Oleh : ADILLA PRASETYO WIBOWO
[email protected]
Betapa kagetnya Ika FloÂrentina (39) saat putrinÂya, Lintang (12), berceriÂta tentang teman sekelas yang girang mendapat uang dari seorang pria setelah si gaÂdis kecil itu dilecehkan secara sekÂsual. Dadanya disesaki kekhawatiÂran. Apalagi, Ika tinggal berbeda kota dengan buah hatinya.
â€Aku kaget dan khawatir banÂget, tetapi berusaha menyembuÂnyikannya supaya Lintang tetap nyaman cerita padaku,†ujar Ika yang bekerja sebagai guest service manager di Hotel Ibis Budget Daan Mogot, Jakarta.
Karena tuntutan pekerjaan, Ika tinggal di Jakarta, sementara suami dan dua putrinya tinggal di Solo, Jawa Tengah. Setiap malam, Ika menyempatkan berbincang denÂgan anak-anaknya melalui telepon. â€Saat ngobrol dengan anak-anak, aku benar-benar mencurahkan perÂhatian dan perasaan hanya untuk mereka. Itu satu-satunya cara kareÂna kami cuma ketemu satu atau dua bulan sekali,†ujarnya.
Upaya Ika membangun komuniÂkasi yang berkualitas dengan anak-anaknya, meski tinggal berjauhan, tak sia-sia. Ia kerap lebih dulu tahu masalah yang dihadapi anak-anaknya di sekolah maupun dalam pergaulan dibandingkan dengan sang ayah yang tinggal bersama mereka. Anak-anaknya merasa beÂbas bercerita apa saja.
Putri keduanya, Ken (8), yang masih duduk di kelas II SD, misalÂnya, meminta ibunya menjelaskan istilah â€pelecehan seksual†yang ia dengar dari berita TV. Sementara Lintang kerap bercerita tentang bagaimana teman-temannya di keÂlas V SD berpacaran. Dengan bahaÂsa sederhana tetapi gamblang, Ika pun berdiskusi pada anak-anaknya soal seksualitas.
â€Zaman sekarang orangtua tiÂdak cukup lagi bilang jangan. MisÂalnya ketika Lintang cerita tentang temannya yang kecanduan game yang bermuatan kekerasan dan seks, aku tanya pendapat dia. Apa untungnya, apa bahayanya, sampai dia sendiri bisa menilai bahwa itu tidak baik,†kata Ika.
Meski kedua anaknya masih duduk di bangku SD, Ika sudah menanamkan pada mereka konÂsep harga diri. â€Perempuan itu haÂrus pintar dan kuat, tidak seolah menjual murah dirinya pada siapa pun,†ujarnya.
Seperti Ika, Samantha (43) meyakini, anak-anak pada zaman digital ini sudah â€berevolusiâ€. KeÂtika memberi fasilitas gawai pada Lolita (13), Samantha membuat keÂsepakatan dengan putri tunggalnya itu bahwa ia akan selalu mengecek penggunaan gawai itu. â€History di HP bisa dihapus, tetapi anak juga kadang lupa. Kalau kita sering cek, pasti ketahuan. Aku cari tahu situs apa yang sering ia buka. Aku perÂhitungkan juga durasi dia online,†ujar Samantha.
Samantha pun hanya memÂbolehkan putrinya pergi dengan teman yang ia kenal dalam batas waktu yang disepakati. â€Aku juga berusaha kenal orangtua teman Lolita yang pergi dengannya. Kalau dia tidak mau aku bicara dengan temannya, aku tidak akan mengizÂinkan dia pergi,†ujarnya.
Ibu yang menamatkan kuliah di Jepang ini juga membimbing puÂtrinya berkegiatan positif yang dimÂinati si anak. Lolita jadi anggota tim sepak bola putri di sekolahnya. GaÂdis kecil ini juga rajin berlatih boxÂing dan yoga. â€Harus ada kegiatan positif yang menyerap kelebihan energinya,†ujar Samantha. (*)