ANDY Yentriyani (34), komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengaku telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk berdedikasi sepenuhnya kepada perempuan korban kekerasan. Dedikasi tersebut ditandai dengan keterlibatannya di Komnas Perempuan sejak 2000 dalam mencegah dan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Setelah satu dekade lebih mencurahkan pikiran dan tenaga untuk kaumnya yang menÂcari keadilan, Andy dipercaya menjabat komisioner sejak 2010.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Ada dua hal yang mendasari ketertariÂkan saya terhadap dunia perempuan. Pertama, Tragedi Mei 1998, di mana isu kekerasan seksual menjadi salah satu pokok masalah pada saat itu. Kedua, saat saya harus kehilangan teman-teman saya di usia muda saat saya masih menetap di PonÂtianak. Saat anak-anak SMP lain memikirkan cita-cita, banyak teman saya yang mau tidak mau harus menikah di usia belia,†tutur Andy.
Menurutnya, kedua pengalaman itu sanÂgat menyentak kesadarannya. Ia pun semakin jelas melihat posisi perempuan pada perisÂtiwa Mei 1998, di mana dalam situasi-situasi konflik mereka selalu mempunyai pengalaÂman yang spesifik menjadi korban kekerasan.
Pengalamannya saat tumbuh di Kampung Sungai Asam, Pontianak, menginspirasinya untuk membuat skripsi bertema traffickÂing yang membawanya menjadi sarjana ilmu sosial dari Universitas Indonesia juÂrusan hubungan internasional.
“Teman-teman saya di Pontianak yang beretnis Tionghoa banyak yang harus pasrah dinikahkan dengan warga Taiwan dan menetap di sana. Melalui pernikahan transnasional tersebut, sebagian besar berujung ke kasus trafficking,†ceritanya.
Akhirnya, setelah menyelesaikan studi S2 di University of London dengan mengambil jurusan media dan komuniÂkasi, perempuan yang berasal dari etnis Tionghoa ini pun kembali ke Indonesia dan memenuhi janjinya untuk memajuÂkan Indonesia dengan mencari keadilan untuk perempuan korban kekerasan. (*)