Untitled-19BOGOR, TODAY — Kondisi dan situasional lalulintas di kawasan Jalan Juanda, depan Istana Bogor, harus diakui menjadi lancar saat diberlaku­kan peraturan Sistem Satu Arah (SSA). Namun, hal ini juga membuat sopir menaik­kan tarif angkutan secara liar.

Sejumlah sopir angkot mengaku terpaksa menaik­kan tarif setelah ada SSA. Alasannya, jarak tem­puh menjadi lebih jauh.

Sopir angkot 03, Rian Her­mana (36), mengatakan, kenaikan tarif dilaku­kan dengan berat hati. Ongkos yang lebih mahal itu karena jalan yang satu aarah membuatnya harus memutar hingga lebih banyak memakan BBM. “Mis­alnya, dari Bubulak di Keca­matan Bogor Barat ke Sukasari di Kecamatan Bogor Tengah biasanya ditempuh paling lama 2 jam, kini paling cepat 2,5 jam,” ujarnya.

Pun begitu, ia tidak mematok semua penumpang dengan tarif ang­kot Rp5.000. Tarif disesuaikan dengan jarak dan tujuan penumpang. “Harga bensin pun kan turunnya tidak sebera­pa,” kata Rian.

Uji coba sistem satu arah seputar Kebun Raya Bogor, memang membuat banyak sopir angkutan kota menaikkan tarif secara sepihak, tanpa mengindah­kan Peraturan Walikota (Perwali) Bo­gor. Tak tanggung, kenaikan tarifnya pun mencapai 50-80 persen.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Organda Kota Bogor Muhammad Is­chak menegaskan bahwa seluruh sopir angkutan umum yang terdampak pen­galihan arus sistem satu arah harus mengacu pada Perwali. “Tarif angkutan tetap harus mengacu pada Perwali. Jadi tidak ada kenaikan tarif angkot,” tegas Ischak, Selasa (5/4/2016).

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Apresiasi Dompet Dhuafa Beri Akses Masyarakat Sekitar dan Pengungsi Anak-Anak Pendidikan Berkualitas

Ischak menilai, kenaikan tarif se­cara sepihak bisa merugikan masyara­kat, apalagi jika tarifnya menjadi sangat tinggi. “Kalau ada sopir yang nakal me­naikan tarif sendiri, penumpang bisa melaporkan ke dinas terkait. Jangan diam saja,” tegasnya.

Menurutnya, apabila sopir angkot menyalahi SK wali kota tentang keteta­pan tarif angkot dan telah meresahkan masyarakat, mereka bisa dikenakan sanksi pencabutan izin trayek. “Hanya saja yang bisa mencabut izin trayek Di­nas Lalu Lintas Angkutan Jalan. Fungsi Organda hanya menyerap dan membi­na pemilik angkot,” kata dia.

Ischak juga khawatir, tarif angkutan umum bisa jadi tidak seragam kalau setiap sopir angkutan umum menaikkan tarif sendiri. Bahkan menimbulkan gejolak di masyarakat. “Kenaikan tarif sepihak ini pas­ti terjadi percekcokan antara sopir dengan penumpang. Karenanya dinas terkait harus segera menindaklanjutinya,” ucapnya.

Meski kenaikan tarif secara sepihak sudah berlangsung sejak awal uji coba penerapan sistem satu arah pada 1 April 2016, namun Pemerintah Kota Bogor belum akan mengambil tindakan. “Nan­ti kami cek di lapangan. Kalaupun ada itu ulah sopir ilegal. Yang jelas pemilik angkot harus mengikuti SK Wali Kota yang lama,” kata Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, kemarin.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Apresiasi Kadin Laksanakan Pasar Murah Kendalikan Laju Inflasi Daerah

Data yang dihimpun di lapangan, sejumlah angkot yang terdampak pen­galihan rute sistem satu arah seputar Kebun Raya Bogor telah menaikkan tarif bervariasi rata-rata 40-80 persen. Seperti angkot 02, jurusan Sukasari-Bu­bulak, yang mengalami kenaikkan dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000, ada juga hingga Rp 6.000. Selain itu, angkot 07, jurusan Warung Jambu-Merdeka, me­naikkan tarif yang awalnya sebesar Rp 3.500 menjadi Rp 5.000.

Hal ini membuat penumpang jen­gkel. “Padahal harga BBM turun, tapi tarif angkot di Kota Bogor naik,” ucap Zaidarman, karyawan swasta. “Ada-ada aja cari alasan tak menurunkan harga,” kata Budiman Napitupulu(26), maha­siswa yang tiap hari menggunakan jasa angkot di Bogor.

Menurutnya, sejak diberlakukan SSA tarif angkot menjadi Rp5.000, pa­dahal biasanya Rp3.500. “Kata sopir an­gkot jaraknya jadi jauh, makanya bayar Rp5.000,” tandasnya.

(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya)

============================================================
============================================================
============================================================