GENAP sepekan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) diterapkan, aliran dana repatriasi yang masuk ke pasar modal telah mencapai 400 juta dolar AS atau sekitar Rp5,2 triliun. Pemerintah pun makin optimis kebijakan ini akan membawa dampak positif terhadap perekonomian negara. Selain itu, kebijakan ini juga akan memperbaiki sistem database pajak yang selama ini belum baik.
RISHAD NOVIANSYAH|
YUSKA APITYA
Dari sisi ekonomi, keÂbijakan ini sudah terÂlihat dampaknya,†kata Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang juga salah seorang inisiator tax amnesty itu, Senin (25/7/2016). Luhut menyatakan, presiden memÂberikan akses yang sangat baik pada siapa saja yang terlibat tax amnesty
Pemerintah menepis tudingan UU Pengampunan Pajak disusun asal-asalan. Sebab, sejak awal tax amnesty tidak hanya dirancang oleh Ditjen Pajak. Tim perumus beberapa kali bertemu Bank Dunia, baik di Washington DC maupun di Indonesia. Pemerintah juga melibatkan ahli-ahli pajak independen. Baru setelah draf jadi, Ditjen Pajak dilibatkan.
Menurutnya, dari sisi pengusaha, keÂbijakan ini sangat menguntungkan. Di sisi lain, pemerintah menjamin tak ada aturan hukum yang dilanggar. Pemerintah juga menegaskan tax amnesty tak akan menÂguntungkan pelaku tindak pidana korupsi. Sebab, pengampunan pajak ini merupakÂan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan.
Dengan pengampunan itu, wajib pajak harus mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Ditegaskannya, tiÂdak semua wajib pajak berhak mengikuti tax amnesty. Mereka antara lain wajib paÂjak yang perkaranya telah masuk tahap peÂnyidikan, berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, sedang diadili, atau tengah menjalani hukuman atas tindak pidana perpajakan.
Wajib pajak yang mengikuti tax amÂnesty juga tidak bisa asal-asalan mengungÂkapkan hartanya. Sebab, jika dalam perÂjalanan ditemukan harta yang belum atau kurang diungkap maka yang bersangkutan akan dikenai sanksi tambahan berupa keÂnaikan 200 persen dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang bayar.
Menurut ekonom Purbaya Yudhi Sadewa, potensi masuknya dana repatriaÂsi hingga Rp1.000 triliun bakal berdampak positif pada perekonomian.
Dia menjelaskan, selama ini pertumÂbuhan ekonomi Indonesia sangat dipenÂgaruhi oleh tingkat suku bunga bank. “Artinya, jika suku bunga naik, ekonomi melambat. Kalau suku bunga turun, ekoÂnomi meningkat,†paparnya.
Karena itu, suku bunga yang rendah akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain keberhasilan menekan inflasi, maÂsuknya dana Rp1.000 triliun yang diperkiÂrakan sebagian bakal masuk ke perbankan bakal menambah likuiditas sehingga suku bunga pun diharapkan bisa ditekan dan peÂnyaluran kredit ditingkatkan.
Menurut Purbaya, dorongan pada perÂekonomian saat ini sangat dibutuhkan agar momentum perbaikan ekonomi kian kuat. Dia menyebut berbagai parameter seperti leading economic index (LEI) yang sudah mencapai titik terendah pada pertengahan 2015 dan mulai menunjukkan rebound atau kembali naik sesudahnya.
Selain itu, indikator lain seperti inÂdeks kepercayaan konsumen (IKK) yang mengindikasikan tingkat keyakinan konÂsumen terhadap kondisi perekonomian juga membaik. Demikian pula indeks keÂpercayaan konsumen terhadap pemerÂintah, serta indeks sentimen bisnis yang membaik. “Artinya, optimisme para pebiÂsnis juga makin baik.â€
Antusiasme Tinggi Sementara itu, pengusaha yang terÂgabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyambut baik proÂgram pengampunan pajak. Antusiasme pengusaha dinilai cukup tinggi.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, antusiasme tidak hanya datang dari pengusaha besar, melainkan juga pengusaha di daerah. MenuÂrutnya, peminat dari dalam negeri akan jauh lebih besar dibanding dari luar negeri.
“Kadin melihat, deklarasi nanti justru lebih banyak dari dalam negeri. Sebab, para pelapor pajak boleh dibilang rata-rata tidak terlalu akurat,†ujarnya, kemarin.
Dia menuturkan, para pengusaha juga sudah menerima tarif tebusan yang dipaÂtok pemerintah. Adapun tarif tebusan unÂtuk repatriasi adalah 2% pada periode tiga bulan pertama dan 3% untuk periode tiga bulan berikutnya. Adapun tarif deklarasi yakni 4% untuk periode tiga bulan pertaÂma dan 6% untuk tiga bulan berikutnya.
Pada dasarnya, lanjut Rosan, kunci proÂgram ini adalah tarif tebusan serta kepasÂtian yang diberikan pemerintah terhadap peserta. Sementara itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan penelitian yang dilakukan terkait pembayaran uang tebuÂsan murni sebatas hasil penghitungan, buÂkan menggunakan data pihak ketiga yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP).