Realisasi bantuan selisih angsuran kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi menunggu terbitnya Perpres, sedangkan bantuan uang Rp4 juta menunggu petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Oleh : Adilla Prasetyo
[email protected]
Direktur Pola Pembiayaan Perumahan Ditjen Pembiayaan Rumah KementeÂrian PUPR, Didik Sunardi mengataÂkan pemerintah telah mengalokasiÂkan dana Rp220 miliar untuk bantuan uang muka Rp4 juta untuk 55.000 unit rumah dan selisih angsuran KPR sebesar Rp120 miliar unÂtuk 60.000 unit rumah. “Kalau Perpres dan Juknis sudah terbit, maka program tersebut bisa segera direalisasikan,†ujarnya, Selasa (6/10/2015).
Dirinya meyakinkan, bantuan uang muka KPR bersubsidi tidak sebatas pada pegawai negeri sipil (PNS), namun juga konsumen lainnya yang memenuhi syarat. Syarat utama, pemohon tidak memiliki rumah. Hal itu pentÂing jika Badan Pemeriksa Keuangan turun dan memeriksa ditemukan fakta bahwa penerima bantuan justru sudah mempunyai rumah, maka program tersebut langsung diberhenÂtikan sehingga konsumen mengangsur KPR dengan tanpa subsidi, komersial.
Dia juga meyakinkan, syarat untuk memÂperoleh bantuan tersebut cukup mudah. Konsumen cukup mengajukan formulir yang sudah disediakan bank penyalur KPR dan langsung bisa diproses.
Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo menegaskan adanya insentif dari pemerintah terbukti efektif untuk mendorong masyarakat untuk memiliki rumah. Data penjualan rumah bersubsidi sampai dengan September menyeÂbutkan, rumah tipe tersebut sudah terjual 80.000 unit atau 40 persen lebih bila dibandÂingkan periode yang sama tahun lalu.
Terkait pertanyaan dari peserta Rakerda bahwa perlunya pemerintah memperhatikan pangsa pasar rumah bersubsidi untuk pekerja informal, menurut dia, hal itu bisa disiasati dengan pola penjaminan.
Aosiasi bisa menjadi penjamin dari end user yang layak dikucuri KPR oleh bank. Tapi sebelumnya, asosiasi melakukan survei terleÂbih dulu atas kemampuan dari end user. “PenÂgalaman di Palembang, tingkat NPL KPR yang dikucurkan untuk pekerja informal justru nol persen,†ujarnya.
Didik Sunardi menambahkan, peraturan untuk memayungi pemberian KPR bagi pekerÂja sektor informal sebenarnya sudah ada. MeÂkanisme lain yang bisa ditempuh bank sebeÂnarnya ada, yakni menggaet pekerja sektor informal sebagai nasabah mereka.
Dengan melihat tabungan mereka, maka dapat diketahui putaran uang dari kegiatan usaha mereka. Dari data itu maka bank bisa memutuskan dapat memÂberikan KPR atau tidak. “Tapi pengalaÂman selama ini, bank terkeÂsan kurang ekspansif, masih terkesan pilih-pilih dalam mengucurkan KPR ke pekerja informal , †ujarnya.