Untuk menutup defisit anggaran 2015 sebesar 2,9%, pemerintah mencari pinjaman sebesar Rp 329,4 triliun. Dana tersebut antara lain berasal dari pinjaman multilateral, penerbitan SBN (SuÂrat Berharga Negara), dan pinjaman siaga.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Misalnya, USD 2 miliar pinjaman siaga di Oktober 2015, pinjaÂman program yang bukan siaÂga Rp 10,65 triliun, pinjaman siaga Asian Development Bank (ADB) USD 500 juta ditarik Desember 2015.
“Secara agregat pinjaman siaga Rp 46,37 triliun, SBN Rp 60,48 triliun. KeberÂhasilan ambil pinjaman siaga cukup baik karena ini yang terbesar yang perÂnah diambil dan sangat membantu financing 2015,†ujar Direktur JenÂderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (KeÂmenkeu), Robert Pakpahan, dalam jumpa pers di Kemenkeu, Senin (5/1/2016)
Selain itu, Robert menjelaskan, pemerintah melakukan upsizing (meÂnaikan) lelang SBN sebesar Rp 9 trilÂiun, dan ada Rp 26,7 triliun private placement dari BLU (Badan Layanan Umum). Kemudian, ada front loading atau lelang SBN cukup besar di awal 2015.
“Front loading 63% di awal taÂhun, sehingga waktu terjadi lelang di semster I 2015 cukup berhasil, kami sering oversubscribe. Jadi, financing di semester I dengan front loading bantu keuangan pemerintah,†kata Robert.
Robert menambahkan, penerbiÂtan SBN gross mencapai Rp 514 trilÂiun, sedangkan secara netto sebesar Rp 361,6 triliun. “Kalau breakdown SBN gross, domestik Rp 401 triliun dan valas Rp 112,9 triliun. SUN konÂvensional Rp 395,5 triliun, dan Rp 118,5 triliun dalam SBN Syariah,†jelas Robert.
Seperti diberitakan harian ini, Senin (4/1/2016), berdasarkan realÂisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp 1.491,5 triliun dan belanja negara Rp 1.810,0 triliun, maka reÂalisasi defisit anggaran APBNP 2015 mencapai Rp 318,5 triliun (2,8%) dari PDB.
Angka tersebut di bawah keÂtentuan maksimal 3% mengacu pada UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Realisasi ini lebÂih tinggi dari target defisit anggaran dalam APBNP 2015 Rp 222,5 triliun (1,9% dari PDB).
Dengan defisit tersebut, berimÂplikasi pada peningkatan realisasi pembiayaan anggaran yang mencaÂpai Rp 329,4 triliun atau 147,3% dari target dalam APBNP 2015 sebesar Rp 222,5 triliun.
Realisasi pembiayaan anggaran tersebut berasal dari pembiayaan dalam negeri (neto) sebesar Rp 309,3 triliun dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar Rp 20,0 trilÂiun.
Berdasarkan realisasi defisit angÂgaran sebesar Rp 318,5 triliun dan reÂalisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp 329,3 triliun, maka pelaksanaan APBNP 2015 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebeÂsar Rp 10,8 triliun.
Sehubungan dengan pengelolaan utang, outstanding utang per 31 DeÂsember 2015 mencapai Rp 3.089 triliun.
Dengan kondisi tersebut, Debt to GDP ratio ada pada kisaran 27% atau di bawah batas aman 60% seperti ditetapkan dalam UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Tentu ada rasa tidak puas dari pencapaian tersebut di atas, namun saya juga bersyukur bahwa hasil yang dicapai tersebut adalah hasil yang terbaik di tengah perlambatan ekonomi global yang berimbas keÂpada ekonomi domestik, khususÂnya disebabkan oleh menurunnya harga dan permintaan komoditi dari negara mitra dagang Indonesia sepÂerti Tiongkok dan Eropa,†kata BamÂbang.
Bambang menyebutkan, upaya mendorong kebijakan pro investasi dan untuk mendorong daya beli doÂmestik pun serta untuk meredam terjadinya pengangguran juga telah dilaksanakan Pemerintah, yang mana hal ini akan terus dilanjutkan secara berkesinambungan.
“Saya percaya di tahun 2016 manfaat kebijakan yang diterapkan tersebut telah mulai dirasakan. Di samping itu untuk APBN 2016, kami tak ragu untuk melakukan revisi khuÂsusnya terkait penerimaan negara dengan basis realisasi penerimaan negara tahun 2015 dan tentunya renÂcana pelaksanaan tax amnesty seÂhingga APBN 2016 lebih kredibel dan tetap dapat mewujudkan Nawacita,†ujarnya.