Industri keuangan syariah telah ada di Indonesia sejak lebih dari dua dekade. Meskipun pertumbuhannya meningkat dari tahun ke tahun, namun dampaknya terhadap perekonomian nasional masih kecil dan kalah jika dibandingkan dengan industri keuangan konvensional.
Oleh : Winda Herviana
[email protected]
Menurut Kepala Badan PerenÂcanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) SoÂfyan Djalil, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia perlu menunjukkan potensi tersembunyi di industri keuanÂgan syariah.
Potensi tersebut antara lain industri perbankan syariah, asuransi syariah dan sukuk. “Sebagai negara dengan penÂduduk muslim terbesar di dunia, IndoneÂsia perlu mengeluarkan potensi tersemÂbunyi dari industri keuangan syariahnya. Potensi tersebut antara lain industri inÂdustri bank syariah, asuransi syariah, dan sukuk,†ungkap Sofyan, di Hotel Shangri- La, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Sofyan menyebutkan, walaupun potensi industri perbankan syariah ini dominan dalam industri keuangan syaÂriah, namun market share-nya tidak pernah melebihi lima persen.
“Segmen industri perbankan syaÂriah memang dominan di industri keuangan syariah tapi tidak sebaik bank konvensional, kinerjanya masih belum baik dan marÂket share-nya tidak pernah melebihi 5 persen,†kata Sofyan.
Kemudian di asuransi syariÂah, meskipÂun ComÂpound Annua l Growth Rate (CAGR) sekitar 30 persen sejak 2009, namun pasar asuransi syariah masih berada di posisi enam persen dari total premi asuransi.
“Kondisi ini mengindikasikan bahÂwa industri asuransi syariah masih terÂbuka lebar untuk berekspansi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia dengan kelas menengah yang terus berkembang memegang peluang besar bagi industri asuransi syariah tumbuh ditahun mendatang,†jelas Sofyan.
Lebih lanjut Sofyan mengatakan, potensi tersembunyi ketiga yaitu pasÂar Sukuk. Sukuk memiliki peranan penting dalam pendanaan dan investasi baik pemerintah mauÂpun sektor swasta.
“Potensi yang ketiga adalah di pasar sukuk, pasar sukuk memainÂkan peranan pentÂing di instrumen pendanaan dan investasi unÂtuk sektor pemerÂi n tah dan swasta, namun pasar sukuk di Indonesia masih sangat bergantung pada sukuk global,†tuturnya.
Untuk mendorong hal tersebut, Sofyan mengatakan, pemerintah akan lebih proaktif dengan pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
“Kita sedang membuat kelemÂbagaan, KNKS, sekarang dalam peruÂmusan peraturan presiden. DenÂgan adanya komite ini, maka pemerintah akan mempunyai peranan yang lebih proaktif untuk mendorong. Karena selama ini keuanÂgan syariah di Indonesia ini lebih oleh inisiatif private center atau swasta. PerÂan pemerintah masih sangat terbatas. Dengan komite yang dipimpin langsung oleh presiden, maka peran pemerintah akan lebih proaktif, dengan itu kita haÂrapkan pertumbuhan ekonomi syariah lebih cepat,†ungkapnya.
Langkah ini menurutnya akan membuat pemerintah segera mengeluÂarkan regulasi yang lebih kondusif juga melakuÂkan sejumÂlah deregulasi jika dibutuhkan serta pembeÂrian insentif.
“Proaktif misalnya keluarkan regulaÂsi, bicara ke OJK bagaimana menyiapkan regulasi yang lebih kondusif, kemudian kalau ada sistem-sistem, aturan-aturan yang tidak tepat kita akan nilai. Kalau ada aturan-aturan yang menghambat, kita akan me-review akan deregulasi, kalau perlu insentif barangkali akan diÂberikan insentif,†lanjut Sofyan.
Ia menambahkan, kehadiran ekonoÂmi syariah ini akan berdampak positif pada ekonomi karena bisa memberikan alternatif investasi pembiayaan bagi duÂnia usaha. “Karena hadirnya ekonomi syariah, sistem perbankan Islam, akan bagus pada ekonomi, memberikan alÂternatif investasi, alternatif pembiayaan bagi dunia usaha, dan juga bagi pemerÂintah,†tuturnya. (dtc)