Untitled-9PENURUNAN harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium dan Solar mulai Jumat 1 April 2016, yang seharusnya diikuti penurunan tarif angkutan umum, tak berlaku di Kota Bogor. Pemkot dan Organda Kota Bogor enggan membahas surat edaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang meminta agar tarif angkutan umum perkotaan turun 3 persen.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belum menggelar pertemuan dengan para stakeholder untuk memba­has tarif angkot tersebut. “Sejauh ini belum ada ren­cana melakukan penurunan tarif angkot,” kata Wa­likota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Kamis (31/3/2016).

Bima mengatakan, untuk penyesuaian tarif angkutan perlu kajian khusus dan melihat dinamika yang ada di masyarakat. “Kami menunggu masukan dari ma­syarakat. Sebelum melangkah kami akan melihat perkembangan dan juga pastinya ada kajian terlebih dahulu dengan Organda (Organisasi Angkutan Darat),” jelas Bima.

Terpisah, Ketua Organda Kota Bogor, Muhammad Ischak mengatakan, apabila penurunan harga BBM nanti tidak signifi­kan, maka tidak begitu berpengaruh untuk menaikkan atau menurunkan tarif angkot. “Kalau penurunan hanya 3 persen, tarif an­gkot pun sama turunnya di kisaran 5 persen atau Rp 100,” tutur dia.

BACA JUGA :  Halalbihalal Perumda Tirta Pakuan, Wali Kota Bogor Apresiasi Kinerja Pelayanan

Itu pun, kata dia, jika Pemkot Bogor mendorong adanya penurunan harga tarif angkot. “Tapi sejauh ini kami belum mener­ima ajakan dari pemkot untuk membahas penyesuaian tarif,” kata dia.

Saat ini, tarif angkot di Kota Bogor ditetapkan sebesar Rp 3.500 untuk jarak jauh dan jarak dekat Rp 3.000. Sementara untuk pelajar sebesar Rp 2.500.

Di sisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bahwa tarif an­gkutan umum rata-rata akan turun sekitar tiga persen, pasca pemangkasan harga BBM jenis Premium dan Solar subsidi sebe­sar Rp500 per liter per 1 April 2016. “Se­bentar lagi (tarif angkutan umum) harus turun. Paling lambat besok pagi sudah ada keputusan. Penerapannya langsung, sebisa mungkin,” tutur Menteri Perhubungan Ig­natius Jonan, Kamis (31/3/2016).

Mantan Direktur Utama PT KAI ini mengungkapkan, sejak semalam formula penurunan tarif masih diperhitungkan dan dibahas bersama Organisasi Angkutan Da­rat (Organda).

Meski demikian, implementasi penu­runan tarif tidak bisa dilakukan serta-merta untuk semua angkutan umum. “Tarif Me­tromini, misalnya, Rp4000. Rp4000 itu ka­lau diturunkan 3 persen itu Rp120. Udahlah dibikin Rp150 rupiah. Kalau orang bayar Rp4000 kembali Rp150 itu kan sulit. Iya atau tidak?,” ujar Jonan.

BACA JUGA :  Briefing Staf Terakhir Bersama Wali Kota Bogor, Ini Kata Bima Arya dan Dedie Rachim

Untuk itu, Kemenhub tengah memikir­kan cara efektif lain misalnya membuat kes­epakatan dengan Organda untuk tidak me­naikkan tarif ketika harga BBM naik di masa mendatang. “Kalau ada tarif naik, mungkin tarif (metromini) tidak akan naik atau nai­knya disesuaikan, kan bisa. Nanti kami jelas­kan ke masyarakat,” ujarnya.

Hal berbeda terjadi untuk tarif angku­tan jarak jauh, seperti bus antar kota, kereta api, dan kapal penyebrangan maupun ka­pal laut. Menurut Jonan, penurunan tarif angkutan sedianya bisa langsung diimple­mentasikan. “Bus Jakarta-Cirebon misalnya tarif Rp 50.000 sekali jalan. Kalau turun tiga persen berarti Rp 1.500 bisa (diimplemen­tasikan) dong?” ujarnya.

Lebih lanjut, Jonan mengingatkan bah­wa Kemenhub hanya memiliki wewenang mengatur tarif bus Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP), kapal penyeberangan, ka­pal laut, dan kereta api ekonomi. “Untuk tarif AKDP (Angkutan Kota Dalam Provinsi) kita bikin Surat Edaran ke Gubernur. Nanti Gubernur yang mengimplementasikan. Ka­lau dalam kota, itu bupati dan walikota, bu­kan saya,” tandasnya.

============================================================
============================================================
============================================================