Bambang Sudarsono
Sejak pergulatan panjang antara filsuf Heraklietos dan ParÂmenindes, banyak yang maklum bahwa hakikat sesuatu adaÂlah perubahan yang tetap. ‘’Panta rhei kai uden menei, segalanÂya mengalir,’’ ucap Herakleitos. Tak ada yang abadi, berubah dan selalu berganti selamanya. Namun, di sisi lain Parmenindes menyanggah dengan mengatakan, bahwa pada akhirnya hakikat segala seuatu adalah tetap. Yang berubahpun tetap, maksudnya tetap berubah.
Menginsyafi hal itu, orang semakin yakin bahwa perjalan hidup manusia adalah juga seÂbuah ketetapan untuk berubah. Terlahir sebaÂgai bayi yang tak berdaya, bertumbah menjadi anak. Anak menjadi remaja, remaja mematangÂkan dirinya menjadi dewasa, tua, dan akhirnya sudah bisa ditebak, selesai. Terus menerus peÂrubahan ini menjadi sebuah ketetapan abadi.
Dalam setiap sisi perubahan ada yang hiÂlang ada pula yang abadi. Jasad dan bukti fisik manusia akan hilang ditelan jaman dan huÂkum kimiawi alam, tapi buah pikiran bermutu dan budi baik tetap hidup. Buah pikiran yang bermanfaat bak sungai keabadian yang selalu mengalir dari sumbernya, ia tetap dirasakan seÂbagai sebuah kesejukan sepanjang kehidupan.