KASUS suap reklamasi Teluk Jakarta akhirnya menerjang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Mantan politisi Partai Golkar ini akan diperiksa KPK hari ini.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Kasus suap reklamasi Teluk Jakarta ini melibatkan banyak orang, mulai dari para anggota DPRD DKI Jakarta hingga para petinggi Agung Sedayu Group. Kemarin, penyidik Komisi PemberanÂtasan Korupsi (KPK) menemukan uang pecahan dolar Amerika Serikat (AS) di dalam brankas di rumah AngÂgota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi. Duit itu berjumlah 10 ribu dolar AS. “Dari brankas itu ditemukan uang sebesar 10 ribu dolar AS pecahan 100 dolar,†ucap Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (9/5/2016).
 Uang tersebut disimpan dalam brankas yang turut disita KPK usai melakukan penggeledahan di rumah M Sanusi pada 4 Mei 2016. Penyidik KPK akan mengonfirmasi peruntukan duit tersebut kepada M Sanusi. “Penyidik akan mengonfirmasi uang tersebut keÂpada tersangka,†ujar Yuyuk.
Dalam kasus ini, KPK telah meneÂtapkan 3 orang tersangka yaitu M SanuÂsi, Ketua Komisi D DPRD DKI, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APLN) Ariesman Widjaja, dan anak buahnya, Trinanda Prihantoro. M SaÂnusi diduga menerima duit secara berÂtahap dari Ariesman yang jumlahnya mencapai Rp 2 miliar.
Suap tersebut diduga terkait pemÂbahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan RaÂperda tentang Rencana Tata Ruang KaÂwasan Strategis Pantai Jakarta Utara. Sejauh ini, KPK telah memeriksa seÂjumlah nama besar seperti Bos Agung Sedayu Grup sekaligus Agung PodoÂmoro, Aguan Sugianto dan anak kandÂungnya, Richard Halim Kusuma.
Yuyuk juga mengatakan, penyidik akan memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa(10/5/2016) hari ini. Menurut dia, penyidik memanggil Ahok untuk menelisik sejumlah hal. Salah satunya mengenai proses pembahasan raperÂda, termasuk pembahasan mengenai tambahan kontribusi. “Latar belakang penetapan besaran kontribusi tambaÂhan,†kata Yuyuk.
Pada salah satu poin usulan dalam Raperda, Pemprov DKl Jakarta menÂcantumkan angka 15 persen tambahan kontribusi sebagai syarat bagi pengemÂbang. Hal tersebut diduga menjadi peÂnyebab pembahasan Raperda menjadi mandeg dan berlarut-larut. Lantaran pihak DPRD menilai bahwa poin tamÂbahan kontribusi itu tidak mempunyai dasar hukum.
Yuyuk menambahkan, selain soal pembahasan Raperda, Ahok juga akan ditelisik mengenai hal lain. Salah saÂtunya adalah terkait sejumlah izin reklamasi yang dikeluarkan oleh Ahok. “Perizinan reklamasi selama yang berÂsangkutan menjabat,†kata Yuyuk.
Berdasarkan catatan yang dihimÂpun, dari 17 pulau reklamasi Ahok telah mengeluarkan beberapa izin. Pada 10 Juni 2014, Ahok menerbitkan surat perpanjangan izin prinsip reklamasi setelah sebelumnya izin prinsip itu diterbitkan pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo saat masih menjabat GuÂbernur DKl Jakarta.
Izin prinsip tersebut antara lain PuÂlau F kepada PT Jakarta Propertindo, Pulau G kepada PT Muara Wisesa SamuÂdra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, Pulau l kepada PT Jaladri Kartika Pakci serta Pulau K keÂpada PT Pembangunan Jaya Ancol.
Ahok kemudian mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi yakni untuk PuÂlau G pada 23 Desember 2014, untuk Pulau F dan l pada 2 Oktober 2015, serta untuk Pulau K pada 17 November 2015.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawanÂnya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua KomiÂsi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad SaÂnusi hingga miliaran Rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali terÂtunda. Disinyalir pembahasannya manÂdeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menÂjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga tersangka, yakni Ariesman, TriÂnanda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterliÂbatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, SaÂnusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang NoÂmor 31 Tahun 1999 tentang pemberanÂtasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Trinanda diÂduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang NoÂmor 31 Tahun 1999 tentang pemberanÂtasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Soal pemanggilan ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan siap memenuhi panggilan KPK terkait kasus suap reklamasi Teluk Jakarta. “Besok saya dipanggil KPK unÂtuk jadi saksi kasus Sanusi dan AriesÂman. Saya enggak tahu ditanyain apa aja, tetapi saya akan kosongkan agenda seharian,†ujarnya di Balai Kota DKI JaÂkarta, Senin (9/5/2016).
Mantan Bupati Belitung Timur tersebut mengatakan tidak mengeÂtahui apa saja yang akan ditanyakan oleh penyidik KPK. Meski begitu, dia menuturkan kemungkinan tak akan menjelaskan soal pembahasan teknis. “Dokumen kan teknis. KPK sudah boÂlak-balik panggil KPK. Saya enggak terÂlalu ngikutin teknis lainnya. Saya hanya tahu soal kebijakan, soal sidang enggak kuorum,†jelasnya.
Sebelumnya, KPK telah menjadwalÂkan pemeriksaan Ahok terkait dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Khusus dan Pulau-Pulau Kecil serta Tata Ruang Kawasan Strategis JaÂkarta Utara. (*)