IMG_6164-2wrfwyueljgachpmd2g16y

Mungkin belum banyak yang tahu, potensi florikultura atau tanaman hias di Indonesia sangat besar. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brasil. Dengan kata lain, negara ini punya sumber daya genetik yang tinggi untuk dikembangkan.

Oleh : Guntur Eko Wicaksono
[email protected]

Fakta itulah yang menginspirasi Raden Nanda Teguh merintis usaha Little Gardenia. Pria yang akrab disapa Nanda ini bercerita, ketika masih sebagai mahasiswa, ia pernah mengikuti pelatihan tentang tanaman hias, khususnya terrarium. Saat itu, ia mulai tertarik dengan tanaman hias. Sejak per tengahan 2013, ia melakukan riset dan percobaan mengenai tanaman hias. Agar memberi nilai tambah pada tanaman hias, Nanda mengkreasikan tanaman hias dalam wadah atau yang dikenal dengan sebutan terrarium. Nanda mengatakan, terrarium mulai masuk ke tanah air sejak 2004. Namun, terrarium baru dikomersialkan alias dijual sejak tahun 2010. Untuk mengembangkan pasar terrarium, Nanda pun merintis Little Gardenia sejak Januari 2014. Pria kelahiran Sukabumi ini tak sembarangan memilih terrarium sebagai produk yang dikembangkan. Tujuan utamanya dalam Little Gardenia ialah memasyarakatkan tanaman hias. Menurut Nanda, masyarakat hanya mau membudidayakan tanaman hias jika sudah mencintai florikultura. Dia membuat miniatur kebun dalam wadah untuk memudahkan masyarakat memelihara tanaman hias. “Dengan semakin mudah akses tanaman hias dalam rumah, otomati s kecintaan terhadap tanaman hias pun meningkat,” ucapnya. Nanda bercerita, dulu ia hanya punya t abungan Rp 100.000 untuk modal usaha. Untuk mendapat tambahan modal, ia mengirimkan proposal kegiatan mahasiswa pada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Dikti pun mengucurkan dana Rp 4 juta. Modal tersebut digunakan Nanda untuk membeli wadah dari bahan kaca dan keramik , serta pasokan tanaman hias. Dalam masa persiapan selama enam bulan, ia membuat prototipe desain terrarium. Baru pada awal 2014, ia memasarkan karyanya. Respons pasar, menurut Nanda, sangat positif. Dalam sebulan, ia bi sa membuat 1.500 buah terrarium berukuran kec il, 200 buah terrarium sedang, dan 100 buah terrarium besar. Ia membanderol terrarium dengan kisaran harga Rp 40.000 –Rp 300.000 per buah, tergantung ukuran wadah. Saban bulan, pria yang baru berusia 21 tahun ini bisa meraup omzet sekitar Rp 10 juta. Nanda bilang, laba bersih dari usahanya bisa mencapai 60 persen dari omzet . Nanda bilang, permintaan untuk terrarium terus meningkat. Di sisi lain, pemain yang memasarkan produk serupa pun bermunculan. Persaingan usaha pun semakin terasa. Beberapa pemain lain malah ada yang menjual terrarium di atas harga Rp 1 juta per buah. Tak tang gung-tanggung, pesaingnya mengimpor bunga dari negeri Eropa. “Antar-pemain jadi bersaing kreativitas membuat katalog produk yang semakin beragam,” tutur dia. Namun, Nanda lebih memilih bahan baku tanaman hias dari negeri sendiri. Ia bekerjasama dengan petani di Jawa Barat dengan sistem kemitraan. Nanda membina para pet ani untuk menghasilkan tanaman hias berkualitas ting gi. Lantas, ia membeli hasil tani tersebut untuk dijadikan bahan baku pembuatan terrarium. Kreativitas Nanda pun diganjar penghargaan Shell LiveWire Business Start-up Awards, tahun lalu. Nanda mengatakan, untuk membuat terrarium, hal utama yang paling penting ialah komposisi tanaman yang dimasukkan dalam wadah. “Kalau komposisi tidak bagus, tanaman hias tidak bisa berkembang,” ujar dia. Ia cenderung memilih tanaman hias yang butuh waktu lama untuk bertumbuh. Jadi, pembeli pun tak perlu buru-buru memindahkan tanaman ke wadah lebih besar. Namun, ia bilang, jenis tanaman hias yang dipilih memang harus dirawat, minimal disiram air setiap hari. “Kalau didiamkan saja, dalam seminggu tanaman dalam wadah bisa mati,” ucapnya. Untuk membuat terrarium dengan ukuran besar, Nanda butuh waktu sejam. Nanda bilang, ia tak menemui kesulitan berarti dalam pembuatan terrarium. “Yang penting, ada tanaman hias dan ada wadah, saya bisa bikin terrarium,” kata dia. Setelah mengembangkan usaha terrarium, Nanda tak lantas berpuas diri. Ia menciptakan produk lain yang masih erat hubungannya dengan tanaman hias. Sejak medio 2014, Nanda mulai membu at taman vertikal mini yang bisa dibongkar pasang. Munculnya produk ini, kata Nanda, merupakan permintaan pasar. Pasalnya, masyarakat lebih mengenal taman vertikal yang dipasang di gedung perkantoran. Proses pemasangan pun butuh waktu lama karena rata-rata tembok yang dipasangi taman juga luas. Di sisi lain, usaha taman ver tikal biasanya B2B alias business to business dengan harga yang mahal.

(KTN)

============================================================
============================================================
============================================================