PEMERINTAH tengah gencar membahas moratorium pembukaan lahan tambang baru. Kebijakan ini akan diatur dalam Intruksi Presiden (Inpres), tujuannya agar jadi stimulus perusahaan tambang membangun pabrik pemurnian (smelter).
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa moratorium akan dikeluarkan dalam bentuk instruksi presiden (inpres). “Iya, itu berupa inpres,†ujar Pram di KomÂpleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis (14/4/2016).
Meski demikian, Pramono mengakui bahwa renÂcana dikeluarkannya inpres tersebut belum dikomunikasikan kepada para pemangÂku kepentingan, seperti pengusaha kepala sawit.
Inpres soal moratorium lahan sawit dan tamÂbang diungkapkan pertama kali oleh Presiden Jokowi di Kepulauan Seribu, kemarin. “SiapÂkan moratorium kelapa sawit, siapÂkan wilayah moratorium wilayah-wilayah pertambangan,†ujar Jokowi.
Alasannya, lahan sawit dan tamÂbang yang ada saat ini dinilai sudah cukup dan dapat ditingkatkan kapaÂsitas produksinya.
Oleh sebab itu, tidak perlu ada pembukaan lahan baru unÂtuk bisnis sawit dan tambang. Menyikapi kebijakan ini, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (AnÂtam), Tedy Badrujaman mengungÂkapkan, pihaknya tak masalah jika pemerintah melarang pembukaan lahan tambang baru. Selain tengah aktif membangun smelter, usia seÂjumlah lahan tambang eksisting miÂlik Antam juga masih panjang.
“Alhamdulillah. Yah bagus sekali (moratorium). Yang jelas lahan-lahan yang biasanya ada emas atau tamÂbang lain kan biasanya di atas hutan lindung dan taman nasional, sehingÂga itu tidak bergerak lagi,†jelasnya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Selain itu, dia berujar, Antam masih memiliki banyak lahan-lahan yang belum digarap dan tidak masuk zona hutan lindung dan konservasi, sehingga aturan yang akan terbit tersebut tidak berpengaruh signifiÂkan pada perseroan. “Ada zonasi-zoÂnasi yang bisa kita kerjakan. Kita bisa masuk untuk ekspansi, apalagi kalau di situ ada potensi dan itu kita masih bisa dapatkan izin supaya bisa beropÂerasi lebih panjang. Kita berterima kasih sekali,†kata Tedy.
Dia melanjutkan, Antam juga meÂmiliki ‘calon’ lahan tambang emas baru yang sampai sekarang belum digarap, letaknya berada di kawasan konservasi di Pegunungan Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. “Walau kita sebetulnya puÂnya juga di daerah pegunungan yang di Oksibil di Papua.
Kami juga punya area itu, kaÂlau ada moratorium izin tidak keÂluar kita akan setop,†tutupnya. Terpisah, Direktur Utama PT United Tractors Tbk. Gidion Hasan, menÂgatakan moratorium yang lebih maÂsuk akal dilakukan untuk eksplorasi, bukan lahan tambang baru.
Saat ini, UNTR yang memiliki perusahaan tambang batu bara, meÂmutuskan untuk mengerem ekspansi lantaran harga yang masih rendah. Industri alat berat yang menjadi lini bisnis utama UNTR juga diproyeksi bakal melemah tahun ini. “Kalau tiÂdak direm juga emiten tambang akan mengurangi ekspansi, karena harga masih rendah, terpenting harga koÂmoditas membaik,†kata dia, Kamis (14/4/2016).
Kinerja emiten penjualan alat beÂrat berkapitalisasi pasar Rp56,32 trilÂiun, PT United Tractors Tbk. (UNTR) ambrol 28,1% menjadi Rp3,85 triliun pada 2015 dari tahun sebelumnya Rp5,36 triliun.
Pendapatan emiten berkode saÂham UNTR tersebut terkoreksi 7,13% menjadi Rp49,34 triliun dari akhir tahun sebelumnya Rp53,14 triliun. Pendapatan Grup United Tractors itu merosot Rp3,7 triliun sepanjang tahun lalu.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin NasuÂtion mengemukakan, pemerintah memiliki alasan tersendiri melakuÂkan moratorium atau penundaan penambahan lahan sawit dan tamÂbang. Moratorium lahan sawit tidak akan membuat pengusaha kekuranÂgan lahan, karena pada dasarnya perkebunan sawit masih bisa memÂproduksi dengan melakukan replantÂing sawit rakyat.
“Moratorium lahan sawit dan tambang implikasinya gimana? ArtiÂnya begini, kalau yang namanya perkebunan sawit sebetulnya masih bisa naik produksinya dengan mereÂplanting sawit rakyat. Karena beda produktifitasnya agak jauh,†katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, JaÂkarta, Kamis (14/4/2016).
Sementara lahan tambang, sambung mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, semata-mata unÂtuk memberikan keadilan kepada para pengusaha tambang yang telah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter). SeÂbab, jika tetap dibiarkan tanpa ada moratorium maka yang tidak memÂbangun smelter akan tetap dapat melakukan ekspor.
“Kalau tambang itu kan persoÂalannya bagaimana dengan yang membangun smelter. Kalau anda buka, kemudian dia bisa bilang nanÂti siapa yang bisa ekspor kalau yang enggak punya smelter bisa ekspor, saya sudah membangun. Ya enggak adil dong. Jadi, itu supaya jangan terganggu apa yang sudah didorong untuk berkembang,†tandasnya.(*)