KRITIK pedas Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dalam Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) kemarin, soal munculnya media-media massa yang tak membangun bangsa memang ada benarnya. Media-media kebanyakan, kata Jokowi, cenderung suka menyuguhkan berita tak mencerdaskan dan tak membangun bangsa. Isu adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal pun kini dipolitisir.
Oleh : ABDUL KADIR BASALAMAH
[email protected]
Anas Sony Rasmala, Kepala Dinas TenaÂga kerja, Sosial dan Transmigrasi (Disnakersostrans) Kota Bogor, membantah tegas adanya PHK massal di Kota BoÂgor, seperti ramai diberitakan. “Ah, bohong itu. Mana datanya. Nggak ada PHK,†kata dia, kemarin.
Data Disnakersostrans Kota Bogor mencatat hanya ada 285 orang yang terkena PHK untuk periode Januari hingga Februari 2016. Sementara angka 1000 lebih merupakan angka PHK di tahun 2015 yang merupakan angka wajar setiap tahun.
“Setiap tahun angka PHK di Kota Bogor memang dikiÂsaran 800 sampai 1000 lebÂih,†ujar Anas.
Menurut Anas, tidak ada yang namanya PHK massal akibat dari pailitnya beberapa perusahaan yang disebutkan di media. Bahkan sebenarnya status perusahaan tersebut bukanlah pailit melainkan hanya berhenti beroperasi dan karyawan dirumahkan. PerusaÂhaan hanya dinyatakan pailit jika sudah ada keputusan dari pengadilan niaga akibat peÂrusahan tersebut sudah tidak bisa lagi membayar hutangnya, dan asset perusahaan dibayarÂkan untuk membayar hutang. “Perusahaan tersebut meÂmang sudah melaporkan tidak berproduksi karena ordernya kurang akibat melimpahnya produk Cina,†papar Anas.
Anas menjelaskan, di Kota Bogor terdapat 930 perusaÂhaan dari besar sampai kecil dengan jumlah tenaga kerja produktif mencapai 700 ribu orang. Sebanyak 300 ribu orang bekerja di Kota Bogor sementara sisanya di luar Kota Bogor. Maka angka PHK yang ada tidak terlalu berdampak. Dimana, seringnya PHK terjadi karena habis kontrak atau peÂkerja tidak melanjutkan konÂtrak kerja. “Angka PHK 1000 lebih, tapi angka penyerapan tenaga kerja mencapai 2033 orang. Itu tandanya masih surÂplus, bahkan masih dibutuhÂkan 3000 tenaga kerja baru,†jelas Anas.
Memasuki Masyarakat EkoÂnomi Asean (MEA) memang memberi dampak terhadap tenaga kerja Indonesia. Apalagi banyak tenaga kerja yang meÂmang tidak menguasai satu biÂdang secara profesional dan leÂmahnya Bahasa Inggris. Padahal bahasa asing sangat diperlukan dalam persaingan dunia kerja saat ini. Tak hanya itu, masih banyak tenaga kerja yang beÂlum memiliki sertifikasi profesi berstandar global. “Sekarang itu standarnya bukan Nasional lagi tapi sudah harus Internasional atau setidaknya setara Asean,†Terang Anas.
Anas juga memberi saran kepada tenaga kerja baru agar menguasai keahlian dalam satu bidang yang menjadi passionÂnya. Kuasai bahasa asing, kuaÂsai alat-alat teknologi dan inforÂmasi serta yang paling penting etika dan sikap.
(Abdul Kadir Basalamah)