PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo punya cara menggenjot pendapatan negara di saat perekonomian melambat. Yakni menggenjot pemasukan lewat pajak.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Salah satu yang menjadi target adalah para wajib pajak yang tinÂgal di perumahan mewah. MerÂeka harus bersiap-siap, karena sekarang para petugas pajak akan meÂnyisir wilayah tersebut. Penyisiran akan dilakukan melalui sistem geo-tagging yang berbasis website.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Awan Nurmawan Nuh, menjelaskan banyak masyarakat yang tinggal di perumahan mewah ternyata belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Sehingga haÂrus mulai disisir. “Kami akan membuat pemetaan itu termasuk juga perumaÂhan mewah,†ujar dalam Awan pada media gathering di Hotel Ramada, Bali, Jumat (26/2/2016).
Awan menyatakan, langkah ini bertujuan untuk menciptakan keÂadilan bagi masyarakat yang sudah memenuhi kriteria sebagai wajib paÂjak. Sangat disayangkan ketika banÂyak yang sudah menjalankan kewaÂjibannya, namun kalangan tersebut tidak mengikutinya. “Kan tidak adil untuk yang sudah membayar pajak, tapi masih ada yang belum, dan itu adalah kalangan atas,†terang Awan.
Dalam catatan DJP, hanya 27 juta orang yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan cuma 10 juta di antaranya yang menyamÂpaikan Surat Pemberitahuan (SPT) serta 100.000 orang yang hanya membayar kekurangan pajak. “Ini kan jumlahnya sangat sedikit, belum lagi kategori orang pribadi non karyÂawan, sekarang itu cuma menyetorkÂan Rp 9 triliun di 2015,†pungkasnya.
Bengkel Hingga Restoran
Dengan menggunakan sistem berbasis teknologi bernama geo-tagÂging, nantinya, akan ada pemetaan berdasarkan wilayah potensi pajak beserta keterangan kewajiban yang sudah dilaksanakan.
Sasaran petugas pajak di antaranÂya adalah toko, restoran, bengkel, hingga perkantoran. Tentu ini sesuai dengan potensi yang telah diperÂkirakan sebelumnya. “Jadi seperti toko, restoran, bengkel kemudian wilayah perkantoran itu dijadikan target kita,†kata Awan.
Menurut Awan, jenis usaha terseÂbut banyak bertebaran di berbagai wilayah di Indonesia. Tentunya poÂtensi penerimaan yang dihasilkan cukup besar. Sementara selama ini belum tersentuh oleh pajak.
“Memang banyak yang belum terjaÂring oleh petugas pajak. Ada restoran ramai banget tapi belum bayar pajak, ada juga toilet penghasilannya juga beÂsar tapi nggak bayar pajak. Seharusnya kan bayar demi keadilan,†imbuhnya.
Contoh lainnya adalah perkebuÂnan dan pertambangan. Ini banyak berada di wilayah seperti KalimanÂtan, Sumatera dan Sulawesi. “Karena Indonesia luas. Jakarta, bisa perdaÂgangan kalau Kalimantan bisa tamÂbang, kebun dan lainnya juga akan dipetakan,†terang Awan.
Dalam konsepnya, lewat sistem ini akan ada pemetaan wilayah kerja untuk petugas pajak sesuai dengan potensinÂya. Mengingat besarnya Indonesia, sulit bila tidak ada pemetaan yang benar-benar rinci. “Jadi kata kuncinya tolong buat peta potensi,†ungkap Awan.
Misalnya satu wilayah dengan poÂtensi industri, maka akan dipegang oleh satu perwakilan pajak. Begitu juga dengan wilayah yang potensinya adalah perkantoran, toko, restoran, hotel dan lainnya.
“Tentu masing-masing memiliki poÂtensinya dan petugas pajak harus tahu soal potensi-potensi itu,†jelasnya.
Dari pemetaan tersebut, maka akan dipindahkan ke dalam sebuah website. Formatnya seperti google maps. Pada setiap titik akan ada ketÂerangan dari potensi wilayah.
Keterangan ini meliputi foto, jenis usaha, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Bila telah memiliki NPWP, maka akan ditandai dengan warna biru. Namun bila belum, maka akan ditandai dengan warna merah. “Diberi keteranÂgan, misalnya toko atau restoran. Nanti ketahuan mana yang sudah ber-NPWP atau belum,†kata Awan.
Awan menyatakan sebelumnya data sudah dimiliki oleh DJP, akan tetapi wilayah potensi tersebut beÂlum diketahui secara jelas.
“Biasanya ada data tapi belum tahu lokasinya. Jadi inilah yang dinaÂmakan, pendekatan ekstensifikasi dengan penguasaan wilayah. Jadi KPP itu harus menguasai teritorial dia,†pungkasnya. (dtc)
Lanjutkan Pakkk!!!