credit-cards-debitDIBERLAKUKANNYA Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/ PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan berdampak sistemik terhadap industri perbankan. Para nasabah kartu kredit mendadak menutup kartu kreditnya.

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]  Permintaan p e nu t u ­pan kartu kredit di­alami PT Bank OCBC NISP Tbk dan PT Bank Mega Tbk. Menurut Parwati Surjaudaja, Direktur Utama OCBC NISP, tren permintaan penutu­pan kartu kredit dan penurunan batas kredit terjadi terutama akibat kewa­jiban pelaporan data transaksi kartu kredit yang berlaku sejak April lalu.

“Jumlah persisnya kebetulan saya tidak pegang. Tetapi, penutupan (kar­tu kredit) naik signifikan dibandingkan sebelumnya,” ujarnya kepada CNNIn­donesia.com, Rabu (18/5).

Hal senada disampaikan Dodit W Probojakti, Direktur Bank Mega. Dodit mencatat terjadinya perlambatan per­tumbuhan volume transaksi bulanan antara 5 persen hingga kurang dari 10 persen.

“Tetapi, kami tidak bisa bilang semata-mata gara-gara PMK penyam­paian data dan informasi terkait pajak. Statistik Bank Indonesia juga menun­jukkan ada perlambatan bisnis kartu kredit sejak tahun lalu,” terang dia. Lagi pula, sambung Dodit, PMK yang mengatur informasi data

nasabah kartu kredit terkait perpa­jakan baru lahir akhir Maret 2016. Dengan kata lain, dampaknya belum begitu terasa terhadap bisnis kartu kredit. “Di Bank Mega, penutupan kartu kredit juga terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang pem­batasan kepemilikan kartu kredit bagi nasabah berpenghasilan kurang dari Rp10 juta. Hingga saat ini, jum­lah kartu kredit yang ditutup bahkan kurang dari 5 persen,” imbuh Dodit.

BACA JUGA :  Punya Nangka Muda di Rumah? Mending Dibuat Ini

Per April 2016, jumlah kartu kredit beredar Bank Mega sebanyak 1,7 juta keping. Perseroan menarget­kan pertumbuhan sebesar 2-3 persen kartu kredit baru sampai akhir tahun nanti.

Dari sisi volume dan nilai trans­aksi, Bank Mega mematok pertum­buhan 12-13 persen. Adapun, volume transaksi kartu kredit perseroan mencapai Rp2,3 triliun dengan ni­lai transaksi bulanan sebesar Rp2,7 triliun dan baki debit (outstanding) Rp9 triliun.

Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ke­menkeu) yang mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melapor­kan data transaksi nasabahnya mulai Maret 2016 juga berimbas negatif bagi bisnis PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Presiden Direktur BCA Jahja Se­tiaatmadja menuturkan, kebijakan itu membuat banyak nasabah keta­kutan sampai akhirnya menutup kartu kredit miliknya pada bank den­gan kapitalisasi terbesar di Indonesia itu. “Sejak peraturan itu berlaku ada 3 kali lipat penutupan kartu kredit BCA, mutasi harian kami turun dari Rp147 miliar per hari langsung turun ke Rp120 miliar,” ujar Jahja di Jakar­ta, kemarin.

Jahja menduga penutupan terse­but dilakukan oleh para nasabahnya akibat adanya kekhawatiran trans­aksi kartu kreditnya akan ditelisik oleh otoritas pajak. Ditambah ad­anya efek kejut yang dirasakan oleh para nasabah yang pola pikirnya masih konvensional. “Berarti, dalam tanda petik ada dari mereka (yang menutup kartu kredit) karena se­lama ini pelaporan pajaknya tidak benar, tapi ada juga yang zero ef­fect, mereka sudah tidak berpikir lagi wah ini bahaya, ya sudah mer­eka main tutup saja,” kata Jahja. Benturan Aturan

BACA JUGA :  Lauk Sarapan Simple dengan Omelet Ayam dan Sayuran untuk Anak

Ia menilai diterbitkannya aturan tersebut menjadi contoh ketidakse­larasan aturan yang dibuat oleh in­stansi pemerintah. Sebab di sisi lain, otoritas moneter dan jasa keuangan tengah meningkatkan pola transaksi tanpa menggunakan uang tunai yang salah satunya akan digenjot melalui penggunaan kartu kredit.

“Padahal Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang meningkatkan cashless society atau bagaimana mengurangi peredaran uang tunai biar lebih efisien. Ini yang menjadi dilematis dan menjadi satu hal yang tidak match antar regula­si,” jelas Jahja.

Direktorat Jenderal Pajak Kemen­terian Keuangan (DJP Kemenkeu) menyatakan data transaksi kartu kredit bukanlah data yang masuk ke dalam substansi kerahasiaan menu­rut Undang-Undang Perbankan.

“Tanpa diminta pun bank har­usnya mengirim data itu karena itu sudah kewajibannya. Sekarang se­cara ketentuan, baru kita minta itu sebagai kewajiban yang harus dilaku­kan,” ujar Direktur Pemeriksa dan Penagihan Pajak Edi Slamet Irianto, kemarin.

Untuk itu, Edi menilai rencana DJP menagih data pemegang kartu kredit dan catatan transaksi penggu­naan kartu oleh nasabah 23 bank di Indonesia bukanlah hal yang mena­kutkan. «Jadi tidak perlu dikhawatir­kan dan tidak perlu dijadikan perbin­cangan ini kan data biasa saja,» ujarnya.

============================================================
============================================================
============================================================