HAMPIR semua pemangku jabatan di lingkungan DPRD Kabupaten Bogor tutup mulut mengenai malas ngantornya anggota DPRD.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Sekretaris DPRD KaÂbupaten Bogor, NuraÂdi pun enggan buka suara. Ia mengaku tidak memiliki weÂwenang mengabsen anggota dewan.
“Kami tidak memiliki weÂwenang untuk mengabsen dewan. Kewenangannya dari Bdan Kehormatan DPRD,†kata Nuradi, Kamis (10/3/2016).
Malas ngantornya jajaran legislatif dikritisi lantaran merÂeka baru saja mendapat kenaiÂkan tunjangan perumahan atau total gaji dari Rp 21 juta menÂjadi Rp 22 juta per bulan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 24 Tahun 2004 yang direvisi menjadi PP 37 Tahun 2005 dan PP 37 TaÂhun 2006 penghasilan dewan terus berubah hingga terakhir diatur dalam PP 21 Tahun 2007 Tentang Kedudukan ProtoÂkoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
Dalam PP 21 Tahun 2007 tersebut, disebutkan penghasiÂlan dewan disertai dengan beÂberapa tunjangan, salah satunya ialah perumahan yang disebut dengan Biaya Penunjang OperaÂsional Pimpinan (BPOP).
Tunjangan Komunikasi InÂsentif (TKI) yang didapat DPRD Kabupaten Bogor, paling tinggi di Jawa Barat, setara dengan Bekasi dan Kota Depok yang meÂlihat pada APBD dan pendapaÂtan daerah masing-masing.
Tunjangan Perumahan pada November 2015 yang disahkan dalam APBDP dan diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 40 TaÂhun 2015 Tentang Tunjangan Perumahan Bagi Anggota dan Pimpinan DPRD. Sebelumnya diatur dalam Perbub Nomor 14 Tahun 2010. Tapi, tunjangan yang didapat tidak boleh lebih tinggi daripada DPRD Provinsi.
Pada tahun 2010, tunjangan perumahan untuk Ketua DPRD Rp 11,4 juta, kemudian Wakil Ketua Rp 9,69 juta dan Anggota Rp 8,5 juta. Setelah melakukan survei ke beberapa tempat, maka diputuskan, tunjangan perumahan naik. Ketua DPRD Rp 16 juta, Wakil Ketua Rp 15 juta dan Anggota 14 juta.