Pembobolan ATM dengan menggunakan fasiltas teknologi berbasis komputer termasuk jenis kejahatan yang cukup pelik. Biasanya pelakunya sulit untuk dilacak, mengingat pelaku tindak pidana jenis ini memiliki keahlian tertentu.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Setidaknya ia mampu mengoperasikan fungsi perangkat elektronik dan jaringan komputer/ internet yang cukup ruÂmit, seperti skimmer (alat penÂcuri data nasabah yang dipasang di mulut ATM), spycamera ( kaÂmera mata-mata), dan magnetic writer (alat tulis magnetik).
Penanggulangan kejahatan ini disamping memerlukan teknologi canggih untuk menjaÂmin keamanan kartu ATM serta separangkat aturan yang memaÂdai, diperlukan pula kepiawaian aparat penegak hukum dalam menguasai teknologi informasi terkini. Sebagai upaya untuk mencegah berulangnya kasus pembobolan ATM di beberapa negara maju Eropa, disamping telah diterapkan penggunaan kartu ATM berbasis chip, juga dilengkapi teknologi yang lebih memadai berupa bio-metric finÂger print scanner. Cara operasi alat ini tidak hanya menggunakÂan kartu, namun juga pencocoÂkan sidik jari pengguna/nasabah.
Sekalipun belum terlampau memadai, aturan yang terkait dengan kejahatan pembolan ATM telah ada, yakni UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai bentuk aturan yang bersifat lex specialis (aturan khusus).
UU ini merupakan ketenÂtuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuaÂtan hukum , baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum IndoÂnesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Sanksi pidana bagi pelaku keÂjahatan pembobolan ATM denÂgan teknologi elektronik/skimmer dan yang menimbulkan kerugian besar bagi nasabah/bank, dapat dijerat dengan Pasal 30 s.d 37, 51 dan 52 UU ITE, yang ancaman pidanya bervariasi paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banÂyak Rp 12 milyar. Untuk kasus terÂtentu ancaman pidana tersebut masih bisa ditambah lagi dengan sepertiga atau duapertiga dari pidana pokoknya.
Berhubung ATM merupakan barang (dalam hal ini mesin) yang berada di bawah pengaÂwasan penyelenggara ATM, maka bagi pihak korban/nasabah dimungkinkan untuk mengajuÂkan gugatan perdata kepada peÂnyelenggara ATM dengan dasar pertimbangan sebagaimana diaÂtur dalam Pasal 38 dan 39 UU ITE serta Pasal 1367 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, yang merumuskanâ€Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk keruÂgian yang disebabkan perbuaÂtannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perÂbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannyaâ€