MENTERI Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah memprediksi bahwa rencana kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akan menuai kontroversi. Bahkan, Ia sudah memperhitungkan banyak pihak yang tidak senang dengan kebijakan tersebut.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Memang ini, mohon maaf, ada pihak yang enggak senang. Saya nggak usah sebut siapa atau negara mana, tapi ini harus dilakukan untuk kepentingan kita. Enggak penting lah keÂpentingan negara lain. Kita yang lebih penting daripada kepentingan negara lain itu,†kata Bambang di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/12/2015).
Dalam beberapa laporan lembaga Internasional, ada indikasi dana orang di IndoÂnesia di salah satu negara mencapai Rp 2.700 trilun. Bila dana bergerak ke IndoÂnesia, akan berdampak besar bagi negara tersebut. MenuÂrut berbagai sumber, banyak orang Indonesia memarkir danannya di Singapura.
“Kemungkinan jumlah uang lokal di domestik yang belum disampaikan ke pajak minimal Rp 1.400 triliun. Yang belum disampaikan sebagai laporan ke pajak. Dari salah satu negara di luar Indonesia, ada indikasi kepemilikan orang Indonesia di negara tersebut minimal Rp 2,700 triliun. Dari jumlah itu saja udah Rp 4,000-an triliun. Saya yakin jumlahnya lebih dari itu,†paparnya.
Bambang mengakui, jumÂlah tersebut masih dalam inÂformasi yang simpang siur. SeÂbab memang tidak ada negara yang mau membagi sumber dana negaranya kepada negaÂra lain. “Jumlah persisnya tenÂtu susah kita tentukan, karena tidak mudah dapatkan inforÂmasi itu dari negara lain,†teÂgas Bambang.
Pemerintah akan mengeluÂarkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty untuk wajib pajak (WP) orang IndoÂnesia yang menyimpan dana di luar negeri. Saat ini, pemerÂintah masih menggodok aturan pengampunan pajak.
Terobosan Perpajakan
Kebijakan itu menuai kritik, salah satunya dari Profesor asal Harvard Kennedy School Jay K Ronsegard menilai itu adalah keÂbijakan yang bodoh karena menÂgabaikan unsur keadilan. Selain itu, kritikan juga datang dari DiÂrektur Fiskal Departemen IMF (International Monetary Fund), Michael Keen yang menyatakan tidak ada alasan kuat bagi pemerÂintah untuk membuat kebijakan pengampunan pajak.
Namun, menurut Menteri Keuangan Bambang BrodjoneÂgoro, kebijakan tax amnesty adalah terobosan untuk menÂembus persoalan mengakar di sisi penerimaan pajak. Tampak pada sisi rasio pajak yang sampai sekarang baru mencapai 12%. “Saya melihatnya tax amnesty itu sebagai suatu terobosan unÂtuk memecah kebuntuan yang terjadi selama ini,†ungkapnya.
Persoalan lainnya adalah tiÂdak adanya akses Direktorat JenÂderal Pajak (DJP) untuk menyenÂtuh wajib pajak lewat perbankan. Maka akan semakin sulit untuk DJP memperkuat basis data WP, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. “Punya nggak pajak akses terhadap perbankan? NgÂgak punya, kan? Udah banyak WP nggak bener, terus akses ke perbankannya susah,†jelasnya.
Banyak negara yang mengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak. Bambang menyebutkan seperti Afrika Selatan, Italia dan AustraÂlia mendapatkan hasil yang memuaskan bagi negaranya.
“Kalau dibilang jelek dan seÂgala macem, kembali lagi, banÂyak kok negara yang melakuÂkan. Yang saya sering cerita kan Italia melakukan, Afrika Selatan melakukan, Australia juga melakukan dari waktu ke waktu,†papar Bambang.
Menurutnya kebijakan ini adalah persoalan biasa bagi banyak negara di dunia. Hanya saja Indonesia jarang melakuÂkannya. “Jadi ini sebenarnya hal biasa, cuma dibikin besar karena di kita jarang dilakukan,†tegasnya.