20141026_103709-e1417914496737Tangga kerap dijadikan salat satu ‘alat’ olahraga mudah dan murah bagi sebagian orang. Naik atau turun tangga memang bisa dikatakan termasuk olahraga aerobik. Dampaknya, detak jantung akan meningkat sehingga aliran darah juga meningkat sehingga badan lebih sehat.

Oleh : Rishad Noviansyah
[email protected]

Namun, beban berlebih yang diteri­ma lutut saat melakukan aktivitas ini dapat meningkatkan risiko osteoarthritis. Ini terjadi karena tulang rawan pada lutut rusak hingga menimbulkan rasa nyeri yang cukup mengganggu.

Hal itu diungkapkan Ahli Ortopedi Konsul­tan Sport Medicine, dr Andre Pontoh, SpOT(K) dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI). Andre menjelaskan, lutut idealnya digunakan untuk menahan beban tubuh normal saja.

“Memang, detak jantung akan meningkat, sehingga aliran darah ke jaringan juga menin­gkat. Peningkatan ini yang membuat jaringan tubuh lebih sehat. Tapi, saat naik turun tangga, beban pada lutut bisa mencapai 3,5 kali berat badan. Itu sangat berat untuk lutut,” kata dr Andre pada acara seminar media di RSPI, Pon­dok Indah, Jakarta Selatan, Kamis (25/2/2016).

Menurutnya, terkadang ada situasi tak te­rhindari di mana seseorang harus menaruh beban tambahan pada lututnya. dr Andre pun menyarankan agar sebisa mungkin mencari cara mengurangi beban itu yang bisa menim­bulkan kerusakan pada lutut.

BACA JUGA :  7 Tips Menetralisir Tubuh usai Makan yang Bersantan saat Lebaran

“Saya sering bilang ke pasien. Kalau ter­paksa naik turun tangga, pegangan saja. Jadi, berat badan sebagian ditanggung tangan kita. Tangga memang bagus untuk jantung. Tapi ti­dak untuk lutut,” katanya.

Naik atau turun yang lebih baik?

Seringkali, kita memilih menggunakan lift atau eskalator saat naik ke lantai atas pusat perbelanjaan atau kantor. Baru saat turun kita menggunakan tangga. Berbicara mana yang lebih baik, ternyata naik tangga-lah yang lebih aman untuk sendi.

Pasalnya, ketika menuruni tangga, beban yang diterima sendi, khususnya lutut bisa mencapai lima kali be­ban tubuh kita. Sendi merupakan anggota tubuh yang secara terus menerus mengalami tekanan.

Saat berjalan, tekanan pada sendi menca­pai dua kali berat tubuh, saat naik tangga me­ningkat hingga tiga kali dan saat turun tangga tekanan yang dialami sendi mencapai lima kali dari berat tubuh.

BACA JUGA :  Waspada! Ini Dia 8 Cara Mencegah Tertular Flu Singapura

Hal itu, kata Dr dr Aris Wibudi, SpPD, KEMD dari Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gator Soebroto, disebabkan gaya gravitasi. “Ketika naik tangga, maka beban pada sendi lebih kecil ketimbang turun tangga. Kalau orang gemuk, tentu tekanan pada sendi lebih besar lagi saat turun tangga,” katanya.

Secara alami, kata dia, sendi me­mang selalu menanggung banyak beban. Tapi, jika berat badan berlebihan atau tekanan berat pada sendi terjadi terus-menerus, maka sendi akan menanggung beban diluar kemampuannya.

“Itu bisa menyebabkan robekan-robekan kecil pada rawan sendi. Saat masih muda, se­cara alami tubuh bisa memperbaikinya. Tapi kalau usianya semakin tua dan robekan makin parah, maka tulang bisa saling menempel dan menyebabkan osteoarthritis,” tutur Dr Aris.

Menurut Dr Aris, hal tersebut terjadi karena kemampuan tubuh mensinte­sa glukosamin berkurang. Selain itu, dengan bertambahnya usia maka sel-sel kolagen juga berkurang. Glukosamin merupakan se­nyawa pembangun penting untuk sendi tulang rawan yang berperan sebagai bantalan pada ujung tu­lang dan mencegah tu­lang dari keretakan saat bergerak. (*/ detikhealth)

============================================================
============================================================
============================================================