TAK habis-habis dengan melakukan temuan baru yang selalu dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) Kota Bogor dalam membuat terobosan. Seperti belum lama ini, peneliti Institut salah satu peneliti IPB, Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc mengembangkan inovasi pakan yang bersumber dari biskuit dan wafer. Pakan instan ini bisa diberikan sebagai pengganti rumput atau hijauan yang tinggi serat dengan dosis lebih hemat.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Menurut Yuli, pembuatan wafer tersebut berbahan dasar dari limÂbah sayuran yang ada di pasar tradisional. Dia menjelaskan, limÂbah sayuran menjadi perhatian banyak pihak mengingat setiap pekannya sulit untuk menÂcari tempat pembuangannya.
Di Pasar Induk Kramat Jati saja, kata Yuli, hampir 60 persen sampah dihasilkan dari limbah organik yang bisa dimanfaatkan lagi. ‘’Seperti lapisan luar kol, kulit toge, dan daun jagung yang terbuang juga bisa digunakan untuk pakan ternak sapi,’’ katanya.
Limbah tersebut tak lantas diberikan langsung kepada ternak saat diberi makan. Menurut Yuli, bau tidak enak dari limbah sayuran membuat sapi tidak akan memakan limbah tersebut, padahal kandungan proteÂinnya masih terbilang tinggi. ‘’Limbah sayÂuran pasar masih dalam ambang batas yang diperbolehkan untuk pakan ternak menurut SNI,’’ jelasnya.
Hal tersebut menunjukkan, limbah terseÂbut bisa kembali diolah dengan inovasi baru, yaitu dengan membuat wafer yang lebih baik untuk pakan sapi. Inovasi pakan terseÂbut, menurut Yuli, ternyata lebih disukai sapi dibandingkan ketika diberikan begitu saja dalam bentuk limbah sayuran. Bahkan, produk pakan yang dihasilkan dari pengeÂlolaan tersebut bisa berbentuk lain, seperti mash, pellet, crumble, dan biskuit.
Pemberian wafer limbah sayuran pasar, lanjut Yuli, dapat meningkatkan pertambaÂhan bobot badan hewan ternak seperti sapi dan domba sekitar 24 persen lebih tinggi dibanding pakan konvensional. Ia menjamin wafer limbah sayuran pasar aman dikonÂsumsi oleh ternak dan tidak meninggalkan residu pada produk ternak.
Produk inovasi wafer limÂbah sayuran pasar, lanjut dia, juga dikembangkan sebagai produk pakan awet, bersih, dan kering yang mendapat pengÂhargaan dari Menristek sebagai 105 inovasi Indonesia pada 2013 dan prosÂes paten dilakukan sejak 2012.
Teknologi pengolahan pakan ternak lainÂnya, yakni wafer yang berasal dari daun lamÂtoro yang dapat mereduksi mimosin sebesar 33 persen. Pemberian wafer daun lamtoro ini banyak dilakukan peternakan rakyat di Banyu Mulek, NTB. Sehingga, dapat meninÂgkatkan konsumsi pakan, rataan pertambaÂhan bobot badan harian, dan rataan bobot badan akhir. “Rataan bobot badan akhir sapi pedet denÂgan pemberian wafer supleÂmen pakan pada taraf 10 persen mencapai 28,22 persÂen lebih tinggi dibandingkan dengan pakan konvensional,†katanya.
Inovasi selanjutnya, kata Yuli, pakan dalam bentuk biskuit yang merupakan salah satu alternatif untuk peÂnyediaan pakan pada saat musim kemarau dan paceklik. Pemilihan biskuit disebabkan produk ini berbentuk kering dan mempuÂnyai daya awet yang relatif lama sehingga dapat disimpan dan mudah dibawa dalam perjalanan.
Yuli menambahkan, biskuit pakan terdiri dari hijauan sebagai sumber serat dan molasÂes sebagai sumber karbohidrat dan perekat. Biskuit hijauan pakan yang telah dikembangÂkan adalah biskuit pakan limbah tanaman jagung dan biskuit suplemen pakan. “Biskuit limbah jagung sudah mendapatkan pengharÂgaan 102 inovasi di Indonesia tahun 2010, dan sudah mendaftarkan paten di tahun 2012,†katanya.
Yuli menambahkan, inovasi teknologi pakan dapat dikembangkan dan dijadikan masukan kepada pemerintah maupun swasÂta. Ia berharap, teknologi tersebut bisa memÂbuat pakan lebih awet, mudah, murah, dan tersedia sepanjang musim, serta membuat para peternak lebih produktif. ‘’Kan kalau musim paceklik ketersediaan rumput meniÂpis, terutama di daerah rawan pakan seperti perkotaan yang lahan hijaunya terbatas,’’ jelas dia.