105384_largeMENTERI Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah memprediksi bahwa rencana kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akan menuai kontroversi. Bahkan, Ia sudah memperhitungkan banyak pihak yang tidak senang dengan kebijakan tersebut.

Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]

Memang ini, mohon maaf, ada pihak yang enggak senang. Saya nggak usah sebut siapa atau negara mana, tapi ini harus dilakukan untuk kepentingan kita. Enggak penting lah ke­pentingan negara lain. Kita yang lebih penting daripada kepentingan negara lain itu,” kata Bambang di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/12/2015).

Dalam beberapa laporan lembaga Internasional, ada indikasi dana orang di Indo­nesia di salah satu negara mencapai Rp 2.700 trilun. Bila dana bergerak ke Indo­nesia, akan berdampak besar bagi negara tersebut. Menu­rut berbagai sumber, banyak orang Indonesia memarkir danannya di Singapura.

“Kemungkinan jumlah uang lokal di domestik yang belum disampaikan ke pajak minimal Rp 1.400 triliun. Yang belum disampaikan sebagai laporan ke pajak. Dari salah satu negara di luar Indonesia, ada indikasi kepemilikan orang Indonesia di negara tersebut minimal Rp 2,700 triliun. Dari jumlah itu saja udah Rp 4,000-an triliun. Saya yakin jumlahnya lebih dari itu,” paparnya.

BACA JUGA :  Bekal Sekolah dengan Sosis Dadar Nori yang Simple dan Sederhana

Bambang mengakui, jum­lah tersebut masih dalam in­formasi yang simpang siur. Se­bab memang tidak ada negara yang mau membagi sumber dana negaranya kepada nega­ra lain. “Jumlah persisnya ten­tu susah kita tentukan, karena tidak mudah dapatkan infor­masi itu dari negara lain,” te­gas Bambang.

Pemerintah akan mengelu­arkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty untuk wajib pajak (WP) orang Indo­nesia yang menyimpan dana di luar negeri. Saat ini, pemer­intah masih menggodok aturan pengampunan pajak.

Terobosan Perpajakan

Kebijakan itu menuai kritik, salah satunya dari Profesor asal Harvard Kennedy School Jay K Ronsegard menilai itu adalah ke­bijakan yang bodoh karena men­gabaikan unsur keadilan. Selain itu, kritikan juga datang dari Di­rektur Fiskal Departemen IMF (International Monetary Fund), Michael Keen yang menyatakan tidak ada alasan kuat bagi pemer­intah untuk membuat kebijakan pengampunan pajak.

Namun, menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjone­goro, kebijakan tax amnesty adalah terobosan untuk men­embus persoalan mengakar di sisi penerimaan pajak. Tampak pada sisi rasio pajak yang sampai sekarang baru mencapai 12%. “Saya melihatnya tax amnesty itu sebagai suatu terobosan un­tuk memecah kebuntuan yang terjadi selama ini,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Obat Alami Sesak Napas yang Bisa Dicoba di Rumah, Ini Dia Caranya

Persoalan lainnya adalah ti­dak adanya akses Direktorat Jen­deral Pajak (DJP) untuk menyen­tuh wajib pajak lewat perbankan. Maka akan semakin sulit untuk DJP memperkuat basis data WP, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. “Punya nggak pajak akses terhadap perbankan? Ng­gak punya, kan? Udah banyak WP nggak bener, terus akses ke perbankannya susah,” jelasnya.

Banyak negara yang mengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak. Bambang menyebutkan seperti Afrika Selatan, Italia dan Austra­lia mendapatkan hasil yang memuaskan bagi negaranya.

“Kalau dibilang jelek dan se­gala macem, kembali lagi, ban­yak kok negara yang melaku­kan. Yang saya sering cerita kan Italia melakukan, Afrika Selatan melakukan, Australia juga melakukan dari waktu ke waktu,” papar Bambang.

Menurutnya kebijakan ini adalah persoalan biasa bagi banyak negara di dunia. Hanya saja Indonesia jarang melaku­kannya. “Jadi ini sebenarnya hal biasa, cuma dibikin besar karena di kita jarang dilakukan,” tegasnya.

============================================================
============================================================
============================================================