BOLA liar kasus dugaan korupsi pengadaan lahan relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Jambu Dua, terus menggelinding. Pemkot Bogor dan DPRD pecah kongsi. Bahkan, pasca penyitaan duit Rp26,9 miliar dari rekening Hendricus Angkawidjaja (Angkahong), kedua lembaga terkesan saling tikam dan saling menjerumuskan.
ABDUL KADIR | YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun KeÂjaksaan Negeri (Kejari) kini membiÂdik sejumlah pejabat yang menjadi calon tersangka baru, menyusul empat tersangka lama yakni HiÂdayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar, Adnan Pandu, dan Angkahong.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri, Andhie Fajar Aryanto mengaku sedang mengkaji keterangan-keterangan para saksi-saksi termasuk keterangan para ahli. “Berkas perkara masih dalam penyusunan dan belum sampai ke tahap penuntutan, hal ini karena kita sedang melengÂkapi berkas perkara, apakah para tersangka memenuhi unsur tindak pidana korupsi atau tidak,†kaÂtanya, kepada BOGOR TODAY, Rabu (23/3/2016) kemarin. Pihaknya juga enggan berkomenÂtar banyak terkait bakal segera adanya tersangka baru dalam kasus ini. MenuÂrutnya, Kejaksaan akan bekerja secara maksimal untuk melengkapi berkas perkara yang masih dalam tahap kaÂjian. “Secepatnya akan kita selesaikan terkait dengan kasus ini,†pungkasnya.
Polemik persoalan kasus pembeÂbasan sengketa lahan milik Angkahong semakin tak tentu arahnya. Penjelasan Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono, bahwa dewan hanya menyÂetujui anggaran Rp 17,5 miliar untuk pembebasan lahan Jambu Dua, memÂbuat jaksa penyidik penasaran. Mereka mengejar dari mana datangnya angka Rp 43,1 miliar yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan Belanja daerah (APBD) Tahun 2014 yang kemudian dicÂairkan untuk membayar tanah AngkaÂhong itu? Siapa yang mengubah angka Rp 17,5 miliar menjadi Rp 43,1 miliar? Menurut Untung, DPRD sendiri hanya menyetujui Rp 17,5 miliar sesuai perÂsetujuan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Politikus PDIP ini merasa tertipu terkait penganggaran pembebasan lahan milik Angkahong dengan luas sekitar 7302 meter persegi itu. Ketika dimintai keterangan oleh pihak Kejati, Untung mengaku hanya mensetujui Rp 17,5 miliar dalam anggaran. “Saya mengesahkan anggaran pembebasan lahan itu hanya Rp17,5 miliar. Bukan Rp43,1 miliar. Ini kami di DPRD ditipu habis-habisan,†kata dia, kemarin.
Pernyataan Untung ini dibantah Anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Bogor, Hanafi, yang juga Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran Daerah (BPÂKAD) Kota Bogor.
Hanafi membantah, tidak ada perÂbedaan anggaran yang disetujui antara pihak Pemkot dengan DPRD Kota BoÂgor. “Jelas tidak ada perbedaan dong, secara teknis untuk mengeluarkan angÂgaran ini kan perlu adanya persetujuan dewan dan sebelum dilakukan perÂsetujuan oleh dewan tentu ada pembaÂhasan. Nah pembahasan ini dilakukan bersama-sama baik dari Pemkot mauÂpun Dewan,†terang Hanafi, kemarin.
Ia juga menambahkan, pihaknya tidak mungkin mengeluarkan anggaran tanpa ada pembahasan terlebih dahulu dengan pihak dewan. “Pintar sekali saya bisa merumuskan anggaran tanpa ada pembahasan, jelas tidak mungkinÂlah,†katanya.
Pihaknya juga menambahkan yang menjadi notulen (penengah, Red) dalam pembahasan anggaran juga berasal dari Sekertaris Dewan. “Jadi, Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang APBD Perubahan Lahan Angkahong itu disahkan atas keputusan bersama,†terangnya.
Soal ini, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengatakan, semua tahapan dalam penganggaran untuk pembeÂbasan lahan telah dilewati dan terkait dengan rancangan anggaran, pihaknya menyerahkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota BoÂgor. “Dalam pengusulan semuanya kan telah diserahkan ke TAPD, dan yang mengelola bersama dinas terkait,†ujarnya.
Kabar yang berkembang di kalanÂgan wartawan dan LSM menyebutkan, duit Rp26,9 miliar yang disita jaksa tersebut sengaja tak ditarik oleh AngkaÂhong dengan alasan sebagai kompenÂsasi atas agreement pembelian lahan. Namun, kabar ini dibantah oleh elite eksekutif dan legislatif. Jaksa pun seÂjauh ini masih belum bisa memastikan, uang sitaan tersebut akan disebar ke mana saja. (*)