BOGOR, TODAYÂ – Puluhan angkutan perkotaan (Angkot) yang tergabung dalam paguyuban Angkutan Umum Bogor Selatan menggelar aksi mogok massal di Simpang Ciawi, Kota BoÂgor, Senin (30/11/2015). Aksi mereka dilatari penolakan terhadap PP 74 Tahun 2014, Perkapolri Nomor 5 TaÂhun 2012 dan Permendagri Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Angkutan Umum Harus Berbadan Hukum.
Tidak hanya mogok, demonÂstran pun melakukan sweeping terÂhadap angkot yang melintas dan masih mengangkut penumpang. Tiga trayek disweeping dalam aksi ini, yakni Cisarua-Sukasari, Cibedug- Sukasari dan Cicurug-Sukasari.
“Kami melakukan sweeping dari pukul 08.00 WIB di tiga trayek, yaitu Cisarua-Sukasari, Cibedug-Sukasari, dan Cicurug-Sukasari,†kata koordiÂnator aksi Imam Wijaya (25).
Sejumlah sopir angkot membawa kertas-kertas bertuliskan, “PemerÂintah akan membunuh kami secara perlahan-lahan”. “Cabut Peraturan yang Rugikan Rakyat”, “Koperasi: KeÂlompok Otak Pemeras Rakyat SeluÂruh Instalasi” dan masih banyak lagi.
Dengan aksi ini, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) KabuÂpaten Bogor mengaku hanya mampu menampung aspirasi mereka. PasÂalnya, pengubahan UU merupakan wewenang pemerintah pusat.
“Mulai 1 Januari, sanksi pemungÂutan pajak 100 persen akan berlaku bagi yang belum berbadan hukum. Bagi yang sudah berbadan hukum, untuk angkot akan dapat insentif paÂjak 70 persen dan angkutan barang akan dapat potongan 50 persen,” ujar Kasie Angkutan Joko Handriantono.
Ia melanjutkan, kewajiban angÂkutan umum berbadan hukum terÂtuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, PP Nomor 74 Tahun 2011, Perkapolri Nomor 5 Tahun 2013 dan Permendagri Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Menurut Joko, sekitar 5.940 anÂgkutan kota di Kabupaten Bogor terancam sanksi pencabutan subsidi pajak tahun depan. Karena hanya sedikit pengelola angkot yang sudah memproses armadanya agar berÂbadan hukum.
“Di Kabupaten Bogor, kita tidak bisa frontal mengenai kepemilikan ini. Karena masih ada daerah-daerah terisolir yang belum masuk angkot, tapi angkutan perintis,” lanjutnya.
Pihaknya justru sedang berusaha menertibkan angkutan umum tidak terdaftar untuk menjadi resmi, atau berpelat nomor kuning.
“Untuk daerah terpencil itu, jadi angkot plat kuning saja sudah unÂtung. Kami tidak bisa memaksakan untuk berbadan hukum. Jadi masih ada proses sosialisasi agar angkot berbadan hukum,” ucap dia.
Ia mengungkapkan, dari total 6.000 angkot di Bumi Tegar BeriÂman, hanya 1 persen yang sudah berbadan hukum. “Sementara itu, angkot antar kota dalam provinsi suÂdah sampai 40 persen berbadan huÂkum,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah)