jambu-duaaAbdul Kadir|Yuska Apitya

[email protected]

        Sidang kasus mark up pembelian lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Warung Jambu, Tanahsareal, Kota Bogor, dengan nilai Rp43,1 miliar, selesai digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) di Bandung, kemarin.

        Majelis hakim PN Tipikor yang dipimpin Lince Anna Purba serta anggota Sri Mumpuni dan Djodjo Djohari akhirnya menjatuhkan vonis kepada  tiga orang terdakwa dengan  hukuman 4 tahun penjara, dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan penjara kepada masing-masing terdakwa pada pembacaan keputusannya. Tiga orang terdakwa diantaranya, Mantan Kadis UMKM Hidayat Yudha Priyatna, Mantan Camat Tanah Sareal Irwan Gumelar, dan Ketua tim appraisal Roni Nasrun Adnan.

        Pembacaan keputusan majelis hakim dilakukan terhadap satu persatu terdakwa, diantaranya pertama kepada terdakwa Hidayat Yudha Priyatna, terdakwa Irwan Gumelar dan Roni Nasrun Adnan. Tangis histeris seketika pecah dari masing masing pihak keluarga terdakwa yang ikut menghadiri persidangan di ruang utama PN Tipikor Bandung, ketika majelis hakim membacakan amar putusan dan vonis kepada masing masing terdakwa.

        Setelah majelis hakim membacakan amar putusan, para terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum diberikan waktu selama tujuh hari untuk hak mengajukan upaya hukum dalam menentukan sikap terhadap putusan majelis hakim, sesuai dengan yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan tentang banding dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 233 KUHAP sampai dengan Pasal 243 KUHAP. Jangka waktu untuk mengajukan permintaan banding adalah dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (vide Pasal 196 ayat (2) KUHAP). Permintaan banding diajukan oleh Terdakwa/ Penasihat Hukumnya atau Penuntut Umum ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara (vide Pasal 233 ayat (1) KUHAP.

        Setelah mendengarkan keputusan majelis hakim, para kuasa hukum terdakwa dan terdakwa mengaku masih pikir-pikir dan mengkaji ulang keputusan untuk mengajukan upaya hukum. Termasuk pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga melakukan hal yang sama.

        Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, Kejari Kota Bogor masih menunggu salinan lengkap keputusan majelis hakim PN Tipikor Bandung soal kasus Angkahong. “Kita masih menunggu salinannya, tetapi saat ini kita masih mengambil sikap pikir pikir untuk mengambil langkah selanjutnya,” ujar Andhie.

        Mantan kasi intel Ambarawa ini menjelaskan, setelah menerima salinan lengkap keputusan majelis hakim, pihaknya juga akan melakukan kajian mendalam untuk mengambil langkah sepanjutnya, apakah menerima keputusan atau melakukan banding atas vonis yang diberikan kepada para terdakwa. “Kita akan kaji dulu keputusannya, kan ada waktu selama tujuh hari, jadi kita akan manfaatkan waktu itu,” jelasnya.

BACA JUGA :  Kurangi Peradangan Pada Tubuh, Ini Dia Buah Terbaik yang Bisa Dikonsumsi

        Sejumlah kuasa hukum terdakwa juga memberikan tanggapan beragam terkait keputusan majelis hakim PN Tipikor tersebut. Kuasa hukum terdakwa Roni Nasrun Adnan, Philipus Tarigan mengatakan, sejatinya apa yang dilakukan oleh terdakwa RNA bukanlah sebuah perbuatan yang dapat dipidana, karena yang bersangkutan hanya menjalankan profesinya untuk menilai sebagai penilai publik atas permintaan pemberi kerja berdasarkan spk. Ronny adnan sama sekali tidak memperoleh keuntungan apapun sebagaimana majelis hakim nyatakan dalam putusan.

        “Dimana majelis hakim sendiri dalam putusannya menyatakan bahwa, dasar persoalan adalah persoalan anggaran yang menyimpang yang bukan kewenangan Ronny Nasrun Adnan, dimana nilai kerugian tidak didasarkan pada perhitungan roni, tapi kesepakatan antara pemerintah Kota Bogor melalui Walikotanya dan pemilik lahan Angkahong. Kita masih pikir pikir untuk mengambil langkah atas keputusan majelis hakim ini,” ucapnya.

        Sementara, kuasa hukum terdakwa Irwan Gumelar, Edwin Solihin Putera mengatakan, terdakwa Irwan Gumelar masih pikir pikir terhadap amar putusan majelis hakim PN Tipikor. Dengan adanya waktu selama satu minggu, tim kuasa hukum akan segera membahasnya dengan Irwan Gumelar. “Kita akan membahasnya untuk mengambil langkah selanjutnya, apakah akan banding atau tidak,” ungkap Edwin.

        Semua yang tertuang dalam amar keputusan juga akan dikaji mendalam untuk mengambil langkah selanjutnya. Namun ada pengungkapan menarik dari pembacaan keputusan oleh majelis hakim, yaitu tentang keterlibatan Walikota dan Sekda serta Angkahong dalam kasus ini. “Kita belum menerima semua salinan keputusan, jadi kita nanti akan kaji semuanya, termasuk soal adanya keterlibatan pihak lain yang dibacakan dalam keputusan tadi,” tandasnya.

        Kasus dugaan korupsi ini muncul setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan Pasar Warung Jambu seluas 7.302 meter persegi milik pihak ketiga pengusaha Kawidjaja Henricus Ang (Angkahong-red) oleh Pemerintah Kota Bogor pada akhir 2014. Dari luasan lahan tersebut, sebanyak 26 dokumen kepemilikan mulai dari SHM, AJB dan eks garapan telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dengan harga yang disepakati untuk total luas lahan pembebasan senilai Rp 43,1 miliar.

        Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 51 titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bogor, diantaranya terdapat di kawasan utama yakni Jalan MA Salmun, Nyi Raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika. Tiga lokasi tersebut menjadi prioritas penataan yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor melalui Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PDPPJ) maupun Dinas Koperasi dan UMKM.

BACA JUGA :  Minum Teh Bisa Merusak Ginjal, Benarkah? Ini Kata Dokter

        Penataan dimulai pada pertengahan 2014 lalu, dilakukan pembersihan PKL di MA Salmum, dan memindahkan atau merelokasi PKL agar tidak berdagang kembali ke tempat tersebut. Ada tiga lokasi yang diproyeksikan sebagai tempat relokasi yakni gedung eks Plaza Muria, gedung eks Presiden Theater, dan Pasar Jambu Dua.

        Dari ketiga lokasi tersebut, yang paling memungkinkan adalah Pasar Jambu Dua, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sesuai untuk relokasi PKL MA Salmun seperti yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor, lokasi tersebut memang diproyeksikan untuk pasar.

        Proses penganggaran pembebasan tanah Jambu Dua untuk relokasi PKL dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian diusulkan di angaran APDB-Perubahan 2014. Sebagian dari lahan Pasar Jambu Dua merupakan aset Pemkot Bogor yakni seluas 6.124 meter persegi, dan sebagian lagi dimiliki oleh pengusaha Angka Hong seluas 3.000 meter.

        Lahan 3.000 meter tersebutlah yang direncanakan untuk dibebaskan oleh Pemerintah kota Bogor untuk ditempati oleh para para PKL yang berjulan sekitar 500 PKL. Pada APBD Perubahan 2014 dicantumkan anggaran sebesar Rp 49,5 miliar untuk dialokasikan membebaskan lahan Pasar Jambu Dua. Sebelumnya, angka yang disepakati oleh DPRD Kota Bogor hanya Rp 17,5 miliar. Namun, setelah dievaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan dana tambahan dari bagi hasil pajak kendaraan senilai Rp 35 miliar.

        Menilik laporan hasil audit dalam rangka perhitun­gan kerugian negara atas ka­sus dugaan Tipikor mark up pembelian lahan Pasar Jambu Dua oleh Pemkot Bogor TA 2014 dengan Nomor : SR-191/ PW10/5/2016 yang dilaku­kan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat tanggal 18 April 2016 dengan hasil perhitungan kerugian negara senilai Rp 43.100.000.000.

        Dengan perincian yakni, jumlah pembayaran dari kas Kantor UMKM Kota Bogor un­tuk pengadaan lahan pasar Rp 43.100.000.000, jumlah pem­bayaran tanah eks garapan yang tidak bisa diperjualbe­likan Rp 6.337.691.856, jumlah pembayaran diluar tanah eks garapan Rp 36.762.308.144, nilai wajar tanah yang men­jadi milik negara/Pemkot Bo­gor Rp 0 dan jumlah kerugian diluar tanah eks garapan Rp 36.762.308.144

        Sementara kerugian nega­ra dalam hal ini Pemkot Bogor sebesar Rp 28.400.533.057 dengan rincian jual beli 6 bi­dang tanah eks garapan yang merupakan tanah negara yang tertera SPH senilai Rp 6.337.691.856, selisih harga 5 bidang tanah antara yang tertera pada AJB dengan yang tertera pada SPH senilai Rp 4.132.680.630 dan kemahalan harga tanah pada 17 bidang tanah yang tertera di SPH Rp 17.930.160.571.(*)

 

============================================================
============================================================
============================================================