BOGOR TODAYÂ – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji penaikan tarif kereta api (KA) listrik atau Commuterline khusus JaboÂdetabek pada tahun depan. Alasan krusialnya, alokasi angÂgaran subsidi (public service obligation/PSO) untuk KA JaÂbodetabek dipangkas.
“Kami menunggu kepuÂtusan besaran anggaran dari Kementerian Keuangan. Jika subsidi dipangkas, bisa jadi naik tarif dua kali lipat,†ungkap Direktur JenÂderal Perkeretaapian KemenÂhub, Hermanto Dwi Atmoko, saat ditemui BOGOR TODAY di ruang kerjanya, Jumat (12/6/2015).
Hermanto menjelaskan, kebutuhan subsidi KA JabodeÂtabek 2016 diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun ini. Hermanto menyebut, anggaÂran PSO KA Jabodetabek tahun lalu sebesar Rp 900 miliar, lalu naik menjadi Rp 1 triliun di 2015 dan tahun depan pasti naik. “Subsidi harus naik kalau tarif engÂgak dinaikkan. Tapi kalau uang enggak ada, terpaksa naik,†tambahnya.
Hermanto mengaku, tarif keekoÂnomian kereta api rute Jakarta-BoÂgor dipatok Rp 11 ribu per orang. Namun karena ada anggaran subsiÂdi atau PSO untuk KA Jabodetabek, penumpang hanya membayar Rp 5.000 per orang. Kata dia, itu artiÂnya pemerintah menanggung Rp 6.000 per orang. “Tarif Rp 5.000 murah sekali lho, ongkos ojek saja sudah berapa, lebih mahal. Tapi naikkan tarif KA Jabodetabek engÂgak mudah, naik Rp 1.000 saja riÂbut. Jadi kita lihat dulu perkembanÂgannya,†terang Hermanto.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan meÂnyampaikan, basis penÂumpang kereta api listrik JabodeÂtabek pada 2009 menÂcapai 300 ribu orang. Kemudian jumÂlahnya meningkat menjadi 700 ribu orang dalam sehari. “Dan hari ini jumlah penumpang kereta api lisÂtrik Jabodetabek sebanyak 850 ribu orang. Pada tahun depan akan menÂjadi 1 juta penumpang per hai. Jadi butuh subsidi angkutan kereta listrik Jabodetabek,†tegas dia.
Subsidi angkutan kereta api Jabodetabek, kata Jonan, masuk dalam kegiatan prioritas Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada tahun depan. Subsidi angkutan kereta api sebanyak 8 kegiatan.
Pada 1 April 2015, PT KAI resmi menaikkan tarif kereta baru. Tarif KRL akan dihitung berdasarkan jarak tempuh penumpang. PerhiÂtungan tarif tak lagi menggunakan jumlah stasiun yang dilewati.
Eva Chairunnisa, Manajer KoÂmunikasi PT Kereta Api Indonesia Commuter JabodeÂtabek, mengklaim perubahan cara perhitungan tarif itu tak serta-merta membuat tarif KRL naik. Eva menÂcontohkan, mulai 1 April, ongkos KRL dari Bogor naik Rp 4.000 menjadi Rp 11 ribu. Saat ini tarifnya hanya Rp 7.000. Sebaliknya, ongkos Depok-Manggarai malah turun Rp 1.500. “Jadi ada yang turun, ada yang naik,†kata Eva.
Dalam Peraturan Menteri PerÂhubungan Nomor PM 17 Tahun 2015, tarif KRL pengguna tiket eleÂktronik untuk 1-25 kilometer perÂtama sebesar Rp 2.000 per orang. Sementara untuk sepuluh kilomeÂter berikutnya dan berlaku kelipaÂtannya sebesar Rp 1.000. Adapun untuk karcis kertas atau non-elekÂtronik sebesar Rp 3.000.
Dalam tarif KRL sebelumnya yang tertuang dalam PM 5 Tahun 2014, perhitungan tarif berdasarÂkan jumlah stasiun yang dilewati. Lintas Bogor-Manggarai misÂalnya, mencapai Rp 4.000 dan lintas Tanahabang-Maja sebesar Rp 4.000.
Penumpang Belum Nyaman
Soal rencana penaikan tarif baru di 2016, sejumÂlah komunitas penumpang KRL Jabodetabek mengaku keberatan. Menurut merÂeka, sejauh ini, KAI belum memberikan kenyamanan sepenuhnya.
“Saya saja masih desak-desakan berdiri setiap hari. Ya, harusnya Pak Jonan memperhatian hal ini. Jangan terlalu kapitalistik. Jangan hanya memikirkan untung saja, kenyaÂmanan penumpang lebih utama,†ucap Sekretaris Komunitas PenumÂpang Kereta Commuterline Bogor-Jakarta, Rustiadi Mahesa, kepada BOGOR TODAY, kemarin.
(Yuska Apitya Aji)