NASIB pembangunan waduk Sukamahi dan Cipayung di Kecamatan Megamendung, bakal ditentukan dalam ekspose yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor di hadapan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, pekan ini.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Kepala Badan PerenÂcanaan dan PemÂbangunan Daerah (Bappeda) KabuÂpaten Bogor, SyariÂfah Sofiah mengatakan, disahkan atau tidaknya, tergantung dalam ekspose komprehensif ini. PasÂalnya, revisi ini hanya tinggal menunggu putusan dari pemerÂintah pusat sebelum di-Perda kan oleh Pemkab Bogor.
“Eksposenya komprehenÂsif, meliputi alasan revisi, apa saja yang direvisi, administrasi proses dan mekanisme revisi dan masih banyak lagi. Kalau tidak ada perubahan, Rabu 23 Maret eksposenya di KementÂerian Agraria dan Tata Ruang,†kata Syarifah kepada Bogor ToÂday, Minggu (20/3/2016).
Detail Engineering Design (DED) untuk dua waduk ini sudah selesai. Hanya tingga menunggu revisi RTRW yang kini hanya tinggal menunggu dari pemerintah pusat. SebeÂlumnya, DPRD Kabupaten BoÂgor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengesahÂkannya.
Jika terlaksana, dua waduk ini akan menelan biaya sekitar Rp 3,1 triliun yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan tentunya pemerintah pusat. Revisi ini diÂperlukan agar pemerintah bisa membayarkan gantu untung kepada warga sekitar yang lahÂannya bakal jadi waduk.
Lima desa di Kecamatan Megamendung akan terkena pembebasan lahan untuk pemÂbangunan dua waduk yang katanya untuk mengantisipasi banjir Jakarta. Yakni, Desa Gadog, Cipayung, Sukakarya, Kopo dan Sukamahi.
Untuk Waduk Sukamahi, 12,32 hektare lahan akan dibebaskan, kemudian Desa Cipayung 54,14 hektare, Sukakarya 39,95 hekÂtare. Sementara Waduk Cipayung hanya ‘memakan’ dua desa, yakni 18,65 hektare lahan Desa SukaÂkarya dan 5,55 hektare Desa SuÂkamahi.
“Waduk atau Bendung CipaÂyung rencananya, lahan yang dibebaskan 107,3 hektare denÂgan rencana genangan 79 hekÂtare. Kalau yang Sukamahi 24,2 hektare yang akan dibebaskan dan rencana genangannya 13 hektare,†kata Syarifah.
Untuk anggaran, kata Syarifah, jika tidak ada peÂrubahan, kegiatan konstrukÂsi akan menghabiskan Rp 1,9 triliun dari Kemen PU. “Nah kalau pembebasan lahan, beÂlum ada info terbaru. Semula sih dianggarkan Rp 1,2 triliÂun dari DKI. Tapi terakhir untuk biaya pembebasan laÂhan sharing DKI dengan KeÂmen PU,†lanjutnya.
Sementara bagi Direktur WaÂhana Lingkungan Hidup (WalÂhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan, pengembalian Puncak sebagai kawasan konservasi jauh lebih efisien ketimbang membangun waduk yang diperkirakan seleÂsai dalam empat tahun itu.
“Bogor-Puncak-Cianjur (BoÂpunjur) itu kan kawasan hutan lindung. Seharunya dikembaÂlikan saja supaya daya resapan airnya meningkat. Saat ini, kami melihat 60 persen kaÂwasan puncak sudah berubah jadi lahan keras,†tukasnya.
Idealnya, kata Dadan, 80 persen kawasan Puncak itu seharusnya berupa huÂtan lindung sebagai daerah tangkapan air. “Kalu banÂyak bangunan, bagaimana airnya mau terserap? LebÂih efisien mengembalikan fungsi Puncak sebagi konÂservasi atau hutan lindung saja,†pungkasnya.