merespons dan menangani akar masalah yang se­dang dihadapi rakyat miskin.

Penting untuk dipastikan bahwa ide desain reformasi regu­lasi ini secara nyata berangkat dari konteks ketidakadilan yang nyata terjadi di lapangan. Dengan demikian, upaya reformasi regula­si sebagai simbol kemajuan dalam pembaruan hukum sejatinya mam­pu mentransformasikan jaminan substansial penghormatan, per­lindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia dan secara sungguh-sungguh memberikan akses keadi­lan terhadap rakyat miskin.

Akhirnya, upaya pembenahan sistem regulasi nasional menuju perubahan regulasi yang sederhana dan tertib diharapkan dapat men­jaga dinamika sosial, politik, dan ekonomi secara tertib, serta menin­gkatkan efektivitas regulasi sebagai instrumen penyelenggaraan negara dan instrumen ketertiban sosial yang berkeadilan. Reformasi regula­si harus berkeadilan dan dipastikan demi kepentingan publik. Jika tidak, tentu reformasi regulasi tak ubahn­ya langkah yang setengah hati!

sumber : Sindonews.com

============================================================
============================================================
============================================================