MUNASLUB Partai Golkar baru saja bera­khir dengan hasil gemilang bagi Setya Novan­to (Setnov) dan Partai Golkar. Gemilang bagi Setnov karena ia terpilih dengan tiga kondisi: demokratis, terbuka, dan aklamasi. Disebut demokratis karena metode pemili­han dilakukan dengan tertutup, sehingga pe­milik suara bebas dari tekanan calon. Terbuka karena semua proses dapat diikuti publik le­wat media massa yang menyiarkan live proses Munaslub. Aklamasi karena semua calon ketua umum dan peserta sepakat untuk menunjuk Setnov menjadi Ketua Umum tanpa ada proses pemilihan. Ya, tanpa proses pemilihan.

Ingat, voting yang memunculkan du­kungan pada Setnov 277 suara dan pesaing­nya, Ade Komarudin (Akom) 173, Aziz Sy­amsuddin 44 dan seterusnya adalah tahap pemilihan calon ketua umum.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Menurut aturan Golkar, hanya calon yang mendapat dukungan 30 persen dari pemi­lik suara berhak maju pada pemilihan ketua umum. Jadi yang berhak maju ke tahap pemili­han ketua umum hanya Setnov dan Akom dari delapan calon yang ada. Sebelum diputuskan masuk ke tahap berikutnya, tiba-tiba Syahrul Yasin Limpo – salah satu calon- menyarankan musyawarah mufakat memilih Setnov sebagai ketua umum mengingat komposisi suara su­dah mencerminkan aspirasi pemilik suara.

Hal ini selanjutnya diamini oleh Akom yang menyatakan, ia masih lebih muda 10 ta­hun daripada Setnov, sehingga memiliki kes­empatan maju lagi di masa yang akan datang. Tentu khalayak dapat memiliki asumsi atau kalkulasi lain di balik “mundurnya” Akom dari tahap pemilihan ketua umum. Namun apapun asumsi atau kalkulasi itu, Setnov telah terpilih dengan gemilang karena ide aklamasi yang sempat beredar di awal Munaslub adalah ide yang ditentang oleh para calon ketua umum yang jadi lawannya, namun justru dimintakan oleh mereka pada akhirnya.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Gemilang pula bagi Partai Golkar karena le­wat Munaslub ini, Golkar mengakhiri perseter­uan dan dualisme yang telah melanda Partai Beringin dalam 1,5 tahun terakhir ini. Berakh­irnya dualisme itu setidaknya dapat dilihat dari beberapa kondisi berikut ini: Pertama, Agung Laksono sebagai ketua umum Golkar Ancol ikut hadir dalam semua proses Munaslub.

============================================================
============================================================
============================================================