BOGOR, TODAY — Kondisi dan situasional lalulintas di kawasan Jalan Juanda, depan Istana Bogor, harus diakui menjadi lancar saat diberlakuÂkan peraturan Sistem Satu Arah (SSA). Namun, hal ini juga membuat sopir menaikÂkan tarif angkutan secara liar.
Sejumlah sopir angkot mengaku terpaksa menaikÂkan tarif setelah ada SSA. Alasannya, jarak temÂpuh menjadi lebih jauh.
Sopir angkot 03, Rian HerÂmana (36), mengatakan, kenaikan tarif dilakuÂkan dengan berat hati. Ongkos yang lebih mahal itu karena jalan yang satu aarah membuatnya harus memutar hingga lebih banyak memakan BBM. “MisÂalnya, dari Bubulak di KecaÂmatan Bogor Barat ke Sukasari di Kecamatan Bogor Tengah biasanya ditempuh paling lama 2 jam, kini paling cepat 2,5 jam,†ujarnya.
Pun begitu, ia tidak mematok semua penumpang dengan tarif angÂkot Rp5.000. Tarif disesuaikan dengan jarak dan tujuan penumpang. “Harga bensin pun kan turunnya tidak seberaÂpa,†kata Rian.
Uji coba sistem satu arah seputar Kebun Raya Bogor, memang membuat banyak sopir angkutan kota menaikkan tarif secara sepihak, tanpa mengindahÂkan Peraturan Walikota (Perwali) BoÂgor. Tak tanggung, kenaikan tarifnya pun mencapai 50-80 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Organda Kota Bogor Muhammad IsÂchak menegaskan bahwa seluruh sopir angkutan umum yang terdampak penÂgalihan arus sistem satu arah harus mengacu pada Perwali. “Tarif angkutan tetap harus mengacu pada Perwali. Jadi tidak ada kenaikan tarif angkot,” tegas Ischak, Selasa (5/4/2016).
Ischak menilai, kenaikan tarif seÂcara sepihak bisa merugikan masyaraÂkat, apalagi jika tarifnya menjadi sangat tinggi. “Kalau ada sopir yang nakal meÂnaikan tarif sendiri, penumpang bisa melaporkan ke dinas terkait. Jangan diam saja,” tegasnya.
Menurutnya, apabila sopir angkot menyalahi SK wali kota tentang ketetaÂpan tarif angkot dan telah meresahkan masyarakat, mereka bisa dikenakan sanksi pencabutan izin trayek. “Hanya saja yang bisa mencabut izin trayek DiÂnas Lalu Lintas Angkutan Jalan. Fungsi Organda hanya menyerap dan membiÂna pemilik angkot,” kata dia.
Ischak juga khawatir, tarif angkutan umum bisa jadi tidak seragam kalau setiap sopir angkutan umum menaikkan tarif sendiri. Bahkan menimbulkan gejolak di masyarakat. “Kenaikan tarif sepihak ini pasÂti terjadi percekcokan antara sopir dengan penumpang. Karenanya dinas terkait harus segera menindaklanjutinya,” ucapnya.
Meski kenaikan tarif secara sepihak sudah berlangsung sejak awal uji coba penerapan sistem satu arah pada 1 April 2016, namun Pemerintah Kota Bogor belum akan mengambil tindakan. “NanÂti kami cek di lapangan. Kalaupun ada itu ulah sopir ilegal. Yang jelas pemilik angkot harus mengikuti SK Wali Kota yang lama,” kata Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, kemarin.
Data yang dihimpun di lapangan, sejumlah angkot yang terdampak penÂgalihan rute sistem satu arah seputar Kebun Raya Bogor telah menaikkan tarif bervariasi rata-rata 40-80 persen. Seperti angkot 02, jurusan Sukasari-BuÂbulak, yang mengalami kenaikkan dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000, ada juga hingga Rp 6.000. Selain itu, angkot 07, jurusan Warung Jambu-Merdeka, meÂnaikkan tarif yang awalnya sebesar Rp 3.500 menjadi Rp 5.000.
Hal ini membuat penumpang jenÂgkel. “Padahal harga BBM turun, tapi tarif angkot di Kota Bogor naik,†ucap Zaidarman, karyawan swasta. “Ada-ada aja cari alasan tak menurunkan harga,†kata Budiman Napitupulu(26), mahaÂsiswa yang tiap hari menggunakan jasa angkot di Bogor.
Menurutnya, sejak diberlakukan SSA tarif angkot menjadi Rp5.000, paÂdahal biasanya Rp3.500. “Kata sopir anÂgkot jaraknya jadi jauh, makanya bayar Rp5.000,†tandasnya.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya)