PEMERINTAH berencana memblokir layanan transportasi berbasis aplikasi, Uber dan GrabCar. Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan telah meneken surat rekomendasi untuk pemblokiran Uber dan GrabCar. Surat tersebut telah dikirimkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Oleh : Latifa Fitria | Yuska Apitya
[email protected]
Keputusan Presiden IndoneÂsia, Joko Widodo (Jokowi) yang memutuskan untuk memÂboikot produk-produk yang berasal dari Israel, seperti negÂara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), membuat dilema. Imbas dari keputusan ini, mulai meremÂbet ke sektor ekspor produk dan investasi. Benarkah demikian?
Kepala Badan KoorÂdinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menjamin keputuÂsan Jokowi tersebut tidak akan berdampak terhadap investasi. DikÂarenakan ini hanya lebih kepada urusan perdaganÂgan. “Saya nggak melihat itu sebagai impact ya karena itu sebagai sifatnya lebih ke perdaÂgangan,†ujarnya di Istana NegÂara, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Franky menyebutkan, inÂvestasi yang berasal langÂsung dari Israel tidak terdeteksi dalam skala 20 investor besar. Maka dari itu, Ia yaÂkin pengaruhnya hampir tidak terlihat. “Kita kan kebetulan nggak melihat itu sebagai barrier ya, kalau 20 besar sih nggak masuk,†jelas Franky.
Walaupun dimungkinkan invesÂtor tersebut sudah memiliki kantor di beberapa negara sentral, kemuÂdian baru berinvestasi di Indonesia. Namun itu tidak terhitung investor dari Israel. “Investasi sejauh ini lebih banyak dari non Israel meskipun kita tahu bahwa bisa saja investasi dimilÂiki oleh negara tertentu tetapi dari negara lain,†paparnya.
Sebagai akibat dari pemboikotan produk-produk Israel, dimungkinkÂan produk Indonesia juga tidak akan diterima. Artinya aktivitas perdaÂgangan antara kedua negara akan benar-benar diputus. Akan tetapi, pemerintah tidak perlu khawatir, sebab ekspor Indonesia sangat kecil. Dapat dipastikan dampak terhadap neraca perdagangan sangat sedikit. “Tidak signifikan, kan jumlahnya terÂlalu kecil,†ungkap Sasmito HadiwiÂbowo, Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS di kantornya, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Diketahui realisasi ekspor ke IsÂrael pada 2014 adalah US$ 138,87 juta dan 2015 adalah sebesar US$ 116,9 juta. Rata-rata per bulan hanya berkisar US$ 10-11 juta. “Ekspor tidak banyak. Sebulan paling US$ 10-11 juta dolar,†terangnya.
Apalagi dibandingkan dengan toÂtal ekspor Indoensia dalam kurun waktu setahun. Pada 2015, ekspor InÂdonesia mencapai US$ 150,3 miliar. “Dibandingkan total yang miliaran itu kan 0, sekian kan,†tegas Sasmito.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa (15/3/2016), ekspor Indonesia ke Israel pada 2014 adalah US$ 138,87 juta dan 2015 adalah sebesar US$ 116,9 juta Berikut rinciannya:
Minyak kelapa sawit kemasan 20 kg US$ 10,1 juta
Cokelat mentah dan lemak US$ 7,9 juta
Karet (TSNR) 20 kg US$ 7,2 juta
Mentega US$ 5,9 juta
Monokarboksilat asam lemak US$ 4,4 juta
Sarung tangan dan sejenisnya US$ 4,1 juta
LCD, LED dan benda jenis layar datar lainnya US$ 3,9 juta
Minyak kelapa sawit dengan berat 20 kg US$ 3,2 juta
Kain tenun dari kapas US$ 2,9 juta
Sepatu olahraga dengan bahan karet/plastik US$ 2,8 juta
Benang US$ 2,6 juta
Lemak atau minyak hewani-nabaÂti US$ 2,4 juta
Kacang tanah mentah dan diawetÂkan US$ 1,8 juta
Minyak inti sawit (RBD) US$ 1,7 juta
Mebel kayu US$ 1,6 juta
Sasmito juga meyakinkan, bahwa selama ini perdagangan antara InÂdonesia dengan dengan negara lain dapat berlangsung meskipun tidak ada hubungan diplomatik. Seperti dengan Israel dan Taiwan. “Kita seÂbelumnya berdagang dengan semua negara. Taiwan dan Israel saja yang kita nggak punya hubungan diploÂmatik. Tapi kan untuk perdagangan kan jalan,†tandasnya. (*)