Salah satu metode pengobatan kanker yang saat ini berkembang pesat adalah pemberian kemoterapi. Tapi, benarkah kemoterapi memberi efek samping yang berat. Agar tidak tergesa-gesa memberi keputusan tindakan medis, kenali keuntungan dan kerugiannya.
Oleh : RIFKY SETIADI
Email: [email protected]
Kemoterapi telah terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan denÂgan bermakna. Dan, saat ini efek samping kemoteraÂpi telah dapat dikontrol dengan baik. Dengan lebih mengenal perangai cell kanker, pengobÂatan menjadi lebih terarah. Saat ini kemoterapi telah memberi hasil yang lebih baik dan denÂgan efek samping jauh lebih lebih terkontrol. Syaratnya, pemberian kemoterapi harus diberikan dengan tata-cara yang benar dan penuh kewasÂpadaan. “Manageable side efÂfectâ€, artinya, di tangan tim ahli yang bekerja penuh dedikasi, efek samping kemoterapi daÂpat diatasi. Terpenting disini, hubungan yang optimal antara dokter, pasien dan perawat seÂlama dan sesudah pemberian kemoterapi.
Tujuan kemoterapi adalah memberikan obat yang cukup untuk membunuh sel tumor tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel normal. Obat kemoterapi mempengaruhi semua sel-sel tumor dan juga sel-sel yang normal. Setiap orang akan bereaksi secara berbeda terhadap kemoterapi yang diÂjalaninya sehingga efek samping yang dialami juga akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Titik kerja kemoterapi adaÂlah pada saat terjadinya pembÂelahan sel (kecuali Targeted Therapy). Sel kanker membelah lebih cepat, sehingga sel kanker terkena efek lebih besar. Tetapi sel normal yang melakukan pembelahan-pun ikut terkena. Efek samping kemoterapi tidak selalu sama, sangat individual.
Sel-sel normal mana saja yang sering mengalami efek samping? Sel normal yang siklus pembelahannya lebih cepat akan terkena efek lebih besar. Misalnya sumsum tulang. Kemoterapi akan menurunkan bahkan menghentikan semenÂtara produksi sel-sel darah. Ini dapat dilihat dari gambaran pemeriksaan darah rutin.
Efek yang mudah terkena juga pada akar rambut. Sel ramÂbut mempunyai pertumbuhan sel yang lebih cepat. Sehingga efek yang diterima akan lebih besar dari sel lain. Rambut rontok (alopecia) merupakan efek samping yang sering terÂjadi pada pemberian keoterapi. Mukosa pencernaan, lapisan terdalam dari usus sampai muÂlut. Efek samping ang sering ditÂerima, nyeri perut, diarhoe dan sariawan.
Mual dan muntah terjadi karena terangsangnya chemoreÂceptor triger zone (CTZ) diotak. Chemotherapy diterima oleh otak sebagai bahan yang memÂpunyai potensi toxin dalam darah. Terjadilah efek biologi, reaksi proteksi spontan diotak yang menimbulkan rangsangan mual dan muntah. Hal ini sama seperti orang keracunan maÂkanan, secara spontan lambung berusaha mengeluarkan isinya.
Tidak semua obat akan memberi rasa mual dan munÂtah, tergantung obat yang diÂberikan dan disini keadaan psikis pasien sangat berpenÂgaruh. Mual dan muntah umÂumnya berlangsung 3-4 jam setelah pemberian kemo dan berlangsung sampai 1-2 hari.
Terobosan besar dalam bidang anti muntah modern (antiemetic), membuat pemÂberian kemoterapi berubah. Efek mual dan muntah dapat dikontrol dengan baik. DitemuÂkan beberapa obat yang efektif memblok CTZ. Obat antiemetic lama Compazine memblok doÂpamine reseptor. Sampai saat ini masih dapat dipakai untuk mual dan muntah tingkat seÂdang.. Obat tersedia dalam benÂtuk tablet atau suppositoria.
Obat-obat baru golongan 5HT3 antagonis, sangat efekÂtif mengatasi mual & muntah pada pemberian kemoterapi. Umumnya diberikan per infus. Cara kerjanya, memblok serotoÂnin reseptor di CTZ. Obat-obat jenis ini tersedia dengan nama Zofran, Kytril, Anzimer dan Aloxi. Efek samping dari obat ini, kadang kadang timbul sakit kepala dan sulit buang air besar.
Efek samping kemoterapi tidak hanya dirasakan oleh fisik tetapi juga pada masalah psikologis, sosial dan spiritual. Anda memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitar Anda untuk memberikan semangat dan membantu meringankan masalah yang Anda alami muÂlai dari dokter, perawat hingga keluarga. Jangan ragu-ragu unÂtuk mengajukan pertanyaan tentang hal yang ingin Anda ketahui atau ingin diungkapkan kepada mereka. Komunikasi yang baik dengan tim kesehatan penting sebelum mengambil keputusan. (*)